"Maaf nak, Vanessa siapa?" tanya Bunda prilly.
Prilly dan Teresa ingat bahwa Ali juga pertama mengatakan nama Vanessa. Prilly dan Vanessa saling bertatapan seolah memberi arti. Bunda prilly mengerutkan keningnya.
"Em.. Bukan siapa siapa kok bun. Teresa keluar sebentar ya hehe" ucap Teresa lalu langsung menarik tangan Aldo keluar. Aldo meringis. Setelah mereka cukup jauh dari ruang rawat Prilly, Teresa menatap Aldo tajam.
"Lo ngapain sih pake panggil Prilly vanessa vanessa segala" omel Teresa.
"Res, dia itu Vanessa bukan Prilly. Percaya sama gue!" ucap Aldo yang sangat yakin.
"Dia itu Prilly. Kalo lo gak percaya, liat aja ktp nya, disitu ditulis nama Prilly Karnesia Syarina, bukan Vanessa" ucap Teresa. Aldo mengusap wajahnya kasar. Ia berfikir apa dia salah liat. Tapi ayolah, itu Prilly bukan Vanessa.
"Ckk tapi.." belum sempat Aldo melanjutkan kata katanya, Teresa sudah memotongnya duluan.
"Gak ada tapi tapian. Lo itu baru kenal Prilly tadi. Jadi lo gak usah sok tau. Dah, pulang sana!!" ucap Teresa ketus sambil menyilang tangannya di depan dada. Aldo mengangkat alis nya sebelah.
"Lo ngusir gue?" ucap Aldo sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya emang kenapa?" ketus Teresa.
"Yaudah gue pulang. Ucapin salam gue buat siapa itu pri pri apa? oh ya Prilly, sama bundanya juga" ucap Aldo lalu berjalan meninggalkan Teresa dibelakang.
"Kalau jodoh, kita bakalan ketemu lagi" ucap Aldo namun Teresa mendengarnya.
"Ngomong apa lo?" Aldo menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Bukan apa apa" ucap Aldo lalu pergi dari hadapan Teresa. Teresa membuang nafasnya kasar. Dia harus mencari tahu tentang Vanessa itu.
* * *
"Sebenernya ada apa sih Prill?" tanya Bunda Ully.
"Gak ada apa apa kok bun" ucap Prilly.
"Permisi" dokter Hastriani tiba tiba datang dengan senyum ramahnya.
"Permisi ibu, saya mau periksa Prilly dulu" Bunda Ully mengangguk mendengar ucapan Dokter Hastriani. Dokter Hastriani mengecek keadaan Prilly lalu tersenyum.
"Ibu, sekarang Prilly sudah diperbolehkan pulang karna kondisinya sudah membaik. Tetapi Prilly tidak boleh kecapekkan dan saya akan memberikan obat pereda nyeri" jelas dokter Hastriani.
"Iya dok terima kasih" ucap Bunda Ully. Dokter hastriani mengangguk dan tersenyum, lalu keluar dari ruangan Prilly. Prilly memberanikan diri untuk bangun dan turun. Bunda ully membantunya untuk berdiri."Prill, bunda bereskan baju baju kamu dulu" Prilly mengangguk. Tak lama kemudian Teresa datang.
"Loh kok bunda udah masukin bajunya"
"Gue sekarang udah dibolehin pulang res" Teresa mengangguk mendengar ucapan Prilly barusan.
"Prilly, ini bunda udah masukin baju kamu ke dalam tas. Apalagi yang kurang? Udah semua kan?" Prilly mengangguk.
Teresa merangkul Prilly jalan sambil menenteng tasnya sampai ke mobil Teresa. Prilly masuk ke dalam mobil. Teresa menghampiri bunda ully dan membantunya memasukkan tas berisi baju baju ke dalam bagasi mobil.
* * *
Aldo berlari tergesa gesa. Ia segera memasukki rumah megah milik Ali. Beruntung mbok inah cepat membukakan pintu. Aldo mengetuk ngetuk pintu kamar Ali. Tak lama ali membukakan pintu. Aldo langsung menerobos masuk ke dalam.
"Etdah lo maen masuk aja" Ali menutup pintu lalu berbalik menatap Aldo yang duduk di sofa sambil mengatur nafasnya yang tersenggal senggal.
"Kenapa sih? Kayak abis dikejar setan aja lo"
"Itu ta..di gue ketemu sama orang yang mirip banget sama Vannesa" ucap Aldo.
"Siapa?" Ali sengaja berpura pura tidak tahu. Padahal, dalam hatinya Ali menebak nebak kalo orang itu adalah Prilly. Siapa lagi yang mirip dengan Vanessa kecuali Prilly?
"Namanya ly ly sapa gituh lupakan gue" Aldo menepuk dahinya.
"Prilly kali" ucap Ali santai membuat aldo sontak melebarkan matanya.
"Demi apa?"
"Demi lovato"
"Ihhh dodoool gue serius"
"Serius amat"
"Lo ya dasar manusia es"
"Lo lelaki bersifat perempuan"
"Ahh jelek lo dasar"
"Lo apalagi"
"Haaaaa Aliando udah cukup kek. Capek gue kalo berdebat sama lo.kalah mulu" Ali terkekeh melihat kelakuan sahabat nya ini.
"Bomat nih...lo cerita sama gue sekarang. S-E-K-A-R-A-N-G"
"Oke oke" Ali pun menceritakan kepada Aldo tentang pertemuannya dengan Prilly.
* * *
Prilly melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 4 sore. Prilly memasukan kakinya kedalam air. Suasana sore hari membuatnya sedikit merasa lega karna bisa keluar dari rumah sakit yang berbau obat sangat Prilly benci. Teresa datang membawakan dua gelas orange jus di tangannya. Prilly menoleh ke arah Teresa yang menghampirinya. Teresa memberikan satu gelas orange jus pada Prilly. Dengan senang hati Prilly menerimanya. Teresa memasukkan kakinya kedalam air kolam renangnya dan duduk di samping Prilly. Rambut mereka berterbangan akibat angin. Prilly menatap lurus ke depan.
"Lo tau kenapa gue masih bertahan hidup selama ini res?" ucap Prilly pada teresa namun matanya masih memandang lurus ke depan. Teresa menoleh ke prilly dan mengerutkan keningnya. Prilly melirik teresa dengan ekor matanya. Seakan mengerti wajah bingung Teresa, Prilly melanjutkan kalimatnya.
"Gue bertahan hidup dengan penyakit gue selama ini untuk bunda dan ayah. Mati matian gue menahan sakitnya gue di depan mereka. Bahkan didepan orang orang yang gue sayang. Mungkin, mereka mengira kalo gue adalah orang yang kuat. Tapi gue gak sekuat sama apa yang mereka kira. Gue lemah" Ada air mata mengenang di pelupuk mata Prilly yang masih menatap lurus kedepan. Teresa menatap sahabatnya itu lirih.
"Karna gue sebenarnya sangat ingin membuang penyakit ini jauh jauh. Membuang penyakit ini dari tubuh gue untuk kalian semua. Tapi gue bisa apa? Gue hanya manusia biasa yang gak sempurna. Gue capek res, gue capek sama penyakit ini. Penyakit ini selalu bikin bunda nangis setiap melihat gue terbaring lemah" Kali ini air mata Prilly benar benar jatuh membasahi pipi chubbynya. Berusaha ia menahan air matanya agar tidak tumpah, namun Prilly tak bisa.
Teresa memeluk sahabatnya ini dan mengusap punggung Prilly. Ia pun ikut menangis.
"Gue udah gak bisa apa apa lagi res, gue udah gak bis..."
"Prilly stop!!" Teresa melepas pelukannya dan menatap Prilly tajam. Namun seketika tatapan itu berubah menjadi tatapan sendu.
"Lo gak perlu ngerendahin diri lo sendiri. Ini semua takdir prill, siapa orang yang bisa menghindari takdir? Gak ada. Sekarang lo tumpahin semua beban beban lo selama ini sama gue. Gue janji bakalan ada untuk lo. Nangis sepuas lo prill kalo itu bisa bikin lo lebih tenang" Prilly memeluk Teresa. Ia tak menyangka bahwa ada orang sebaik Teresa yang sangat baik padanya.
# # #
Segini dulu ya, lagi sibuk nulis chapter pertama 'Cinta kamu new version' dan lagi coba coba tulis cerita dengan genre horor.
Vote and Comment!!