Thirteen

13.7K 1K 15
                                    

"Gue harap lu gak ngancurin persahabatan kita Yun!" ucap Winda tegas dan pergi meninggalkan Yuna yang menatap kepergian Winda dengan raut sedih yang mendalam atas ucapan sahabatnya itu

Yuna menghela napas ia menunduk memijat kepalanya yang sakit dengan kedua tangannya sebelum ia memutuskan kembali melihat keadaan Dera. Yuna berjalan dengan tatapan kosong, saat di depan pintu ruangan Dera ia terpaku beberapa saat ketika mendengar suara tawa yang berasal dari dalam ruangaan tersebut. Walau pun awalnya ragu Yuna tetap memberanikan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan tersebut.

"NGAPAIN LO DISINI!" kedatangan Yuna membuat semuanya terdiam sedangkan Dera yang sudah sadar berteriak dengan lantang mengusirnya. Yuna hanya terpaku di tempatnya, menerima makian Dera dengan membisu.

"NGAPAIN MASIH BERDIRI DISANA. PERGI!" usir Dera lagi. Marsha mendekat ke arah Dera dan mencoba menenangkannya.

"Der, lu masih sakit jangan teriak teriak," ingat Marsha.

Tak perduli Dera masih tetap berteriak dengan lantang. "PERGI GUE BILANG PERGI!" Dari ketiga sahabatnya yang berada di sana hanya Marsha yang bereaksi membujuk Dera agar lebih tenang sedangkan Winda yang juga berada disana menatap Yuna datar seakan Yuna pantas mendapat perlakuan tersebut. Berbeda dengan Divo yang mencoba mendekat ke arah Yuna untuk membawanya pergi dari sana.

"Yun, yuk keluar," ajak Divo penuh hati-hati.

"LO PUNYA KUPING GAK SIH? PERGI!" teriak Dera kesekian kalinya.

Gadha yang sedari tadi tak bersuara dan menonton kejadian tersebut mencoba menghentikan Dera. "Der kamu gak—"

Namun Dera segera memberikan pembelaan dengan berkata, "Aku mau dia pergi Yang. Aku gak mau ngeliat dia disini. Dia pasti ada maksut lain disini." Terdengar nada merengeknya kepada laki-laki itu.

"Yuk Yun." Divo kembali membujuk Yuna dengan menarik sahabatnya itu.

•••

Di sebuah cafetaria terlihat sepasang sahabat sedang duduk berhadapan dengan raut yang terlihat lesu dan sedih. Salah satunya menatap dengan khawatir sedangkan yang dikhawatirkan semakin terlihat menyedihkan dengan wajah murung. Dengan hati-hati yang mengkhawatirkan tersebut bertanya, "Jadi, kenapa Dera bisa semarah itu sama lo?" tanyanya.

"Div Gu—"

"Apa lu ngelakuin hal yang lu bilang waktu itu ke gue Yuna?" tanyanya memotong penjelasan yang akan diungkapkan Yuna yang terlihat mengkhawatirkan tersebut.

"Gak div. Gue gak ngelakuin hal apapun. Gadha yang datang nemuin gue beberapa hari ini," jelas Yuna yang mungkin udah kedua kalinya dia menjelaskan hal yang sama kepada sahabatnya.

"Apa ada hubungannya dengan kecelakaan Dera?" curiganya.

Yuna menghembuskan nafasnya dengan kasar, ia mengacak rambutnya prustasi. Pertanyaan Divo kini terdengar menyudutkannya.

"Lo gak percaya sama gue? Lo nyalahin gue? Lo mau ngasih tau gue, kayak Winda? IYA?!"

"Bukan—"

"Terus apaaaa?"

"Sekarang kalian nyalahin gue. Kemarin waktu gue kecewa, marah, kalian kemana? Kalian gak taukan hati gue gimana? Gue butuh support bukan cuma kata sabar! Gue butuh dukungan dari kalian, bukan kalimat sok menguatkan. Gue butuh solusi. Tapi kalian nganggap ini hal biasa! Apa cuma DIA yang harus dingertiin? Terus? Gue gak perlu dingertiin?" Yuna pun meneteskan air matanya yang tak bisa ia tahan lagi.

"Gu ... gue gak sanggup Div. Gue harus apa Div? Semuanya nyalahin gue! Sekarang lu mau nyalahin gue juga? Kenapa gue yang salah disini Div?" tanya Yuna dengan lirih.

I Don't Care About Love [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang