Part 3 ~ Kapirangu

2.3K 161 18
                                    


Dalam sebuah hubungan

Tak boleh ada keraguan

Karena hati

Sangatlah rapuh

---

"Makanya, sepulang dari luar negeri jangan langsung ngamar mulu...weird banget!" Pram menegur Mitha yang malah manyun. Lalu dilihatnya laptop Mitha dan Pram kaget.

"Itu kan foto bodyguard si Bram, lu naksir Anton, Mit?"

"Bukan naksir lagi keles, kenalin, calon ipar kamu!" gerutu Mitha.

"A..apa?? Mitha, dengerin aku baik-baik. Kita ini bangsawan, walaupun tidak setinggi Klan Dewangga sih, tapi keluarga kita nggak mungkin ngijinin kamu nikah sama orang sembarangan!"

"Anton bukan orang sembarangan kok, belum terkuak aja jati diri dia yang sebenarnya, lagian aku ini cuma seorang wanita. Yang nikahnya direncanain sama keluarga itu kamu Pram, karena kamu anak lelaki. Sebagai perempuan, aku bebas nikah sama siapa saja."

"Iya sih, tapi ini Anton loh, nggak ada yang lebih baik, gitu? Dia hanya anak angkat, tanpa gelar..."

"Bukan urusanmu, Pram! Kalau takdir dia bakalan jadi iparmu, keluarga kita juga nggak bakalan bisa ngelawan takdir!"

Pramudya mencibir, Paramitha memang indigo, kdang aneh, tapi ucapanya sering banyak benarnya. Kadang kebenaran itu menakutkan.

"Pram..."

"Hmm?"

"Nggak usah ngestalk Utari, bentar lagi Uncle Er bakalan merawanin dia, oh ya, nasibmu jadi Jones masih lama Pram, calon istrimu sekarang lagi duduk di bangku SD. Sekarang dia masih kelas satu. Umur kalian memang selisih sepuluh tahun..."

Mereka saling berpandangan dan Pram begidik melihat Mitha menatapnya dengan serius.

"Ti...tidak mungkin...."

"Terserah kau percaya atau tidak...selamat menjomblo sampai lumutan, Pram!"

Pramudya membanting pintu kamar Mitha sambil bersumpah serapah memakai bahasa Inggris, Paramitha terkikik geli.

---

Najwa meraba perutnya yang semakin terasa membesar. Lalu meraih surat-surat dari lelaki misterius itu.

Sebenarnya lelaki itu sudah bertanya dalam suratnya.

"Maukah anda bertemu dengan saya?"

Tapi Najwa masih ragu. Jika benar lelaki itu Bramantya, apakah...Medinna akan mengijinkan lelaki itu menikah lagi? Dengan kondisinya sekarang?.

Usia kandungan Najwa sudah enam bulan dan dia tidak bisa menunda lagi. Lelaki baik ini menawarkan namanya melekat di nama bayi Najwa kelak, apa yang diragukan lagi? Ayahnya sudah menjamin kebaikan lelaki ini, dan Najwa merasa lelaki ini sangat mirip karakternya dengan Bramantya, tapi apakah mungkin?.

Najwa melihat suster masuk bersama seorang wanita.

"Assalamualaikum..." Medinna mendekati ranjang Najwa dan menggenggam tangan wanita itu. "..akhirnya aku diijinkan bertemu denganmu juga, aku senang kondisimu sudah baik sekarang..."

"Waalaikum salam...", Najwa mengernyit. "Memangnya, ada larangan dokter aku tidak boleh ditengok?"

"Iya, hanya ayahmu yang boleh menengokmu, penjagaanmu ketat."

Medinna tersenyum. "Jika tidak, maka aku akan selalu menemanimu...kau tahu? Mengesalkan saat aku hanya boleh melihatmu dari luar saja, tapi syukurlah, semua baik-baik saja sekarang...aku tahu kau wanita yang kuat, Najwa"

Najwa melihat ke arah Medinna dan melihat ada yang salah.

"Perutmu? Apakah....kejadian waktu itu juga mencelakakanmu?"

Medinna menggeleng. "Sedikit pendarahan tapi tidak apa...aku hanya bedrest beberapa minggu, Wisnu lahir dengan selamat setelahnya."

"Wisnu?"

"Nama anakku, dia lahir beberapa minggu yang lalu..." Medinna mengelus perut Najwa. "...menjadi ibu, akan menakjubkan, Najwa."

Wajah Najwa berubah sedih dan kesal. "Jika melahirkan anak dari seseorang yang kaucintai, maka itu kebahagiaan paling besar dalam hidupmu, tapi dalam kasusku, bapak anak ini baru akan ketahuan saat dia lahir nanti, itupun dia tidak akan bertemu ayah kandungnya kelak!"

Medinna tercekat. "Najwa, please, jangan ngomong gitu, jangan ngomong yang sedih-sedih ya, aku akan selalu bersamamu. Kamu harus kuat."

Najwa melirik surat-surat di nakas.

"Dinna, lihat surat-surat dalam sampul putih itu....bacalah..."

"Bolehkah?"

"Aku mau minta pendapatmu setelah kau membacanya."

Medinna mengambil salah satu surat dan membacanya, tiba-tiba dadanya terasa sesak dan wanita itu memangis.

"Kenapa? Apa kau mengenali tulisan itu?"

Medinna menggeleng.

"Aku memang tidak pernah melihat tulisan ini, tapi aku tahu siapa yang menulis, dia lelaki yang baik Najwa. Kuharap kau bisa menerimanya dan aku yakin dia bisa menjadi ayah yang baik untuk anakmu nanti."

Medinna menggenggam tangan Najwa dan menatap mata gadis itu dalam-dalam.

"Kumohon, bertemulah dengannya dan jadikan dia imam hidupmu."

Najwa memejamkan mata, miris. Tapi dia memang harus menanyakannya.

"Apakah pria itu Bramantya? Dia bilang dia adalah lelaki yang menolongku, sebelum aku pingsan, wajah yang terakhir kulihat adalah wajah suamimu, karena itu aku tidak berani memutuskannya Dinna, apa mungkin kau mau dimadu?"

Medinna terdiam, pemikirannya agak lama mencerna kata-kata Najwa.

"Oh, jadi karena itulah kau sulit memutuskannya?" Medinna tersenyum.

"Kau tahu, tadinya aku mengusulkan agar mas Bram memperistrimu, tapi...suamiku keduluan adiknya untuk mengkhitbahmu. Lagipula karena masa lalu mas Bram, dia tidak bisa memiliki istri kedua ataupun berpoligami. Aku, sebenarnya berharap kau akan menjadi maduku, tapi...setelah kupikir, memang adik mas Bram lah yang terbaik untukmu....dia akan menyayangimu sepenuh hati, tidak seperti suamiku yang supersibuk itu..."

Najwa memiringkan kepalanya.

"Apa? Adik? Apa maksudmu?"

"Yang menolongmu waktu itu ada dua orang, suamiku dan adik angkatnya, adik angkatnyalah yang membawamu ke Rumah Sakit. Kalau kau tadi salah paham dengan mengira suamiku yang menulis surat ini dan belum memberikan jawabanmu kepada pria ini gara-gara memikirkan perasaanku, maka semua jelas sudah, kau tidak perlu cemas, adik angkat suamiku ini orang yang benar-benar baik dan sopan, jadi, kau mau menerimanya?"

Ada sedikit rasa kecewa di hati Najwa tapi tidak ditunjukannya pada Medinna.

"Siapa namanya?"

"Anthony Sahadewa, panggilannya Anton, tapi jangan salah, dia seumuran dengan kita, bahkan lebih muda dariku beberapa bulan."

"Lebih muda dariku juga?"

"Alaaa...hanya beberapa bulan saja, tapi dia lelaki dewasa dan pemikirannya keren walaupun masih 22 tahun, dia juga sudah menamatkan S2 nya beberapa minggu lalu...bagaimana, kau mau bertemu Anton?"

Najwa menghela nafas panjang dan mengelus perutnya.

"Baiklah...aku akan mencoba bertemu dengannya."

Medinna tersenyum senang.

"Bagaimanapun, aku berharap kau akan menjadi adikku, Najwa."

Najwa hanya tersenyum, senyumnya terasa hambar.

---

US - Cold Hearted [ NOVEL INI SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang