a Novelet ~ Tirta Purwitasari ~

4K 326 31
                                    

Apakah pertemuan adalah kutukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apakah pertemuan adalah kutukan

Seperti perpisahan yang menyakitkan

Apakah artiku dalam kehidupanmu

Sebagai inti ataukah pengganti?

Sahadewa, siapa yang bersemayam di hatimu kini?

---

"Kau, mungkin akan mengingat siapa dirimu perlahan-lahan. Jika tidak sekarang, itu mungkin nanti. Tetapi sekarang aku adalah bapakmu dan beliau adalah ibumu..."

Bocah lelaki kecil itu menatap sepasang suami istri yang duduk di hadapannya. Dia terlampau bingung dan shock, sehingga tidak mampu mengenali apapun bahkan dirinya sendiri. Terbangun sendirian di sebuah tempat asing dan ditambah luka yang berdenyut-deyut di pelipisnya membuatnya hanya bisa meluapkannya dengan tangisan. Tetapi, pelukan lelaki di hadapannya sangat menenangkan, wajah yang begitu tampan dan teduh, juga tutur kata lemah lembut yang terucap runtut. Begitu pula dengan wanita cantik di samping lelaki itu, dengan tangannya yang halus, menyentuh dan mengelus pipi si bocah perlahan.

"Kita akan menamainya Sahadewa, karena dialah yang akan mengobati setiap luka yang pernah tergores dalam diri kita..." gumam wanita itu seraya menatap suaminya yang sedang mengamati sebuah liontin emas yang terukir nama seseorang.

"Ya, dia sang Sudamala, yang akan memulihkan setiap luka, membebaskan setiap kutukan dan menjadi harapan untuk kita memulai hidup baru..." lelaki itu menatap wanita di sebelahnya. "Kuharap, dia lebih dari cukup sebagai pelipur lara untukmu, diajeng, walaupun dia bukan darah daging kita..."

Wanita itu tersenyum dan menatap mata bulat bocah di hadapannya.

"Aku, akan mencintainya bahkan lebih dari anak kandungku sendiri. Seperti Kunti yang mencintai anak-anak Madrim."

Wanita itu menepati kata-katanya, dia memang mencintai anak angkatnya melebihi anak kandungnya, membuat Sahadewa begitu mencintai kedua orangtuanya dan sangat patuh terhadap keduanya, karena itulah, setiap titah keduanya selalu dijalankannya tanpa bantahan. Tetapi mungkin perkecualian untuk yang satu ini.

---

"Melamun?"

Anthony Sahadewa melonjak kaget. Selalu seperti ini jika kakaknya tiba-tiba datang menyapa. Kenapa langkah Bramantya selalu tidak terdengar, padahal Anton memiliki insting yang cukup tajam, tetapi Bram selalu mampu hadir bagai hantu, tiba-tiba saja berdiri di sampingnya tanpa ketahuan.

"Sejak kapan mas di sana?" Anton menghela napas panjang dan menenangkan debaran hatinya, suasana dalem utama setiap malam cukup terasa wingit, bangunan yang berdiri sejak ratusan tahun silam itu menyimpan banyak kisah sedih juga tragis para penghuninya. Tidak heran jika di sudut-sudut tertentu terkadang kita bisa merasakan hawa yang tidak biasa. Memang Anton belum pernah melihat satupun perwujudan mahkluk halus penghuni dalem utama Katumenggungan Dewangga, tetapi dia sering merasakan hal-hal ganjil saat berada di rumah tersebut. Hanya saja karena penghuninya sudah terbiasa, maka Anton juga tidak menganggapnya sebagai hal yang mengganggu, karena daripada hantu, lelaki di hadapannya memiliki aura yang lebih menakutkan.

"Aku cukup lama di sini untuk melihatmu mendesah dan memasang tampang menyedihkan seperti Rama yang kehilangan dewi Sinta. Sudahlah, daripada menjadi bujang lapuk sebaiknya besok kau turuti saja kemauan ibunda, sepertinya gadis dari keluarga ningrat yang akan dijodohkan denganmu tidak terlalu buruk."

Anton menatap kakaknya dengan pandangan tidak percaya. "Jika perjodohan bukan sesuatu yang buruk, kenapa mas selalu kabur setiap kali ibu mengundang gadis ke rumah?"

Bram menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Yah, kupikir aku cukup mampu menemukan jodohku sendiri, tidak sepertimu, kau terlalu serius menghadapi hidup. Hampir separuh ruang pustaka keluarga berisi buku koleksimu!" Bram menyentil kacamata tebal yang dipakai adiknya dan terkekeh. "Orang selalu keliru menyangka kau sebagai akuntan di Zenith daripada pengacara..."

"Aku kan juga memeriksa laporan keuangan, Mas. Pekerjaan sebagai pengacara di perusahaan belumlah terlalu banyak."

"Ya, ya...tuan sibuk. Aku tahu itu, nah daripada melamun malam-malam di sini, sebaiknya kau tidur, besok persiapkan dirimu dengan baik, oke?"

Anton menghela napas panjang.

"Mas...sebenarnya...aku bukannya menolak perjodohan yang diusulkan ibu, tetapi...mas sudah tahu kan kalau aku..."

Sebelum Anton meneruskan kata-katanya, raut wajah Bram tampak berubah.

"Anton, bukannya aku ingin menghalangi keinginanmu, tetapi aku pikir menuruti keinginan ibu jauh lebih baik daripada memperturutkan rasa kasihan dan rasa bersalah yang bergelayut di hatimu. Pernikahan bukanlah hal yang main-main, jangan pernah menikahi seseorang hanya karena rasa kasihan..."

Anton mengelus dagunya. "Hmm, padahal dulu aku pernah mendengar percakapan mas Bram dengan bapak, mas menikahi mbak Dinna awalnya juga karena rasa kasihan, bukan?"

"Itu beda, waktu itu Medinna sedang berada dalam masalah yang cukup rumit dan tidak ada jalan lain, kecuali menikahinya untuk menyelamatkannya..."

"...akupun ingin menikahi gadis ini untuk menyelamatkannya, mas..."

"Dia bukan gadis lagi, Anton. Kau tahu betul kondisinya sekarang seperti apa. Wanita itu..."

Sebelum Bram menyelesaikan kata-katanya, tangan Anton terulur dan menepuk bahu kokoh Bram sambil tersenyum sedih.

"Apapun yang terjadi pada wanita itu, bukan kesalahan dan kemauannya. Aku bukan lelaki yang mewajibkan pasangannya masih perawan di malam pertama pernikahan. Terlebih, dia kehilangan kehormatannya dengan cara yang begitu menyakitkan dan menakutkan...padahal dia adalah wanita yang baik..."

Memori Anton berkelebat pada peristiwa beberapa minggu silam...

---

US - Cold Hearted [ NOVEL INI SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang