CAM
"Lo harus jagain Mum sama Dad. Jangan sakitin mereka, jangan pernah marah sama mereka. Apapun yang mereka bilang, turutin. Apapun yang mereka lakuin, itu demi kebaikan lo. Adapun kesalahan yang mereka buat, mereka tetap orang tua lo. Gue titip Mum sama Dad karena gue udah gak bisa liat mereka sesering dulu." Aku menatap Dee, matanya menatapku balik dengan sangat lembut. Aku sudah melihat Mum sesenggukan karena menangis. Lalu mungkin karena sudah tak tahan, Mum memeluk Dee erat, begitu juga Dad. Jika kalian bilang aku egois karena tak mau memeluk adikku itu, kalian benar. Aku tak munafik untuk mengatakan bahwa aku senang dengan kenyataan yang ada. Kenyataan bahwa dia bukanlah adik kandungku. Jika kalian lupa apa alasannya, akan aku ungkapkan bahwa alasannya adalah aku bebas untuk jatuh hati padanya. Aku bebas untuk mencintai Dee, tidak ada batas karena status.
"Lo gak mau meluk gue?" Uh-oh. Aku tersenyum kaku, lalu memeluknya. Ia balik memelukku dengan sangat erat. Tak lama kemudian aku mendengar isakan kecilnya, "I will miss you, Cam." Ucapnya. Oh jangan menangis, adikku. Ah tidak, kau bukan adikku lagi dan aku senang dengan hal itu. Astaga, kenapa aku terlihat seperti orang jahat sekarang?
Aku mengelus kepalanya, "Hey, don't act like we'll never meet again." Ujarku. "Gue bakal jagain Mum sama Dad, gak akan mungkin ninggalin mereka. Oh, come on, cry baby. Lo tau kan gue paling gak bisa liat cewek nangis? Stop crying, babe." Aku menghapus air matanya dengan ibu jariku. Ia melepaskan pelukan kami.
"Euhm—— kayaknya gue mengganggu."
Kami berempat menoleh. Disana ada Chandler, kakak kandung Dee. Orang yang memberi jalan padaku untuk mencintai Dee dengan bebas tanpa halangan.
"Kamu gak ganggu, sayang. Ayo duduk disini." Mum menepuk-nepuk sofa disebelahnya. Chandler tersenyum lalu duduk disebelah Mum.
Tepat saat itu, saudara-saudara kami turun. Dee langsung berlari dan melompat untuk memeluk Nash. Sisanya langsung berkerubung untuk memeluk gadis itu.
"For God sake. Gue bakal kangen sama lo, Dee. Gue bakal kangen sama mulut mercon lo itu, gue bakal kangen sama goyang ajegidul lo, gue bakal——"
"Ssh, Hayes. Lo lebay banget, dah. Kita bakal ketemu terus disekolah, gue bakal sering-sering kesini, kok." Dee menarik pipi Hayes.
"Udah gak ada yang nyuapin kita lagi, deh." Ucap Shawn menunduk.
"Ooh, Shawnie. Setiap gue kesini, gue bakal suapin kalian." Dee memeluk Shawn.
Semuanya mengucapkan kata-kata menyedihkan seakan-akan Dee akan pergi untuk selamanya.
Hey, Cam. Tarik ucapanmu.
Aku mengalihkan pandanganku pada Chandler yang sedang asyik bicara dengan Mum. Aku berdeham dan Chandler memperhatikanku. Aku memberinya isyarat bahwa aku ingin bicara dengannya. Ia mengerti dan meminta diri pada Mum lalu kami beranjak ke taman belakang.
"You're luckiest man ever." Ucap Chandler membuka pembicaraan kami. Apa maksudnya?
"Maksud lo, apa?" Tanyaku. Chandler hanya tertawa pelan.
"Mungkin Tuhan gak menakdirkan gue sama Dee untuk bersama. Gue tau, lo suka sama Dee, dan lo beruntung bisa mencintai dia tanpa repot harus berurusan sama yang namanya 'status'." Katanya. Jadi Chandler menyukai Dee?
"Yeah. But, do you like her?" Tanyaku lagi.
"5 hari yang lalu gue nembak dia. Tapi dia bilang kalo dia udah menganggap gue sebagai kakaknya. She had a good instinct."
Wow. Ternyata laki-laki ini sudah mendahuluiku. Nice step.
"Jagain dia, dia lemah." Pintaku. Entah kenapa suasana memang berubah atau hanya aku yang berlebihan. Tapi aku merasa sedih, tak tahu mengapa. Chandler mengangguk.
"But did you know if she's in love with Brent?" Tanyanya. Astaga. Aku hampir lupa dengan hal ini.
"Gue hampir lupa sama masalah itu." Ucapku sambil mengacak-acak rambutku.
"Hey," Aku dan Chandler menoleh ketika mendapati kesayanganku berada didepan pintu kaca. "Gue habis buat makan siang, ayo ke ruang makan."
◇◆◇
DEE
Sekarang aku berangkat bersama dengan Chandler. Disisi lain aku sangat ingin berangkat bersama dengan kakak dan saudaraku sebelumnya. Namun aku juga senang ketika mengetahui Chandler adalah kakakku yang sesungguhnya. Itu bisa menghentikan perasaannya secara perlahan, bukan? Chandler membukakan pintu untukku ketika kami sudah sampai.
"Semangat belajarnya, okay?" Chandler mencium keningku lalu tersenyum. Aku mengangguk dan membalas senyumannya.
"Lo juga," Ia mengangguk. Aku mengambil tangan kanannya dan menaruhnya pada dahiku; bersalim. Ia nampak terkejut. Aku tersenyum lalu meminta diri mengingat bahwa banyak orang yang membicarakan kami.
Aku berjalan menuju kelas dengan tergesa-gesa karena hari ini adalah giliranku untuk piket.
Brak
Dan aku menabrak orang lagi.
"Sorry," ucapku lalu menatap siapa yang aku tabrak. Disaat yang bersamaan, jantungku berdetak kencang. Kalian pasti tahu siapa orang itu. Ia menatapku sinis lalu berjalan melewatiku.
Aku memegang pergelangan tangannya. "Untuk yang kesekian kalinya, maaf." Ucapku seraya tersenyum dan melepaskan tangannya lalu beranjak pergi dari tempat itu.Dan untuk yang pertama kalinya, aku yang meninggalkan Brent.
_________
Maaf, ayang-ayangku:( gue tau ini mengecewakan banget. Tapi bener-bener maaf... gue kena writer's block trs sekarang gue lagi UTS h4h4. Btw ada yang suka Manu Rios, Alvaro Mel, sama Dakota Brooks? W punya fanfic tentang mereka, judulnya sih "The Shadow Hunters". Ada yang mau? Kalo ada, comment "ghost", ya. W bakal post kalo ada yang minat. Kalo gak ada, ya gapapa hehe. Thanks!
KAMU SEDANG MEMBACA
brother ➳ magcon boys
FanfictionDear, God. Kenapa kau memberikannya padaku, jika pada akhirnya aku harus melepaskannya? Copyright 2015 by Dee ©blackprada