Malam semakin larut saat Prabu memarkirkan mobilnya di sebuah lahan kosong di pinggir kota, tempat pertemuan. Pria itu merogoh sakunya untuk mengambil ponsel dan menghubungi seseorang yang sedang ditunggunya saat ini. Belum sempat dirinya menekan nomor yang dituju, ponselnya sudah berdering terlebih dahulu.
"Halo..." sapa Prabu singkat, pandangannya kini menyapu sekitar sambil mengamati apakah ada orang lain dalam jarak pandangnya.
"Maaf aku lupa menghubungimu. Aku sudah sampai." Suara ceria Gia membuat Prabu tersenyum, namun dia kembali menjawab secara singkat,"Iya, tentu saja."
"Hanya itu yang bisa kamu katakan?"
"Syukurlah kamu selamat sampai tujuan," tambah Prabu masih tersenyum membayangkan raut kesal Gia saat ini.
"Semua lancar kan?" pertanyaan sederhana Gia seketika membuat Prabu waspada dan tanpa sadar merendahkan suaranya sambil bertanya maksud wanita itu.
"Berkas-berkas yang kamu masukkan ke catatan sipil?" tambah Gia, tidak menyadari perubahan intonasi suara Prabu.
Pria itu bersyukur dan menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan sang istri dengan suara lebih ringan, "Selamat! Kamu sudah resmi menjadi Mrs. Pratama, Gianna."
"Aku masih belum memutuskan status itu patut dirayakan atau sebuah kesalahan."
"Lihat sisi positifnya Gianna."
"Sejauh ini aku belum melihatnya," jeda sejenak sebelum Gia kembali bertanya, "kamu sedang di luar ya?"
Prabu menajamkan inderanya untuk mencari tahu apa yang mungkin di tangkap oleh telinga Gia di ujung sambungan lalu menjawab asal, "Pergi memancing dengan klien."
"Malam-malam begini?"
"Benar! karena sudah malam, tidurlah."
"Seharusnya yang benar itu, 'Sudah malam Gia, kenapa belum tidur? Jangan tidur terlalu malam. Tidak baik untuk kesehatan.'" Gerutu Gia tidak terima dengan jawaban Prabu.
"Anggap saja seperti itu... tidurlah."
"Astaga! baiklah, selamat malam Prabu. Jangan melakukan hal-hal aneh di luar sana dan jaga dirimu baik-baik." Gia memutuskan sambungan, meninggalkan Prabu yang terdiam sesaat masih menatap ponselnya.
Mungkin hari-harinya tidak akan begitu membosankan ke depan, batin Prabu. Pria itu kemudian memasukkan kembali ponsel miliknya ke saku celana, sepenuhnya lupa akan rencananya menghubungi seseorang yang sedang ditunggunya.
Tidak lama berselang, sebuah mobil berhenti tepat di sebelah mobilnya. Prabu membuka pintu mobil dan berjalan ke luar, menunggu di depan mobilnya sendiri sambil bersandar.
"Maaf terlambat, kasus yang kau serahkan sangat berat kali ini. Paman Jodi tidak mengijinkanku menemuimu sebelum bukti-bukti yang kau bawakan selesai kuurus." Pria itu merogoh saku celananya untuk mengambil rokok dan menghidupkannya tanpa menunggu jawaban Prabu atas permintaan maafnya.
"Bagaimana dengan perusahaanku?"
"Kami sangat berhutang pada perusahaanmu, bagaimanapun juga semua kasus yang berhasil kami selesaikan juga atas bantuan Ceannaire. Selama perusahaanmu bersih dari... Kau taulah, bukti-bukti yang kau bawakan pada kami. Usahakan agar perusahaanmu tidak melakukan hal yang serupa."
"Akan kuusahakan." Jawaban singkat Prabu membuat pria di sebelahnya berhenti bicara. Keheningan perlahan menyelimuti mereka. Prabu yakin masih ada yang ingin diutarakan rekannya itu, namun dirinya lebih memilih menunggu dalam diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love (The Sisters #2)
RomantizmGianna Andreas Mahardika, putri sulung dari tiga bersaudara merasa dirinya harus berbuat sesuatu untuk kedua adiknya. Terlahir di keluarga yang cukup unik membuatnya dan adiknya tidak percaya akan cinta yang "biasa" sehingga memilih untuk tidak pedu...