Melelahkan. Sungguh, siang ini benar-benar terasa terik. Bahkan aku bisa merasakan peluhku menetes di bagian punggung. Tiap Jumat selalu aku lalui seperti ini. Latihan paskibra sampai sesore ini, apalagi kami sedang mempersiapkan diri untuk lomba tingkat kota yang akan diselenggarakan dua minggu lagi. Tidak ada kata mengeluh lagi. Tidak ada kesalahan, atau latihan akan diulang dari awal. Secuil saja kesalahan dari satu anggota pada barisan, maka push up sebanyak 20 kali berlaku untuk semua anggota saat itu juga.
"Oke, latihan selesai," ujar pelatihku sembari menepuk tangannya sekali.
Kontan aku menghembuskan napas dengan kasar. Akhirnya, latihan selesai juga. Kaki dan lenganku sudah mulai pegal karena terlalu banyak mengayun. Setelah bubar barisan, aku berjalan menuju pinggir lapangan sembari mencari keberadaan tasku yang ditumpuk bersama tas milik teman-temanku yang lain.
Aku baru saja menyandarkan punggung pada kaki bangku yang berada di pinggir lapangan saat merasakan getaran yang berasal dari saku rokku. Dahiku mengernyit saat mendapati satu nomor tanpa nama di satu fitur pesan yang tertera di layar.
081805050xxx
Hai
Hanya tiga huruf yang tertera dan sukses membuatku bingung menerka siapa yang iseng mengirim pesan berisi satu kata sapaan seperti itu. Sembari meneguk air mineral di dalam botol, aku mengetikkan pesan balasan.
Siapa?
Satu kata saja cukup untuk membuatnya menjawab rasa penasaranku.
"Aku duluan ya," pamitku pada teman satu timku yang masih sibuk mengusap peluh yang mengalir di dahi mereka. Hilang sudah bedak yang mereka bubuhkan tipis-tipis tadi pagi.
*****
081805050xxx
Ini Niki, ya?
Refleks, aku berhenti mengeringkan rambutku yang basah dengan handuk saat mendapati satu pesan balasan tersebut. Pemilik nomor ini mengetahui namaku, tapi aku tak mengenalinya. Siapa? Seingatku aku tak memiliki teman sekelas yang deretan nomornya seperti itu. Aku bisa memastikannya karena ya, aku memiliki nomor semua teman sekelasku yang aku simpan di ponsel tanpa terkecuali.
Iya, ini Niki.
Sungguh, sebenarnya aku malas meladeni yang tak jelas seperti ini. Karena itu aku memutuskan untuk tak memberinya pertanyaan balik seperti menanyakan siapa si pengirim atau apa pun pertanyaan lain yang sejenis.
Belum sempat aku melangkah menjauh menuju kamar mandi untuk menyampirkan handukku kembali, ponselku lagi-lagi berbunyi. Tanpa berpikir panjang, aku menyambar ponselku yang tergeletak di atas bantal. Aku tersenyum tipis. Tak menyangka bahwa si pengirim masih bersikukuh untuk membalas pesanku. Menarik.
081805050xxx
Kamu gak mau tanya namaku? Btw, aku dapet nomermu dari Dika :)
Blah. Terkutuklah Bang Dika. Tanpa pikir panjang, aku membuka panggilan terakhir yang menampilkan sederet nomor dengan nama lengkap Bang Dika di layar.
"Halo."
"Bang Dika kasih nomerku ke siapa deh?" todongku langsung tanpa basa basi.
"Nomor?"
Aku berdecak kesal. "Tadi kelar aku latihan paskib, ada yang sms. Terus barusan katanya dia dapet nomerku dari Bang Dika. Siapa?"
"Apa sih Nik?"
Aku menggeram kesal. "Duh, seadainya ada predikat kakak kelas paling menyebalkan, sumpah aku bakal kasih predikat itu ke Bang Dika dengan senang hati."
Di seberang sana, aku mendengar tawa Bang Dika yang menggema. Bahkan aku tak mengerti bagian mana yang menurutnya lucu.
"Nanti juga tahu."
"Dih. Si—Halo?" Aku memandang layar ponselku yang kali ini berubah gelap. Sialan Bang Dika.
Belum sempat menelpon Bang Dika lagi, aku dikejutkan oleh satu pesan dari nomor itu—lagi.
081805050xx
aku Arya, Niki. Temen kelas Dika. Salam kenal :)
*****
a/n
hai, short story ringan. selamat membaca
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepingan yang Hilang
Truyện NgắnSampai waktu berjalan, aku selalu berharap bahwa kau akan kembali. Tapi dengan pengharapan yang makin besar pula, aku ditampar sekeras mungkin oleh kenyataan bahwa kau takkan kembali. Kau takkan mengucapkan 'Halo' lagi seperti saat kita pertama kali...