Part 1

824 84 21
                                    

Hari itu adalah hari pertama masuk sekolah menengah atas setelah libur musim panas selama kurang lebih 3 bulan.

Malia menghabiskan musim panasnya di tempat neneknya. Neneknya dari pihak ayah itu memiliki sebuah gedung flat 5 lantai di kawasan Haggerston, tetapi ia juga punya rumah tak jauh dari situ. Biasanya, Malia menginap di rumah itu.

Malia sangat menyukai London. Udaranya, suasananya. Juga lingungan tempat neneknya tinggal. Malia menyukai pohon-pohon yang berderet sepanjang Haggerston Park, tempat ia menghabiskan sebagian besar waktu liburannya sejak ia kecil.

Ayah Malia adalah seorang dosen di sebuah Universitas di Manchester, dan ibunya adalah ibu rumah tangga biasa. Bulan lalu ayahnya dipindah tugaskan ke Universitas Middlesex. Itu artinya, Malia sekeluarga pindah ke London. Yang merupakan kabar baik, karena Malia sangat menyukai London.

Tetapi, alih-alih memilih sebuah tempat tinggal baru di jantung kota London, ayahnya malah memilih sebuah tempat di kawasan Chipping Barnet yang tinggi, dekat hutan dan perbukitan. Tidak, Malia tidak kecewa. Malia justru merasa sangat senang.

Malia hanya merasa agak gugup untuk hari pertama masuk sekolah.

Malia mempunyai banyak sekali teman di Manchester, dan teman-temannya selalu bersikap baik padanya. Malia hanya bisa berharap kalau teman-temannya di London akan sama baiknya dengan teman-temannya di Manchester.

Di hari pertama sekolah itu, Mr. Collins—ayah Malia, menawarkan diri untuk mengantarkan Malia sampai ke sekolah. Malia tidak menolak. Lagipula, ia memang butuh untuk ditemani sebentar saja.

Malia diantar menggunakan mobil sedan milik ayahnya. Jarak antara rumahnya ke sekolah tidak terlalu jauh. Jadi, kira-kira 15 menit kemudian, Malia sampai.

The Totteridge Academy adalah sebuah sekolah swasta yang terletak di Barnet, kawasan pinggiran di bagian utara kota London. TTA, begitu singkatannya, mencakup sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.

TTA termasuk salah satu sekolah swasta paling bagus di Barnet. Di sana, Malia harus memakai seragam berupa rok sebatas lutut berwarna biru dongker, kemeja putih, blazer, dan juga dasi bergaris-garis biru dan putih. Menurut Malia, seragam itu benar-benar keren.

Saat Malia menginjakkan kakinya di pintu masuk, seorang anak perempuan mencegatnya.

"Selamat datang!" katanya, sembari menyodorkan sebuah pamflet. Ia tersenyum kepada Malia—bukan senyum yang tulus, sebenarnya, tapi Malia menghargainya. Malia balas tersenyum, kemudian mengambil pamflet dan berjalan pergi.

Malia sampai ke kantor administrasi tepat ketika bel berbunyi. Cepat-cepat Malia mengambil jadwalnya, lalu melihat pelajaran pertama yang ia dapat hari itu. Ternyata, Malia dapat sejarah dunia. Dan Malia membenci sejarah dunia.

Sebelum pergi ke kelas sejarah dunia, Malia meletakkan buku-buku yang baru didapatnya di dalam loker.

Nah, di sanalah masalahnya berawal.

Malia menutup loker setelah ia selesai meletakkan buku-bukunya, kemudian membalikkan badan. Ketika ia mendapati seorang laki-laki yang sangat tinggi (mata Malia hanya bisa melihat sampai tulang belikatnya) di hadapannya, Malia berjengit karena terkejut.

Lalu Malia melakukan kesalahan terbesar sepanjang hari itu. Malia memberanikan diri untuk mendongak, menatap wajah laki-laki itu.

"Mau apa?" tanya Malia. Malia berharap suaranya terdengar dingin dan kasar, tapi Malia sadar itu bukan bakatnya. Suara yang keluar terdengar lembut dan takut, bahkan di telinga Malia sendiri.

Shattered GlassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang