Part 7

415 65 20
                                    

Malia kira Eros akan membiarkannya pulang sendirian malam itu. Malia bahkan sudah mempraktikan beberapa jurus di dalam kepalanya kalau-kalau tiba-tiba ada yang mengganggunya di tengah jalan. Ternyata, Eros memutuskan untuk mengantarnya.

Mereka saling diam selama perjalanan. Malia memang masih takut dan sangat terguncang, tetapi ia memilih jauh-jauh dari Eros dan memilih untuk diam. Selain karena tidak ada yang ingin diobrolkan, Malia ingin memberikan Eros kesempatan untuk berpikir. Karena pastilah Eros sedang berpikir tentang penemuan mayat itu.

Jarak antara rumah Malia dengan TKP hanya 2 blok jauhnya, jadi mereka tidak membutuhkan banyak waktu untuk berjalan. Setelah mereka sampai, Eros berdiri di tempatnya yang biasa. Matanya berwarna biru terlihat lebih gelap di bawah sinar lampu jalan yang redup.

"Kutebak kau akan kembali ke sana?" tanya Malia.

Eros hanya mengangguk.

"Uh, baiklah kalau begitu," Malia bergumam. "Tapi, omong-omong soal mayat itu....apa kau mengenalnya?"

Eros menggeleng. "Tidak."

"Apa kau pernah melihatnya?"

Eros menggeleng lagi. "Tidak.

"Apa kau yang...."

Kali ini, Eros menggeleng disertai tawa halus. "Apa aku yang membunuhnya, maksudmu?" Eros membalikkan pertanyaan, membuat Malia tak kuasa menjawab. "Aku sudah pernah bilang kepadamu, Malia. Aku tidak membunuh orang. Ditambah lagi, sedari tadi kan aku bersamamu terus."

Malia diam saja.

"Ada seseorang yang mencoba memojokkanku, kalau kau ingin tahu," Eros melanjutkan. Suaranya terdengar ragu-ragu. "Aku belum tahu alasannya. Dan aku tidak tahu langkah apa yang akan dia ambil selanjutnya. Jadi...." Eros mengangkat bahu. "Mungkin kau harus berhati-hati."

Sekarang Malia mengerutkan keningnya dengan bingung, walaupun sebetulnya tubuhnya mengigil karena takut. "Kenapa aku yang harus berhati-hati?"

Eros tersenyum kecil. "Apa kau tahu tentang perang proksi, Malia?"

Malia menggeleng.

"Perang proksi adalah perang yang digunakan oleh dua negara adidaya-Amerika Serikat dan Uni Soviet-dengan cara menggunakan negara dari dunia ketiga. Tujuannya adalah untuk menghindari perang terbuka."

"Dan menurutmu aku adalah negara dari dunia ketiga itu?"

Eros hanya mengangkat bahu.

"Tapi kenapa? Kenapa aku?"

"Malia, dalam kasus ini, aku adalah pihak yang kalah," gumam Eros. "Aku adalah pihak yang diserang-yang dipojokkan. Kalau kau tanya aku, aku tidak tahu. Aku bukan pemegang kartu. Aku bukan otaknya. Aku hanya berusaha memecahkan, dan kalau bisa, mencegah."

"Aku tidak mengerti," gerutu Malia.

"Tidak apa-apa. Aku hanya memintamu untuk berhati-hati, bukan untuk mengerti," kata Eros ringan. "Omong-omong, kau sebaiknya masuk. Aku harus kembali."

Malia langsung membalikkan badan, kemudian membuka pintu. Sebelum pintu ditutup, ia menatap Eros sekali lagi. Eros masih berdiri di sana, raut wajahnya tidak dingin, tidak juga penuh harap. Eros terlihat seperti orang kelelahan.

"Selamat malam, Eros," kata Malia tulus.

"Selamat malam, Malia."

Setelah menutup pintu, Malia naik ke kamarnya. Ia sempat mampir ke kamar Piper sebentar, tetapi Piper mengabaikannya karena ia sedang menelpon seseorang, barangkali pacarnya, Josh. Jadi, Malia masuk ke kamarnya sendiri.

Shattered GlassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang