Twenty Four

11.7K 857 17
                                    

"Yun, lu mampir dulu deh ke rumah gue. Mama Papa gue lagi pergi nih, gue kesepian kalo harus sendiri," pinta Evna saat mobilku berhenti tepat di depan rumahnya.

Aku langsung mengangguk setuju karena aku sebenarnya juga malas pulang cepat-cepat. Mana tau ini menjadi permintaan terakhirnya. "Okey. Lo turun gih, gue mau parkir di dalam aja," perintahku.

Evna keluar dari mobilku, lalu membuka pagar rumahnya. Aku yang sudah memarkirkan mobil dengan baik dan benar mematikan mesin mobil dan berjalan mengikuti Evna ke kamarnya.

"Jadi gimana di asrama, asik gak?" Sejujurnya aku penasaran dengan kehidupan asrama itu.

"Ya gitu deh ... makannya tersiksa banget, kalo pagi sarapannya cuma tempe sama tahu. Gue aja jadi jarang makan," keluhnya mengingat penderitaan yang dialami saat berada di asrama.

Evna membuka kulkas kecil yang di letakkan di sudut kamarnya. Ia mengeluarkan cemilan beserta soft drink simpanannya.

"Tapi ... gue liat lo makin gendut bukan makin kurus."

"Gendut?" tanyanya sambil menatap dirinya melalui cermin. "Nanti juga kurus," lanjutnya yang berbaring di atas kasur seakan tak mempermasalahkan bentuk badannya saat ini. "Sakit gak sih Yun?" tanya Evna yang membuatku mengerutkan dahi karena tak mengerti dengan pertanyaan yang dia berikan.

"Sakit kenapa?"

"Iya sakit gak sih, bukan lo lagi yang gandeng Gadha kalo kita ngumpul, bukan lo lagi yang pulang-pergi bareng Gadha kalo kita ngumpul, dan bukan lo lagi yang mesra-mesraan dengan Gadha kalo kita ngumpul?"

"Lo mau tahu?" tanyaku dan diangguki semangat oleh Evna.

"Suatu saat lo bakal ngerasain."

Aku terkejut saat ia melempar bantalnya. "Ih ... jahat banget lo, amit-amit deh jangan sampe. Lo tega, ih ... Yun doain gue gitu." Evna mendumel tak karuan.

Aku yang tadinya duduk di kursi belajarnya berpindah ke tempat tidurnya lalu berbaring disebelahnya. "Katanya lo mau tau. Lo rasain aja sesakit apa digituin," ucapku yang memberi usul dengan terkekeh.

"Tap—"

'Ting nong ... ting nong ...'

"Bonyok lo?" tanyaku saat mendengar bunyi bel rumah Evna.

Evna mengedikkan bahu sambil berjalan keluar melihat siapa yang datang. Karena penasaran, aku pun berjalan mengintilinya.

'Ceklek'

"Loh kamu ngapain? Kok gak bilang dulu," tanya Evna yang kelihatannya sedikit terkejut akan tamunya.

Aku mengintip di balik bahu Evna dan dengan penasaran berbisik, "siapa Ev?"

Bukannya menjawab ia malah menyilahkan tamunya untuk masuk.

"Masuk Den."

Aku yang masih di landa penasaran mengikuti Evna dan teman cowoknya itu duduk diruang tamu. Selain penasaran aku juga terpesona, soalnya cakep uii. Eits ... tapi kayaknya gebetan Evna deh. Dapat dari mana dia, cowok secakep ini? Padahal 'kan Evna di asrama, kalah aku kalah! Aku aja gak dapet dapet, padahal di kampus cowok seabrek.

"Yun kenalin, ini Dendi temennya Dera juga," ucap Evna yang akhirnya mengenalkanku dengan si cokep ini. Ingat ya, cokep bukan bokep!

"Yuna," ku ulurkan tangan yang langsung di sambut olehnya.

"Dendi," ujarnya.

Setelah berkenalan keduanya hanya diam. Mungkin canggung? Apa karena ada aku di sini. Hmm ....

I Don't Care About Love [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang