Part 1 : pertemuan -Chapter Tiga-

108 7 0
                                    

Lightning mencoba untuk tak terlihat bad mood, meski ia khawatir hal tersebut tak akan berpengaruh. Ketika ia pulang terlambat tadi malam, ia tak berbicara banyak dengan Serah. Aku lelah, ucapnya, lalu mengunci dirinya di kamar. Ia tak ingin berbicara sesuatu yang akan membuatnya menyesal. Lightning merasa jika ia membuka pembicaraan maka ia akan memarahi Serah agar tak berhubungan lagi dengan lelaki itu. Ia tak ingin Serah tahu bahwa ia menentang hubungan mereka. Ia sangat paham tempramen Serah lebih dari siapapun. Meski dari luar Serah terlihat lemah lembut, namun dalam dirinya ia sangat kuat. Jika Lightning mengatakan bahwa ia menentang hubungannya dengan Snow hanya karena ia tak menyukai lelaki itu, maka Serah akan mencoba untuk merubah pandangan Lightning dan terus berdebat hingga akhirnya Lightning yang harus mengalah. Ia tak ingin hal itu terjadi.

Lightning menghela nafas, dan membersihkan bekas baki yang ia gunakan untuk sarapan di kamarnya. Di hari dimana dirinya harus berangkat pagi, biasanya ia menyempatkan diri sarapan bersama Serah. Namun di hari seperti hari ini, dimana ia harus berangkat siang, biasanya ia sarapan seorang diri di kamarnya. Ketika Lightning bangun, Serah sudah pergi ke sekolah. Meski begitu, ia selalu menyiapkan dulu sarapan untuk Lightning. Jadwal kerja Lightning selalu berubah-ubah, dan ia harus selalu siap untuk pergi dengan cepat.

Ayah mereka meninggal lebih awal, dan ketika ibu mereka masih hidup, sang ibulah yang bekerja untuk mereka. Jadi, pengalaman Lightning dengan pekerjaan rumah tangga lebih lama daripada Serah. Namun Serah adalah tukang masak yang lebih baik daripada Lightning.

"Serah cuma pintar memilih makanan yang enak," ucap Lightning beberapa tahun yang lalu.

"Mm-hmm, dan aku juga koki yang handal," balas Serah kecil. Lightning ingat obrolan hangat dengan mendiang ibunya juga Serah. Saat itu ia selalu bergembira dan tersenyum. Sampai tiba-tiba ibunya jatuh sakit.

Setiap pulang sekolah, Lightning dan Serah biasa pergi menjenguk ibunya di rumah sakit. Serah selalu mencoba untuk berlarian di koridor, namun Lightning selalu menahan lengannya dan berkata, "jangan lari, bahaya," sampai suatu hari, Lightning dan Serah berlarian bersama di koridor rumah sakit.

Tadi sore, ketika Lightning baru saja pulang dari sekolah, seorang dokter meneleponnya, mengatakan bahwa kondisi ibunya semakin parah. Tidak ada sanak saudara lain yang dapat dihubungi. Jadi sang dokter pun tak mempunyai pilihan selain menjelaskan pada anak berusia lima belas tahun perihal kondisi ibunya. Jika sesuatu terjadi, ada orang di panti sosial yang bisa kukenalkan, ucap sang dokter saat bertemu Lightning. Ia memberitahu banyak tempat yang bisa menampung Lightning dan juga adiknya. Tapi ada program yang membuat anak-anak tanpa wali dapat hidup dengan aman dan bebas. Kau tidak perlu khawatir. Kau hanya perlu memikirkan kondisi dirimu dan adikmu, tambah sang dokter.

Namun, dengan kata-kata itu Lightning menyadari bahwa kini ia yang harus mengemban seluruh tanggung jawab. Apakah hal itu terlihat di wajahnya? pikir Lightning. Melihat sang ibu yang sepertinya dapat membaca apa yang ia pikirkan.

"Aku merasa enakan sekarang, Ya, sepertinya aku ingin memakan buah-buahan. Serah, bisakah kau pergi membeli beberapa buah untukku?" pinta sang ibu.

"Aku yang akan pergi," ucap Lightning sembari berdiri. Namun ibunya hanya tersenyum.

"Serah lebih baik dalam memilih makanan," ucap sang ibu.

"Mm-hmm, dan aku koki yang handal juga," ucap Serah, bangga dengan dirinya sendiri. Ia pun pergi dari ruangan rumah sakit. Meninggalkan Lightning dan ibunya berdua saja.

"Mulai sekarang, akan ada banyak hal yang harus kau lakukan, bukan cuma bersih-bersih dan memasak saja..." ucap sang ibu. Suara langkah kaki Serah menghilang dikejauhan. Sang ibu tersenyum kepada Lightning. Ya, ibu sengaja meminta Serah pergi untuk membeli buah. Ia ingin mengatakan apa saja yang harus kulakukan sepeninggal dirinya, tapi itu tidak perlu, aku sudah memahaminya. Pikir Lightning.

"Tapi kau tidak perlu melakukan semuanya sendirian. Ada banyak hal yang dapat Serah lakukan untuk membantumu," ucap sang ibu.

"Tapi, bu..." Lightning tak dapat berkata apapun lagi. Ibunya menjulurkan lengan dan mendekap Lightning agar dekat kepadanya. Ia mengelus kepala Lightning seperti anak kecil. Lightning merasa dirinya akan menangis.

"Gadis kecil manja yang lucu. Ibu dan ayah biasa memanggilmu begitu, sebelum Serah lahir," ucap sang ibu.

"Aku tidak ingat..." ucap Lightning.

"Setelah Serah lahir, kau menjadi seorang kakak perempuan. Saat itu kau baru tiga tahun. Ibu dan ayah tak dapat lagi memanggilmu gadis kecil manja kami," nada suara ibunya seperti sedang tertawa, namun Lightning dapat mendengar rasa sakit dalam tawa itu. Tangan yang mengelusnya pun terasa begitu kurus.

"Setelah ayahmu meninggal, kau selalu membantu ibu kan'. Kau selalu menjaga Serah. Kau adalah kakak perempuan yang baik. Itulah mengapa aku tidak khawatir tentang Serah. Karena kau akan selalu ada untuknya," ibunya melanjutkan, "dan Serah akan selalu ada untukmu juga. Ia akan ada ketika kau merasa sakit, ia akan memberimu kekuatan. Jangan lupakan itu, Claire." Lalu sang ibu berkata lagi, dalam sebuah bisikan, "...gadis kecilku yang manja," ........

Setelah itu kondisi ibunya tak tertolong lagi. Lightning sudah menyiapkan diri untuk hal ini, jadi ia pun menerimanya tanpa kata-kata. Hari itu, moment ketika dirinya dipeluk oleh sang ibu seperti anak kecil, adalah hari dimana masa remajanya berakhir. Ia tak lagi memiliki seseorang yang dapat ia panggil ibu. Dan tak ada lagi orang yang dapat memanggilnya seorang anak.

"Kau tak perlu melakukannya seorang diri," ibunya saat itu berkata. Namun satu-satunya yang dapat menjaga Serah adalah dirinya. Tentu saja, aku harus melakukannya seorang diri, pikir Lightning.

Aku harus menjadi orang dewasa, Lightning merasa dalam hatinya. Untuk melindungi Serah, untuk membuat adikku satu-satunya itu bahagia, aku harus menjadi orang dewasa secepatnya. Jika aku tak dapat menjadi orang dewasa karena masalah hukum, maka aku akan membuang nama yang orangtuaku berikan dan membuat identitas baru sebagai orang dewasa. Tidak apa-apa kan', aku bukan lagi anak-anak, aku akan menjadi pelindung Serah. Aku akan menjaganya. Ia membuat sumpah di depan makam sang ibu. Dan setelah itu ia pun menggunakan nama barunya, Lightning.

Suara sarung pedang yang terjatuh membuat lamunan Lightning buyar. Ia tidak menyadari, bahwa dirinya sudah berganti pakaian tidur. Ia pun tersenyum.

Lightning bangun lebih awal dari yang direncanakan. Mungkin karena apa yang telah terjadi kemarin ia jadi tidak dapat tidur dengan nyenyak.Bisa dimaklumi, ucapnya pada dirinya sendiri ratusan kali, lalu mendesah.Pasti gara-gara lelaki itu. Lightning bukanlah tipe kakak over protektif yang akan menghalangi semua lelaki yang ingin mendekati adiknya. Ia hanya ingin seorang lelaki yang dapat melindungi dan membuat adiknya bahagia. Ia tak akan membiarkan lelaki yang tak dapat melakukan kedua hal itu mendekati adiknya. Lelaki itu tak perlu pandai bicara atau mempunyai kelebihan lainnya, ia hanya perlu memperlakukan adiknya dengan baik, dan bersedia untuk menjaganya.

Namun Snow tak akan dapat melindungi Serah, pikir Lightning. Ia hanya lelaki asing yang berlagak sebagai seorang bos. Saat keadaan genting lelaki semacam itu pasti akan meninggalkan Serah lalu pergi menyelamatkan diri. Jika Serah dapat berpikir dengan jernih, ia pasti akan mengerti. Seorang anak sma polos dan seorang lelaki pengangguran tak berguna bukanlah pasangan yang serasi.

Jika ibu masih hidup, apakah kami berdua akan menghentikan Serah?

Tidak, sepertinya tidak. Bahu Lightning menurun. Ayah juga adalah lelaki yang terlihat berbahaya, sama seperti Snow. Ia mudah bergaul dan baik hati, namun kadang tak dapat diandalkan. Aku yang kini dewasa dapat memahami itu, pikir Lightning. Tentu ketika masih kecil aku mencintai ayahku. Dalam ingatanku ia selalu tertawa ceria. Namun, jika ia hidup lebih lama apakah aku akan berpikir kritis mengenai sifatnya yang terlalu santai itu? Mungkin aku akan memberontak.

Tapi ibu malah memilih ayah sebagai pasangannya. Mungkin ia akan bersikap lembut kepada seseorang seperti Snow. Mungkin ia akan berkata, "Kalau Snow adalah lelaki yang Serah cintai..." lalu merestui hubungan mereka.

Jadi semua tergantung padaku untuk melindungi Serah dari lelaki itu. Aku bukan ibu, ataupun ayah. Mereka mungkin akan menerima Snow. Namun aku tidak, tak akan pernah.

Lightning memakai sarung tangan kulitnya, dan membuka pintu keluar kamar. Ia memutuskan untuk pergi bekerja lebih awal di hari ini.

***

Final Fantasy XIII : Episode ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang