[Part 6] Padhang ing Peteng ~ Terang dalam gelap

7.5K 679 53
                                    

Wosipun inggih punika ngupadosi

Padhang ing peteng

Seneng ing sengsara

Tunggaling sewu yuta

Yang jelas ialah mencari

Terang dalam gelap

Senang dalam sengsara

Ribuan juta contohnya

---

Bram menatap langit dari rooftop kantornya.

Sudah dua hari dia tidur di kantor. Kantor pemasaran Zenith di Yogyakarta memang sudah menjadi rumah kedua baginya. Sementara kantor pusat Zenith di Surabaya yang juga dekat dengan lokasi pabrik produksi hardware yang dikembangkan sang ayah sejak puluhan tahun silam, sekarang telah diawasi oleh adik angkatnya, Anthony Sahadewa. Anton telah menamatkan kuliahnya di Fakultas Hukum di Unair dan Teknik Informatika di ITS nyaris bersamaan. Bahkan tengah menempuh S2 Magister Ilmu Hukum di universitas yang sama walaupun tugasnya telah begitu padat. Seiring berkembangnya Zenith, yang telah diperkenalkan Dewangga sejak Bram lulus S1 Elektronika di JTETI UGM hingga meneruskan jenjang magister mengambil Computer Science di Epita, Zenith telah berkembang sangat pesat. Karena itulah Bram membangun La masion, sebuah rumah kecil di atap gedung pencakar langit Zenith karena pekerjaan besar Zenith yang mengharuskannya lembur di tahap-tahap awal perkembangan Zenith sebelum semuanya terstruktur rapi seperti sekarang. Bagian paling atas memang sengaja dibuat bangunan semacam rumah, rumah mungil di atas gedung yang menjadi tempat pelarian Bram selama ini. Jika dia bosan di rumah atau butuh tempat persembunyian, rooftop ini selalu menjadi andalannya.

Sebenarnya tidak ada lagi lemburan yang harus dikerjakannya sehingga dia menginap di gedung pusat Zenith Corporation, tetapi karena dia mencoba menjauh dari rumah, rumah Kotagede tepatnya. Dipandangnya smartphonenya dengan galau. Beberapa kali dia ingin mengirimkan pesan pada Medinna, tapi tidak sampai hati. Jemarinya mengetuk touchscreen dengan bingung.

"Oke, gadis itu memang istriku, tapi bukan istri yang sebenarnya. Jadi buat apa aku mengabari ini dan itu? Hubungan kami akan berakhir bulan depan. Aku lelaki yang tidak lagi memiliki hati, aku memahami gadis itu bisa saja tertarik padaku, dan itu membuat keadaannya lebih menyedihkan nanti. Aku tidak bisa membalas perasaannya..."

Batin Bram bergejolak, antara menjauhi Medinna tapi hati kecilnya merindukan rumah, dimana ada seseorang yang menyambutnya dengan hangat di rumah. Tempat dimana seorang istri mengolah masakan rumahan untuknya. Mungkin dia sudah mulai terbiasa dengan Medinna. Tapi dia tidak bisa membiarkan dirinya terbiasa. Bram benar-benar tidak mengerti dengan perasaan-perasaan aneh yang sedang menderanya dan mengabaikan semua perasaan itu dengan fokus pada pekerjaannya.

Bramantya lupa, apa saja yang ada di dunia ini relatif, gelap-terang, suka dan sengsara, sehat-sakit, hujan-panas, senang dan sengsara. Senang terus tidak ada, begitupun juga kesengsaraan yang abadi. Dia masih merasakan kedukaan akibat luka masa lalunya sehingga tidak mampu memberanikan diri keluar dari kegelapan hatinya. Seharusnya dia memahami, senang dan sengsara harus diterima seperti apa adanya, kedua-duanya membawa manfaat dan di dalamnya ada hikmah yang tersembunyi.

Tanpa lelaki itu sadari, seseorang jauh di sana juga merasakan kegundahan. Hanya saja jika Bram tak sanggup mengetikkan kabar, sang istri justru sebaliknya. Medinna menggenggam smartphone biru itu setiap saat. Tapi tidak ada satu pesanpun yang masuk. Hanya ada satu nomor di HP nya. Hanya ada satu kontak di WAnya. Dipandanginya lambang elang perak Zenith Corporation di display picture lelaki itu, gambar yang tak pernah berubah. Bahkan lelaki itu tidak pernah update status. Nama di DP nya Bram Dewangga. Berjam-jam diliriknya WA dan tidak ada perubahan.

US - Cold Hearted [ NOVEL INI SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang