bagian 19

5.5K 395 62
                                    

Dalam pelukan hangat alghazaly yuki merasa gundah. Sekalipun sudah sangat larut malam tapi matanya tidak mau terpejam. Kediaman al membuatnya bingung sekaligus tidak mengerti. Sejak tadi sore suaminya itu  tidak bicara sama sekali, pun saat pria itu menariknya kepelukannya sejak sejam yang lalu.

Yuki sungguh ingin al bicara padanya. Karena dari mulut pria itu setidaknya dia tahu bagaimana menjalani hari esok. Tapi al tidak bicara sama sekali, sama sekali tidak berbicara walaupun untuk mengatakan makan malam mereka bersama dengan gibran, berril dan ovar yang batal.

Tapi, yuki tidak bisa memulai pembicaraan, apalagi disaat dia tidak tahu bagaimana merangkai kata-kata yang tidak akan memancing emosi suaminya itu. Karena kemarahan alghazaly adalah hal terakhir yang ingin yuki temui. Walaupun dia benci kediaman pria itu. Yuki lebih membenci kemarahan pria itu.

Dan saat yuki merasakan tarikan nafas yang panjang dari pria yang memeluknya dari belakang, yuki tahu al belum tidur. Tapi dia tidak bicara sepatah katapun, masih menunggu al untuk berbicara.

"Berjanjilah kita akan selalu bersama selamanya,  jangan tinggalkan aku apapun alasannya", bisik al di telinga yuki. Membuat air matanya langsung menetes mendengar permintaan suaminya itu. "Aku takut kau datang dan kembali padanya. Aku tidak ingin kehilanganmu lagi. Berjanjilah padaku".

Sebelum kau memintanya aku sudah menjanjikan itu , al. Batin yuki.

"Aku berjanji"

Dengan begitu saja, mereka melewati malam itu dalam pelukan sampai esok hari.

***

Yuki mengetahui dari berita, kecelakaan itu membuat verrel koma, pria itu mengalami pendarahan di otaknya. Hal itu membuat keluarga bramasta memilih untuk membawa verrel berobat ke london. Supaya verrel bisa di rawat lebih intensif, juga untuk meredam berita tentang verrel di indonesia. Setidaknya jika verrel di bawa keluar negeri, wartawan- wartawan akan lebih susah mencari informasi tentangnya.

" kau harus baik-baik saja, verrel", bisiknya dalam hati.

Di tatapnya lagi layar televisi di depannya. Kemudian wajah setengah baya yang terlihat sendu terpampang di layar itu. Mama, bisik yuki menyebut wanita di layar itu yang adalah ibu dari verrel. Tiba-tiba saja merasakan rindu pada wanita itu, wanita yang dulu sangat dia sayangi dan menyanyaginya, wanita yang anak lelakinya telah yuki sakiti, wanita yang saat ini pasti sudah membencinya. Walaupun ibu kandung verrel di kenal sebagai wanita yang baik, yuki tidak  yakin wanita itu akan mengampuninya, wajah sedih wanita paruh baya membuatnya sedih, tahu bahwa yuki punya andil dalam membuat raut wajah itu.

Rasa sedih itu membuatnya terfikir untuk menghubungi nyonya bramasta.

***

Yuki berdiri di balkon kamar suaminya, atau mungkin kamarnya juga setelah pernikahan itu. Tangan kanannya mengenggam pagar balkon sementara tangan kirinya memegang handphone yang di tempelkan ditelinganya. Setelah menyakinkan dirinya, dia akhirnya menghubungi nyonya bramasta.

Detik-detik berlalu membuat yuki cemas, takut jika nyonya bramasta tidak akan mengangkat telfonnya. Dan wanita itu memang tidak mengangkatnya.

" mama... apakah kau membenciku?", lirih yuki.

Tapi kemudian mata yuki membelalak saat melihat panggilan masuk dilayar handphonenya, antara percaya tidak percaya yuki mengangkat telpon itu.

"Mamaa...", ucap yuki setelah panggilan itu tersambung.

"Yuki..." suara di seberang membuat air mata yuki menetes mendengarnya, suara itu begitu lembut ditelinganya.

Tuhan...batinya.

the secretary and her cold bossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang