"Woy kebo! Bangun lo, cepet mandi sana! Mom nyuruh lo siap-siap" suara Luke membangunkan mimpi indahku.
"Iya iya gue bangun" ucapku sambil mengubah posisi menjadi duduk.
"Yaudah cepet mandi terus sarapan ya, mom sama dad ngajakin kita hiking" ucap Luke sambil berlalu meninggalkanku.
Aku mengusap mataku kemudian melirik jam dinding. Masih pukul 7 pagi. Aku meraih ikat rambutku dan mengikatnya asal lalu meraih handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.
Selama mandi ternyata rambutku kotor. Penuh pasir pantai. Huh padahal saat aku mandi sore kemarin kan aku mencuci rambutku. Aku mengingat-ingat lagi apa yang telah aku perbuat sehingga rambutku penuh pasir pantai begini.
Ah! aku ingat! Aku tiduran di atas pasir pantai selagi Luke menyanyikanku sebuah lagu kemarin malam. Aku tertidur disana sampai Luke membangunkanku dan menyuruhku untuk pindah ke kamar. Karena mengantuk, aku langsung menghempaskan badanku ke atas kasur tanpa peduli rambutku yang kotor.
Selesai mandi, aku mengeringkan badanku dengan handuk dan mengenakan setelan khas olahraga. Celana olahraga pendek dengan tanktop putih dan sepatu olahraga yang nampak pas. Aku mengeringkan rambutku dan mengikatnya satu.
Setelah mengoleskan krim, sunblock dan lipbalm, aku keluar dari kamar dan segera membuat sarapan. Semangkuk sereal dengan jus jeruk. Selagi menungguku sarapan, Luke menyiapkan botol minum ke dalam tas sementara mom dan dad berbincang-bincang dengan seseorang di luar cottage.
Selesai sarapan, aku dan Luke langsung keluar dari cottage. Ternyata selain ada mom dan dad, disana juga ada rekan dad, Mr.Johnson dan istrinya juga anaknya, Jack. Nampaknya kami akan pergi hiking bersama dengan mereka.
Aku menjabat tangan mereka lalu memperkenalkan Luke kepada keluarga Johnson. Tak perlu basa-basi lagi, kami memulai perjalanan hiking kami.
Kami pergi hiking ke kawasan hutan menanjak. Perlu kehati-hatian ekstra untuk bisa menempuh track. Track yang bisa terbilang cukup curam dengan beberapa bebatuan dan ranting yang rendah membuat kami sedikit kesulitan. Atau hanya aku?
Mom, dad serta keluarga Johnson sudah jauh di depan. Sedangkan aku tertatih-tatih menyusul mereka, hanya Luke yang setia menungguku di belakang.
"You got that?" tanya Luke, meyakinkan aku mendapatkan pijakan yang telah ia buat.
"Yeah, I got it" ucapku.
Cerobohnya aku, kakiku terpeleset di antara bebatuan. Membuatku tergelincir bebas di antara batuan basah. Sesekali aku merasakan sesuatu menggores kakiku cukup dalam. Sialan!
Aku mencoba mencari keseimbanganku dan menyesuaikan pandanganku yang sebelumnya kabur. Aku terjatuh dari tanjakan sejauh 4 meter. Sejauh itukah? Aku melihat kakiku, dapat kurasakan darah segar berlomba-lomba keluar dari pembuluh untuk membasahi kakiku. Aku terlalu shock untuk menangis bahkan berteriak. Aku hanya menatap kakiku dengan tatapan kosong. Mungkin?
Aku tersadar ketika sebuah tangan mendarat di pundakku. Luke panik melihat kakiku mengeluarkan banyak darah. Berkali-kali ia meneriakkan mom dan dad namun tak ada balasan dari mereka.
Ia melepas tasnya dan mengeluarkan sebuah botol minum dan memberikannya kepadaku."Minum dulu coba" ucap Luke.
Aku menolak. Tenggorokanku terlalu kaku untuk dapat melakukan gerakan peristaltik yang mudah itu. Luke beranjak untuk melihat luka di kakiku. Tak sedalam yang ku kira, tapi tetap saja darahku mengalir deras!
Daun yang gugur di sekitar kakiku mulai berubah warna menjadi kemerahan. Luke melepas jaketnya dan mengikatnya di paha kiriku. Berusaha menghentikan akses darah untuk keluar dari tubuhku. ia mengeluarkan handuk kecil dari tasnya dan mengikatnya di betis kananku.
Kaki kiriku lebih banyak mengeluarkan darah. Mungkin karena tubuh bagian kiriku menjadi tumpuan saat aku terjatuh tadi.
"Are you okay?" tanya Luke.
Menurut L?
"Ayo, gue bantu lo berdiri" ucapnya sambil mengulurkan kedua tangannya.
"Do I look like I can get up?" ucapku dengan nada sarkastik.
"Shit! Yaudah gue gendong yuk" ucap Luke sambil berjongkok di depanku.
Karena sudah tak tahan, aku langsung menaiki punggungnya. Ia menggendongku ala piggy back. Ia mulai berdiri dan memintaku membawa tasnya.
Luke berusaha untuk tetap tenang, tapi malah makin membuatnya panik. Langkahnya yang tergesa-gesa membuatku melingkarkan tanganku di sekitar lehernya lebih erat. Aku takut jatuh lagi.
Karena Luke berjalan setengah berlari, tak lama kami menemukan mom dan dad serta keluarga Johnson tengah beristirahat di tempat terbuka yang biasa digunakan untuk camping para pendaki.
"Oh my god! Valerie?! What happen?!" Pekik mom khawatir.
Luke menurunkanku di sebuah bangku yang terbuat dari kayu. Aku meringis saat tidak sengaja lukaku tergesek kaki Luke. Mom segera mengambil posisi duduk di sebelahku sementara dad jongkok di samping kakiku, seperti menerka-nerka apa yang terjadi denganku.
Aku memeluk mom sambil meremas kuat jaket yang ia kenakan saat dad menggeserkan kakiku sedikit untuk mengetahui seberapa banyak luka yang aku dapatkan.
"My dear, what happened?" Tanya mom khawatir.
"Dia nginjek batu licin, salah aku juga gak meraih tangannya. Waktu Val baru aja mau ngelangkah lagi, tiba-tiba dia kepeleset" jelas Luke.
Dad segera menyuruh Luke untuk menelpon ambulan. Dad sibuk membersihkan sisa darah yang mulai mengering di kakiku. Mom sibuk menenangkanku yang masih shock sedangkan keluarga Johnson sibuk membantu dad dan memastikan ambulan akan segera datang.
Sekitar 20 menit berlalu, ambulan yang dad telepon sampai. Paramedis segera menaikanku ke dalam ambulan. Mom, dad dan Luke ikut masuk ke dalam ambulan.
**
"Beruntung luka yang ia dapatkan tak sedalam yang kami duga. Valerie tak memerlukan jahitan, lukanya hanya perlu ditutupi perban setelah sebelumnya diberi cairan obat. Jangan biarkan lukanya terbasahi air atau lukanya tak akan cepat kering. Jangan beri makan ia telur dan berbagai makanan yang dapat membuat lukanya terasa gatal. Hindari penggunakan krim pada daerah yang terkena luka dan jangan terlalu banyak bergerak" ucap dokter yang menanganiku setelah membalut lukaku dengan perban.Setelah sesi 'presentasi', dad mengikuti dokter dan suster yang menanganiku keluar dari kamar untuk mengurus administrasi.
"Makanya kalo gak bisa jangan ngaku-ngaku bisa, kalo udah kaya gini kan gue juga yang khawatir" ucap Luke sambil menyolek lenganku.
"Cie khawatir" godaku sambil mencolek dagunya. "Lagian siapa juga yang pengen kaya gini".
"Hahaha emang gak boleh gue khawatirin adek gue sendiri?" Wait. Did he just said 'adek gue sendiri'?
"Lo..." aku menggantungkan kalimatku.
"Apa?"
"Lo... segitu panik kah waktu liat gue jatoh?" tanyaku mengubah pertanyaan yang sebelumnya muncul di benakku.
"Ya iya lah! Gimana gak panik coba? lo tiba-tiba jatoh di tebing berbatu kaya gitu, gak bersuara dan gak berekspresi. Gue sempet berhipotesis kalo lo kerasukan. Ternyata engga" ucapnya.
"Ih dasar! lo gak cocok dimasukin ke kelas ipa ternyata" ucapku sambil membuang muka.
"Kok lo bisa ngomong gitu sih?"
"Iya lah, hipotesis lo payah, jauh banget dari kesimpulan" ucapku lalu menjulurkan lidah tanda meledek.
Luke menjitak kepalaku pelan lalu tertawa. Tawanya yang selalu singkat namun terdengar puas berhasil masuk ke 10 tawa favorit versi Valerie Winston.
-----------------
HAIIII!!!!!
Itu di media aku masukin foto Jack Johnson sebagai gambaran buat kalian. Karena kayanya si Jack bakal muncul lagi di beberapa part selanjutnya.
AND CAN'T WAIT FOR TOMORROW! Ada apa? Besok aku mau MEET UP 5SOSFAM BANDUNG!!!
Yooo gak sabar, hahahaha.
Udah ah, ayo leave a VOTE and COMMENTS yaa, thank youuuuu xoxo

YOU ARE READING
IS IT LEGAL? (Luke Hemmings)
FanfictionValerie Winston, falling in love with her brother, Luke Hemmings. Her feelings getting bigger and bigger as Luke stay in the room next to her. "But he's my brother!" ------------------- Bahasa Indonesia