Twenty Two

11.3K 811 7
                                    

Malam ini aku sedang bersantai sembari membaca buku Bisnis Manajemen untuk mengisi waktu kosongku. Dari pada melakukan hal yang tidak bermanfaat mendingan aku membaca buku untuk menambah pengetahuan. Aku melirik ke arah ponselku yang bergetar, tertera nama panggilan dari salah satu orang yang mungkin bisa aku katakan sebagai sahabat.

'Drrttt ... drrrt ... drrtt ....'

Sebelum mengangkatnya, aku persiapkan suaraku, dan pada deringan ketiga, kuangkat telfon dengan tenang. "Hallo asalamualaikum."

"Walaikumsalam, Yun." Jawabnya dari sebrang sana, suaranya terdengar sedikit serius dari biasanya.

"Ada apa, Marsha?" Tanyaku.

"Yun lo udah bilang ke anak-anak kan—"

Bibirku tersungging begitu juga alisku saat aku potong ucapannya dengan berkata, "Aduh Marsha, gimana ya tapi—"

"Kenapa Yun? Lo lupa?" Suaranya terdengar berubah gelisah.

Aku masih tersenyum saat berkata,"Gak ... mereka gak bisa, Mar ... kalo bantuin lu. Tapi mereka pas hari-H nya datang, kalo gue sama Dera aja, gimana?" kubuat suaraku seakan terdengar merasa bersalah.

"Gak papa ... gak papa ... gak masalah, Yun. Alhamdulillah kalo lu bedua bisa. Tanggal 25 ya, Yun? Lu kerumah gue." Marsha terdengar sedikit legah, walau hanya Dera yang bisa memenuhi undangannya.

"Oke ... Wassalamualaikum, Sha," tutupnya.

"Walaikumsalam."

•••

"Jadi kita kemana dulu nih?" tanyaku pada Marsha yang duduk didepan; tepatnya disamping Evan— pacarnya yang sedang mengemudi mobil. Sedangkan aku, duduk di belakang bersama Dera, setelah kami janjian untuk bertemu.

Sesuai rencana yang akan dibuat. Hari ini rencananya kami akan membeli peralatan, untuk acara surprise-nya Mama Marsha.

"Kita cari kado aja dulu di Mall, gimana?" usul Dera.

"Oke." Evan menyetujui dan kami pun meluncur menuju Mall.

Setelah capek berkeliling mencari kado dan membeli peralatan yang dibutuhkan. Tenaga dan energi kami yang terkuras habis harus diisi kembali. Kami berempat pun memutuskan untuk mencari makan.

"Disana aja." Dera menunjuk salah satu restoran yang terlihat cukup ramai.

Evan yang sedang bercanda dengan Marsha pun, langsung menarik Marsha ke restoran yang ditunjuk Dera. Aku berjalan berdampingan dengan Dera mengikuti Marsha yang berada didepanku bersama Evan.

"Yang, aku pengen deh beli itu," ucap Evan kepada Marsha sambil menunjuk ke salah satu tempat stan penjualan Rumah Mewah.

"Lah untuk apa? Kamu kan udah ada rumah, Yang."

"Iya sih, tapi ada yang belum."

Marsha mengernyitkan bingung. "Apa?"

"Rumah Tangga Kita, Yang," jawabnya sambil terkekeh senang.

Marsha dengan malu-malu mencubit lengan Evan. "Adaw sakit, Yang ...," rengek Evan manja, yang buatku dengan terpaksa menontonnya mencebikkan bibir jijik.

Ternyata bukan cuma aku yang geli dengan tingkah dua pasang insan tersebut Dera pun juga merasakan hal yang sama. Bahkan ia menyindir dengan berkata, "edew ... sok sweet deh, ew...."

"Idih ... iri ye lu? Wu ...!" Marsha bersorak tak terima.

"Gak kok, gue biasa aja! Gak iri! Kalo lu tanya Yuna mungkin dia iri. Kan dia jom-blo!" Dera melirik ke arahku dengan senyuman jahanamnya. Ia jahanam!

I Don't Care About Love [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang