Baru bisa upload sekarang T-T
----------------------------------------------------------------------
Airen's POV
Aku mendengar suara dari gerakan presiden. Sial, orang itu benar-benar sangat peka. Jantungku hampir berhenti mendadak ketika presiden memukul sisi ventilasi sebanyak 4 kali. Untung saja aku dengan cepat menutup bagian ventilasi itu. Jika tidak, saat ini mungkin riwayatku sudah tamat, atau lebih buruk dari itu.
Beruntung, ventilasi ini hanya bisa dibuka dari lorong rahasia, dan tidak dapat dibuka dari ruangan presiden. Hal itu sedikit membuatku bernapas lega.
Belum puas merasakan kelegaan itu, aku mendengar presiden mengatakan sesuatu.
"Mungkin aku akan menemui Airen dan menanyakan hal ini," ucapnya.
Hatiku mendadak kalang kabut mendengar pernyataannya. Sangat mendadak dan di luar dugaan. Laki-laki itu mungkin tahu aku pelakunya, tapi tak akan aku biarkan ia memiliki bukti untuk menyalahkanku.
Dengan cepat, aku menyusuri lorong di sana, berusaha mengingat kembali jalan-jalan yang sebelumnya aku lewati. Aku menggenggam erat buku itu di salah satu tanganku, seakan tak ingin melepaskannya. Tanganku berkeringat karena gugup. Entah kenapa, perasaanku begitu campur aduk. Aku merasakan ketakutan sekaligus aliran adrenalin yang seketika mengguyur tubuhku.
Merangkak, aku berusaha sampai ke perpustakaan sebelum presiden tak sempat menemukanku di manapun. Ia harus melihatku bahkan sebelum pikiran negatifnya muncul.
Aku melihat sebuah belokan yang akan membawaku kembali ke perpustakaan, tanpa pikir panjang, aku segera merangkak ke sana. Rasanya membutuhkan waktu sangat lama hanya untuk sampai ke tempat itu. Bau lorong yang pengap ini mulai mengusikku, membuatku makin ingin keluar dari sini.
"Aku harap presiden bisa menemukanku di perpustakaan," ucapku pada diri sendiri.
Aku pun menjangkau pintu kecil itu, meninggalkan buku rahasia di tempat ini sebelum meraih pintu dan kembali. Cahaya seketika menyergap mataku, membuatku menyipit untuk menetralkannya.
"Kau di sana rupanya!" sebuah suara mengagetkanku.
Aku berjengit seketika, memandang bayangan seseorang yang mulai terekam di mataku.
"Sedang apa kau duduk di sana?" tanyanya heran. Suara itu, aku sangat kenal.
"Clara?" tanyaku balik.
"Ya. Ada apa denganmu? Kau terlihat sangat.... aneh?"
"Oh... ya?"
Clara berjalan mendekatiku. "Hei, kau kenapa?"
Aku terlihat cukup blank. Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan ataupun kulakukan.
"Entahlah," jawabku seadanya.
"Ai?" Clara semakin mendekat, membuatku harus cepat berpikir untuk menjauh darinya.
Mataku melirik ke segala arah, di sekitarku hanya ada tumpukan buku dan rak-rak yang agak berantakan, kupikir para pegawai belum membereskan bagian ini. Lupakan soal itu, yang terpenting bagaimana aku tidak berurusan dengan Clara terlebih dahulu, kemudian mencari keberadaan presiden.
Hanya tinggal beberapa langkah lagi sebelum Clara benar-benar menjangkau tubuhku, Rei datang dengan napas terengahnya.
"Di sana kau rupanya!" teriak laki-laki itu dari arah berlawanan.
Aku menoleh untuk menyaksikan kehadiran Rei di belakangku, laki-laki itu berkeringat seakan habis dikejar sesuatu.
"Untuk apa kau kemari?" tanya Clara dengan sengit. Alisku terangkat, sepertinya mempertemukan keduanya bukanlah ide yang bagus, apalagi terdiam di antara mereka.
ESTÁS LEYENDO
Mr. President
Acción[First book of the trilogy] Kutukan. Darah. Ambisi. Tahta. 4 Hal yang tak bisa dipisahkan dari kehidupannya. Hidup seorang pemimpin negara makmur bernama Aidelore. Bukan keinginannya untuk jadi pemimpin, tapi memang sudah tugasnya. -Marc...