Vote before read. Sorry for typo(s)! Enjoy :)
Semuanya ada di situ. Kedua puluh satu peserta sudah berdiri di sana ditambah dengan jutaan penonton yang menyaksikan awal permainan ini. Entah ini hanya perasaanku saja atau mereka memang menatapku sinis."Selamat pagi hadirin! Selamat datang kembali ke permainan klasik yang sempat terhenti selama 5 tahun!"
Beberapa dari peserta mendecih dan mengalihkan pandangan mereka dari pria tersebut dan semua penonton justru memberi tepuk tangan dengan antusias.
"Well, kalau begitu langsung saja kita mulai dengan peserta-peserta tahun ini!"
"Distrik 1 dengan keahlian berburu. Keahlian yang selalu diandalkan oleh distrik 1. Phoebe Mills, Lily Rose, dan Nathanael James!"
"Distrik 2 dengan keahlian mencuri. Berhati-hatilah dengan distrik 2 karena mereka bisa mencuri segala sesuatu dengan mudah! Justin Bobs, Violet Lim, dan Sam William!"
"Distrik 3 dengan keahlian menyusun strategi. Shawn Mendes, Harry Styles, dan Tuppence Middleton!"
"Distrik 4 dengan keahlian memecahkan kode. Sebuah keahlian yang keren dan akan sangat dibutuhkan! Logan Lerman, Ansel Elgort, dan Katherine McNamara!"
"Distrik 5 dengan keahlian bela diri. Mark Boston, Bill Wes, dan Gordon Robinson!"
"Distrik 6 dengan keahlian senjata. Sangat mudah beradaptasi dengan segala macam senjata dari peradaban lalu maupun sekarang. Harriet Cliff, Michelle Moretz, dan Teresa Middleton!"
"Distrik terakhir! Distrik 7 dengan kecerdasan dan kemampuan mengingat mereka yang spektakuler! IQ mereka jauh di atas rata-rata dan kuharap mereka bisa berhasil dengan cepat nanti. Dylan O'Brien, Ki Hong Lee, dan yang terakhir adalah Thomas Brodie-Sangster!"
Semua penonton memberi tepuk tangan yang sangat meriah. Namun mataku sempat menangkap ada beberapa pasang mata yang justru menangis, mungkin mereka adalah salah satu keluarga kami.
Aku mengedarkan pandanganku lagi dan, itu Kaya.
Aku mengatakan 'aku baik-baik saja' padanya sesaat sebelum pembawa acara menyuruh kami memasuki ruangan kami masing-masing.
Kami melewati sebuah lorong yang cukup gelap dengan tujuh pintu berbeda di sisi-sisinya.
Distrik satu.
Distrik dua.
Distrik tiga.
Semuanya lengkap sampai tujuh.
"Ini ruangan kita" kata Ansel menyadarkan lamunanku.
Kami bertiga masuk ke ruangan kami, distrik empat.
"Hanya ini?" tanyaku tak percaya.
Ruangan itu hanya berisi tiga buah kursi, tiga buah gelas beserta air, tiga bungkus sereal, sebuah televisi, dan--
"Kapsul?" tanya Logan mendahuluiku.
DERT, DERT
Televisinya berbunyi dan spontan kami bertiga menoleh ke arah televisi.
"Please take a seat, guys. Jangan tegang seperti itu. Aku hanya akan menyampaikan beberapa hal"
Kami bertiga duduk di kursi yang telah disediakan, sadar jika wanita itu akan menyampaikan poin-poin penting dalam permainan ini dan artinya kami harus menyimaknya.
"Pertama, kapsul yang ada di sebelah barat televisi ini. Kapsul itu adalah sebuah elevator yang akan membawa kalian ke arena 21 menit lagi, karena hari ini adalah tanggal 21!"
Wanita di televisi itu tertawa hambar.
"Kapsul itulah yang akan membawa kalian pulang kemari jika nanti kalian menemukannya. Kapsul itu memiliki alat pendeteksi chip yang ada di tengkuk kalian. Setiap kapsul dari setiap distrik hanya bisa digunakan oleh peserta dari distrik itu. Pintu kapsul akan membuka untuk kedua kalinya ketika kalian membawa piala itu. Hal ini dilakukan agar peserta tak dapat melarikan diri"
Sudah sepanjang itu dan itu baru yang pertama? Ada berapa banyak peraturan?
"Kedua. Ketika kalian sampai di arena, kalian tidak akan bertemu peserta dari distrik lain. Setiap distrik akan ditempatkan di tempat yang berbeda. Namun, kalian akan tetap bertemu di pusat arena pada saat pengiriman perbekalan makanan setiap satu minggu sekali"
"Cih, peraturan macam apa itu" Ansel mendecih.
"Sudahlah, diam dan dengarkan saja" kata Logan ketus.
"Ketiga. Permainan ini memperebutkan satu buah piala yang telah diletakkan di titik tertentu. Ketika kalian sudah mendapatkan piala itu, kalian harus kembali ke tempat kedatangan kalian karena kalian hanya akan bisa pulang dengan kapsul yang sama"
Kenapa peraturannnya begitu susah dan rumit? Memangnya arenanya seperti apa?
"Keempat. Dalam permainan ini, hanya akan terdapat seorang pemenang. Tidak ada dua atau lebih. Lalu bagaimana caranya? Gunakan apa yang kalian miliki. Bunuh jika diperlukan"
"Membunuh???!!!!!" pekikku.
"Tidak, aku tidak mau!!" kataku lagi.
Aku berdiri dan berjalan ke pintu.
Sial. Pintunya terkunci.
"Ini takdir kita, Kath. Kita memang harus ikut serta dalam permainan konyol ini"
"Tapi aku tak mau membunuh, Logan"
"Sudahlah, Kath. Jangan merengek dan menangis. Jika kita merencanakan segala sesuatu dengan pas, kita tidak perlu sampai membunuh mereka dan kita tidak akan terbunuh" jelas Ansel.
"Tapi mustahil untuk tidak dibunuh dan membunuh! Pemenangnya hanya satu, Ans!" pekikku penuh nada kefrustasian.
"Kelima. Bentuk arena akan berubah setiap malam. Gunakan daya ingat kalian untuk mengingat perubahan arena"
"Sial! Kenapa arenanya harus berubah?" gerutuku yang semakin frustasi.
Peraturannya benar-benar sulit. Ini gila! Jika aku mengetahui peraturannya, mungkin aku sudah membunuh diriku sendiri pada hari di mana kodeku terpilih.
"Kupikir lebih baik kalian masuk ke dalam kapsul karena waktu keberangkatan 3 menit lagi. Semoga berhasil di arena"
Televisi itu mati diiringi dengan langkah Ansel memasuki kapsul. Logan pun melakukan hal yang sama.
"Kath, ayo" kata Logan.
Aku menggeleng cepat.
"Kath, jangan bersikap seperti anak kecil. Waktumu untuk masuk kemari hanya tinggal 2 menit kurang 20 detik"
Aku tak mau. Aku takut.
"Katherine McNamara" kata Ansel menekan ucapannya.
Aku takut. Aku tak akan melakukan hal ini.
JLEB! WOOSHH!!Dalam satu kedipan mata, kami bertiga sudah ada di arena. Logan menarikku ke dalam kapsul tepat sebelum pintunya menutup.
"Hey, aku mau pulangg!!!!" rengekku memukul-mukul pintu kapsul yang sudah menutup rapat lagi.
"Berhentilah merengek, Katherine! Aku muak!" bentak Ansel.
"Ansel benar, Kath. Lebih baik kau melihat seperti apa arena permainan ini" tambah Logan.
Aku menoleh ke belakang dan--
"Apaaaaaaaa???????!!!!!!!"
TO BE CONTINUED.
Salam sayang,
Cornelia - Fitri :*