Chapter 02

70.8K 5.1K 271
                                    

"Ibu tidak mau hal seperti ini terulang lagi."

Bu Iis, selaku guru PKn yang termasuk ke dalam jajaran guru galak seantero sekolah, menatap nyalang pada kedua murid yang kini duduk di hadapannya.

Berita tentang rok abu-abu yang berkibar di tiang bendera telah sampai ke telinga Bu Iis dengan cepat. Terang aja, guru dengan sikap patriotisme yang tinggi itu langsung mengamuk dan menyeret pelaku pembuat onar ke ruang BP dengan segera.

Baik Dila maupun Delo, keduanya sama-sama diam. Jangankan bersuara, untuk sekadar balas menatap mata Bu Iis pun mereka enggan. Percaya atau tidak, tatapan Bu Iis itu lebih mematikan ketimbang tatapan Medusa.

"Ibu benar-benar kecewa. Hal yang kalian lakukan itu sangat melecehkan bangsa Indonesia! Bagaimana kalau sampai para pahlawan tahu bahwa generasi penerus bangsanya seperti ini? Kalian itu ...," Bu Iis geleng-geleng kepala tak habis pikir. "benar-benar kacau."

"Maaf, Bu."

Hanya dua patah kata itulah yang mampu Dila suarakan setelah nyaris setengah jam berada di ruang BP dan diceramahi habis-habisan oleh Bu Iis tentang bagaimana menjadi warga negara Indonesia yang baik.

Diam-diam Dila mengumpat dalam hati, melirik dongkol cowok di sebelahnya yang justru tampak tak bersalah sama sekali.

Ini semua gara-gara Delo! Kalau bukan karena cowok itu yang kelewat iseng mengambil rok abu-abu Dila lalu mengeretnya di tiang bendera, mungkin saat ini Dila sudah duduk manis di kelas sambil sibuk menyimak pelajaran berikutnya.

Ina sih enak, dia langsung kabur tepat sedetik setelah Bu Iis datang menyergap anak-anak yang asik bergerombol di lapangan ketika jam pelajaran sedang berlangsung.

"Ya sudah, kalian boleh kembali ke kelas. Ini Dila, rok kamu. Cepat sana ganti baju."

Dila tersenyum kecil, lantas mengangguk singkat lalu buru-buru mengambil rok abu-abu yang disodorkan Bu Iis. Sementara itu, Delo yang sudah lebih dulu berjalan keluar ruang BP kini terpaksa harus menghentikan langkah sewaktu mendengar Bu Iis malah kembali memanggil namanya.

"Sini kamu." Bu Iis mengayun-ngayunkan tangannya sembari tersenyum manis, mengisyaratkan agar Delo mendekat.

Sebenarnya, kalau aja tempramen Bu Iis enggak sesensitif kucing yang lagi hamil, mungkin bakalan ada banyak murid cowok yang menggoda guru muda itu, mengingat wajahnya yang memang di atas rata-rata guru kebanyakan.

Tapi ternyata, pribahasa don't judge book by it's cover memang benar adanya. Cover sih boleh malaikat, tapi dalamnya? Setan!

Dengan tampang polos bercampur heran, Delo melangkah menghampiri Bu Iis. "Kenap—“

"Sudah berapa kali Ibu bilang? Tidak boleh ada siswa berambut gondrong di sekolah ini! Cukur atau Ibu botakin kepala kamu?!"

Belum sempat Delo menyelesaikan kalimatnya, Bu Iis sudah lebih dulu menarik kuping cowok itu ke atas dengan sadis, sukses membuat Dila yang berdiri di tak jauh dari sana langsung cekikikan karena melihat Delo meringis kesakitan.

"Eh, iya, Bu. Entar saya potong!" Sambil meringis menahan nyeri di kupingnya yang dijewer, Delo mengacungkan jarinya membentuk huruf V. "Sumpah!"

"Sumpah kamu bakalan cukur rambut?"

"Sumpah ini sakit!" Dengan tampang memelas, Delo menunjuk-nunjuk kupingnya yang mulai memerah.

"Ya sudah, biar Ibu tambah lagi, ya?" kata Bu Iis penuh penekanan, lengkap dengan senyum manisnya yang mampu membuat siapa saja bergidik ngeri.

"Eh, iya, nanti saya cukur rambut!"

Dila susah payah mengatupkan mulutnya untuk menahan tawa, namun ekspresi memelas sekaligus polos yang Delo tampilkan malah membuat tawa Dila semakin tak terkontrol.

ElegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang