Aku tak tahu harus memulai ceritaku dari mana. Yang jelas saat ini aku sedang dilanda perasaan yang aku sendiri tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku sendiri bingung apakah aku harus menyatakan perasaan ini padanya? Atau aku harus menunggu dia untuk menyatakan perasaannya padaku? Oh, itu hanyalah asa.
Aku, Adelia Putri Ananta. Seorang remaja yang ceria dan kekanak-kanakan, menurut kebanyakan orang yang mengenalku. Aku berusia enam belas tahun. Yups, saatnya menikmati masa-masanya jatuh cinta, kata Mama. Aku pikir jatuh cinta itu indah. Terlebih ketika aku melihat teman-temanku yang sedang dilanda perasaan cinta sering tertawa bahagia jika mengingat orang yang mereka cintai. Tapi ketika aku merasakan yang namanya jatuh cinta aku malah merasakan hal yang berbanding terbalik dari kebanyakan orang yang mengalaminya. Atau mungkin aku salah menjatuhkan hatiku padanya?
Dia, Asta Praba Paramudita. Sahabatku, teman sekelasku, kakakku dan dia adalah segalanya bagiku. Lucu dan tingkahnya yang konyol tak urung membuatku semakin nyaman jika bersamanya. Bercerita, tertawa, bernyanyi ku lakukan semua bersamanya. Tak salah bukan jika aku menyayangi? Hanya sebatas sahabat. Ingat! Hanya sahabat.
Awal aku mengenalnya ketika kita berada dikelas yang sama. Aku tak menyangka aku bisa di kelas yang sama dengannya. Karena sebelumnya aku sering memperhatikannya dari jauh waktu kelas sepuluh. Dia selalu bertingkah lucu yang membuatku selalu ingin memperhatikannya.
Persepsiku tentangnya benar. Dia adalah sosok yang lucu dengan mata sipitnya yang aku sukai. Pandai bergaul, senang dengan musik, bermain gitar adalah hobbynya. Ya, itu yang sangat membuatku tertarik. Aku senang bernyanyi dan dia senang bermain musik. Haha, serasi bukan? Sepertinya.
Seperti saat ini, aku memperhatikannya yang sedang memainkan gitar didepan kelas bersama teman-teman. Jarinya yang putih itu menyentuh senar gitar dengan apik. Mataku terhipnotis olehnya. Oh God, seandainya aku bisa bernyanyi dengannya. Ku rasa gampang jika aku mau usaha, apalagi aku adalah orang yang supel, pikirku.
Saat aku sedang menikmati lagu yang ia mainkan sambil terus menatapnya. Mataku bertemu tepat dengan matanya. Dia tersenyum padaku. Lihat! Dia tersenyum padaku. Ah tapi banyak orang dibelakangku. Aku menoleh kebelakang. Mencari tahu siapa yang diberikan senyum manis milik Asta itu.
"Woy! Adel!" teriak Asta dengan cengiran yang menambah kesan lucu pada dirinya.
"Gue?" tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri. Kau terkesan sangat bodoh, Adel.
"Iyalah lo! Siapa lagi. Dikelas ini cuma lo yang punya nama Adel," katanya sambil memutar bola matanya malas. "Jangan liatin gua terus, lo bikin gua grogi. Hahaha," lanjutnya yang membuatku kaget. Dia tahu jika aku memandanginya? Oh, sialan.
"Jangan kege-eran ya. Siapa juga yang liatin lo terus," aku berbohong. Tuhan, maafkan hambaMu ini.
"Beeuuh. Ya udah sini aja kita nyanyi bareng-bareng. Bukannya lo suka nyanyi? Gue sering liat lo upload video nyanyi lo di instagram."
"Males banget dah. Mending gua ke kantin. Bhhayy!" kataku sambil mengibaskan tanganku sebagai tanda untuk pergi. Dia hanya tertawa mendengar jawabanku.
Aku bergegas ke kantin meninggalkannya yang sedang tertawa. Aku harus pergi, jika tidak aku akan semakin tertarik padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendship And This Feeling
Teen FictionKetika aku jatuh cinta pada sahabatku sendiri. Terkesan wajar, namun terasa menyayat hati.