bagian 9

4.6K 380 47
                                    

Tangan kanan yuki yang tidak di gunakan untuk mengunci selimut untuk tubuhnya bergerak kelantai mengambil dua kain berwarna merah yang di kenal setiap wanita sebagai pelapis daerah terlarang tubuhnya, benda yang tergeletak begitu saja di bawah kaki ranjang, dia tidak ingin mengingat lagi siapa yang sudah meletakkannya disana atau bagaimana benda pribadinya itu bisa berada di sana. Langkahnya hanya membawanya menuju pintu ruangan yang menurutnya adalah kamar mandi dalam kamar ini.

Mata yuki tertuju pada cermin yang berada di atas wastafek kamar mandi. Mengamati wajahnya dan bahunya yang terbuka, al memang tidak meninggalkan jejak atau tanda apapun untuknya, yuki masih terlihat sama seperti gadis sebelum datang ke apartemen ini. Mungkin jika pernikahannya besok hari benar- benar terjadi, verrel-lah yang akan tahu bahwa dia sudah berbeda.

Ya Tuhan, verrel bramastanya. Apakah masih ada pernikahan esok hari?

Yuki keluar kamar, matanya melihat sekeliling mencari gaunnya yang seingatnya terlepas di tempat ini, sampai di lihatnya sang mantan direktur menatapnya dari dapur dengan mangkuk di tangan kirinya, setelah meletakkan mangkuk yang entah isinya apa ke atas meja itu pria itu kemudian berjalan ke arah yuki tepatnya melewati yuki dan masuk ke kamarnya. Pahit sekali saat di dapatinya pria itu bersikap seperti tidak ada yang terjadi, tetap dengan tatapan tajam dan dinginnya, membuat yuki benar-benar berfikir dia benarlah gadis murahan. Meskipun yuki tidaklah berharap pria itu akan bersikap normal padanya sama seperti pria-pria lainnya di dunia ini setelah malam penyatuan mereka dengan gadis yang di cintainya, tapi tidak seharusnya juga pria itu malah bersikap acuh seperti sikap pria lain di dunia setelah mereka baru saja meniduri gadis pemuas hasrat dengan bayaran.

Yuki tersentak saat sebuah tangan menyentuh bahunya yang masih terekspos dengan jelas yang tidak di tutup selimut di tubuhnya, yuki menoleh ke belakang, dan melihat pria itu menyodorkan kemeja hitam panjang beserta gantungan hitam dari tangan kanannya yang masih di balut perban.

Dia tahu maksud pria itu

Tanpa suara yuki mengambil kemeja itu dari tangan mantan atasannya, kemudian berjalan menuju kamar pria itu lagi untuk melakukan sesuatu yang sudah jelas, memakai kemeja ini pada tubuhnya.

Al sudah menunggu yuki di meja makan saat wanita itu keluar dari kamarnya dan menghampirinya, al tidak sedikitpun menatap yuki, tidak juga dengan ekor matanya. Setelah yuki duduk di hadapanlah al baru melepas pandang menatap yuki. Sedikit mengamati, sedikit bersyukur, baju itu menutupi tubuh yuki dengan pas dalam artian kebesaran. Tidak memberikan celah apapun baginya untuk memikirkan hal yang tidak-tidak. Setelah sesuatu yang tidak - tidak terjadi tadi malam.

"Kau ingin sereal atau sandwich?" Tanya al dengan pandangan lurus pada wajah yuki. Yuki terlihat risih dengan pandangan al yang begitu menghujam indra penglihatannya. Ciri khas pria itu

"Terserah anda direktur" yuki berbicara tenang dengan segala atitudenya seperti saat berhadapan dengan al dalam ruang kerja pria itu, melupakan bahwa sebelumnya dia baru saja berada dalam ruang pribadi pria dengan tujuan yang tidak jauh berbeda, 'bekerja'

Mungkin yuki tidak sadar, tapi pria dingin bermata tajam itu menarik nafasnya kesal. Sedikit terganggu, bagaimana mungkin setelah 'satu malam' mereka tetap menjalim komunikasi seperti tidak pernah terjadi satu malam.

"Sandwich bagus untukmu, tapi tidak ada sayur, aku tidak mempunyai persediaan di rumah"

Yuki hanya membalas dengan terimakasih dengan kepala menunduk hormat. Jelas- jelas dia canggung sekali, dalam kariernya sebagai sekretaris pria ini, mana pernah mereka berada dalam satu meja makan, apalagi sarapan pagi di kediaman pribadi bosnya.

Yuki berhenti dengan gigitan sandwichnya saat mendengar ada yang berbunyi, dia menatap kearah tasnya yang sepertinya tadi malam di letakkannya di atas meja. Darisanalah bunyi itu beasal.

the secretary and her cold bossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang