"Dila."
"Apa?"
"Kita bisa balik lagi, nggak?"
Untuk sesaat, Dila bisa merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak. Paru-parunya mendadak tak berfungsi. Lidahnya tiba-tiba terasa kelu. Kata-kata yang terlontar dari mulut Delo barusan berhasil membuat tubuh Dila menegang seketika.
"B—balik?" Dila tergagap.
Delo mengangguk. "Iya. Boleh, enggak?"
Dila gelagapan. Cewek itu mati kutu. Walaupun selama ini Dila tahu bahwa Delo sedang berusaha untuk memperbaiki hubungan di antara mereka, tapi Dila tak pernah menyangka bahwa waktu yang Delo butuhkan untuk mengajak Dila balikan adalah sekarang ini.
Terang aja, kerja tubuh Dila pun mendadak tak sinkron dibuatnya. Otak Dila bilang, dia harus segera menolak Delo mentah-mentah. Kalau perlu, detik itu juga, Dila lebih baik lompat dari sepeda Delo dan pulang sendiri dengan mencegat angkot yang lewat.
Tapi di sisi lain, hati kecil Dila malah ingin menyanggah. Dia bilang, Dila harus memikirkan ucapan Delo barusan baik-baik. Karena tak dapat dipungkiri, sebenarnya Dila pun sedikit enggan untuk bilang 'tidak'.
Setelah mengalami dilema yang cukup hebat, Dila pun akhirnya memantapkan pilihan.
Otaknyalah yang menang.
"Enggak. Enggak bisa. Turunin gue di sana," kata Dila akhirnya.
Delo menurut. Cowok itu segera menepikan sepedanya dan menatap bingung ke arah Dila yang mendadak ingin turun dari sepeda.
"Kenapa?" tanya Delo heran.
"Enggak bisa, Del. Lo ngerti enggak, sih? Kalau niat lo ngajak gue pulang bareng cuma buat ngajak balikan, mending gak usah. Percuma. Harus berapa kali sih gue bilang?" cerocos Dila lelah.
Delo diam. Tidak merespons.
Satu detik. Dua detik. Cowok itu masih tak bereaksi. Barulah di detik kelima, Delo mulai mengedip dan menatap Dila tak mengerti.
"Maksudnya ... balik lagi ke sekolah. Ada yang ketinggalan," kata cowok itu polos.
Wajah Dila seketika datar.
"Oh." Kemudian, cewek itu mulai terkekeh garing sendiri. "Hehe. Balik lagi ke sekolah. Hehe." Lambat laun, kekehan itu perlahan berubah menjadi tawa. "Hahaha ... balik lagi ke sekolah...."
Tawa Dila semakin mengeras seiring dengan wajahnya yang berubah merah padam. Malu! Dila benar-benar malu abis! Enggak ada kata yang cocok untuk mendeskripsikan perasaan Dila saat ini selain kata malu!
Masih seperti dulu, Dila kebiasaan membuat malu diri sendiri setiap berada di depan Delo. Dan efeknya, karena rasa malu itu, Dila pun mendadak jadi ingin marah-marah sendiri.
"Ah! Emang barang apaan sih yang ketinggalan?!"
Tawa Dila seketika terhenti. Dalam sekejap, wajah yang tadinya haha-hihi dengan kikuk itu, kini berubah cepat jadi masam.
"Tas."
Dila terbelalak. Spontan, matanya langsung beralih pada tubuh Delo yang tidak menenteng tas satu pun. Makin-makin aja Dila ingin mengamuk.
"Gimana sih! Masa lo pulang tapi tasnya lupa masih ada di sekolah?!"
Delo cengengesan. "Iya, soalnya tadi pas bel pulang, enggak sempet beres-beres dulu, malah langsung ke parkiran."
"Tuh kan, jadi gini! Tas segala ketinggalan! Lagian ngapain langsung ke parkiran sih?!"
"Kalau enggak gitu, Dila pasti langsung kabur lagi!" Wajah Delo malah ikutan jadi tertekuk seperti Dila.
Ternyata, Delo juga masih seperti dulu. Sama tulalitnya.
* * *
Daftar Anak-anak Yang Wajib Diundang Pas Nikahan Nanti
1. Ina 5. Vani
2. Yola 6. Nino
3. Rudi 7. Dea
4. Sisi
Usai mengetik nama teman-teman dekatnya di kolom pesan singkat, Dila lantas mengirimkan SMS tersebut kepada teman-temannya yang ada dalam daftar nama itu.
Gara-gara Vani mendadak membicarakan topik reuni-SMU-bareng-suami-nanti pada saat jam istirahat tadi siang, Dila jadi berinisiatif untuk menuliskan daftar nama teman-temannya yang wajib diundang saat ia menikah beberapa tahun kemudian. Padahal, baru juga masuk SMU—masih kelas satu, pula!—tapi Dila nggak tahan kalau terus diam saja tanpa menggerakkan tangannya untuk menulis beberapa nama yang menjadi teman dekatnya.
Yah, sebenarnya tujuan Dila repot-repot mengetik itu semua cuma untuk berjaga-jaga sih. Barangkali saat ia sudah dewasa nanti dan jadi wanita karier, Dila malah lupa dengan teman-teman dekatnya di SMU dan tidak mengundang mereka ke acara nikahan. Jadi, sebagai persiapan di masa yang akan datang, Dila pun memutuskan untuk menulis daftar anak-anak yang wajib diundang.
Tapi, bisa juga sih alasan kenapa Dila membuat daftar itu adalah semata-mata karena cewek itu enggak punya kerjaan.
Setelah mencari nama Dea dalam kontak nomor telepon, Dila lantas mengirimkan lagi SMS berisi daftar anak yang akan diundangnya itu.
Dila: itu daftar anak yg mau gue undang. Tadinya gue mau masukin nama Delo jg ke sana, tp gue baru inget, Delo kan yg ngadain acara nikahannya brg gue hahaha
Dila asik terkikik sepanjang menunggu balasan dari Dea. Dila yakin, pasti setelah ini, balasan pesan dari Dea tidak jauh dari mengejek Dila yang mimpinya ketinggian.
Nikah bareng Delo? Impossible banget! Dila pun diam-diam menyetujuinya dalam hati.
Di sekolah, Delo itu banyak disenangi oleh cewek-cewek. Mereka bilang, muka Delo itu enggak bikin bosen. Enak buat dilihat.
Selain itu, polah Delo yang kadang-kadang kikuk nggak jelas juga benar-benar cocok banget dengan wajahnya yang polos, sukses membuat cewek-cewek di sekolah merasa gregetan sendiri setiap kali melihat Delo balas tersenyum pada anak-anak cewek yang terkadang iseng menyapanya.
Dan Dila benar-benar bersyukur karena bisa melihat senyum itu nyaris setiap hari, setiap jam, sampai bahkan setiap detik. Entah ketiban durian runtuh dari RT mana, yang pasti, begitu Dila melihat ada salah satu anak cowok yang enak dipandang masuk ke kelasnya sewaktu awal pembagian kelas satu dulu, Dila merasa jadi cewek terhoki yang pernah ada.
Saking hokinya, Dila bahkan sampai bingung harus menatap ke depan untuk melihat materi dari guru, atau menatap ke belakang untuk melihat senyum dari sang penyejuk hati.
Di saat sedang sibuk melamun tentang Delo dan segala kelucuannya, hape Dila mendadak berbunyi, menandakan ada pesan singkat yang baru masuk. Dengan cepat, Dila segera menyambar hapenya yang ada di bawah bantal lalu buru-buru membuka pesan tersebut. Dila benar-benar nggak sabar membaca pesan balasan dari Dea yang pastinya berisi umpatan dan makian.
Namun begitu dilihatnya yang barusan itu hanyalah pemberitahuan pesan terkirim, Dila langsung mendesah kecewa lalu kembali menaruh ponselnya di bawah bantal. Tapi ... sebentar!
Tiba-tiba saja, seperti baru tersadar dari sesuatu, Dila buru-buru mengambil ponselnya lagi lalu melotot begitu melihat sederet tulisan yang tertera di layar ponsel.
Delivered to Delo
Salah kirim! Dila menjerit histeris sendiri dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi
Teen FictionMencuri umpan bola dari lawan? Itu sih gampang! Mencuri mangga tetangga sebelah? Duh, cetek banget. Tapi mencuri perhatian Dila? Delo harus mati-matian jungkir balik supaya cewek itu bisa meliriknya barang sedetik saja. Orang bilang, balikan dengan...