Dinda POVMalam harinya di rumahku beberapa keluarga masih berkumpul. Kebanyakan keluarga dari Ibu, mereka mengobrol bersama, bermain, dan becanda ria.
"Kalo udah ngantuk tidur aja Din, ganti baju. Kamu dari acara tadi masih pake baju itu" tegur Mbak Mayang yang entah sejak kapan sudah duduk di sampingku.
"It's okay mbak, aku gak bisa tidur, belom ngantuk," ujarku.
"Ohhgitu"
"Mbak nginep disini?"
"Iya, tapi orangtua ku pulang. I'm in your room ya sist?" Mbak Mayang nyengir, menampilkan deret gigi putihnya.
"Yeay! Ada temennya tidur"
"Nanti sebentar lagi juga ada yang nemenin kan Din" Mbak Mayang tersenyum jahil ke arahku.
"Ihh Mba apaan si. Btw, aku mau nanya nih mbak. Apa mbak gak merasa sakit melihat aku sama Mas Raffi? Jawab jujur mbak, aku gak mau Mbak yang berkorban perasaan disini. Aku ngerti Mbak dan Mas Raffi pernah menjalin hubungan selama 2 tahun, itu bukan waktu yang singkat mbak. Aku ngerti banget perasaan mbak sebagai perempuan"
"Gimana ya Din, mbak juga bingung. Mbak gatau. Mbak gak bisa mengenyahkan perasaan sesak saat melihat kalian berdua. Tapi mba gak bisa egois kan. Kata orang mencintai dengan tulus adalah saat melihat orang yg kita cintai bahagia"
"Memangnya Mas Raffi bahagia sama aku? Aku sendiri saat ini masih belum tau bagaimana perasaan ku ke Mas Raffi"
"Raffi bahagia sama kamu, aku bisa melihat itu. Kamu hanya belum mencintainya. Lelaki seperti Raffi mudah membuat wanita manapun mencintainya. Jadi, kamu harus menjaganya dari godaan wanita wanita lain"
"Makasi Mbak, makasih sudah mempertemukan aku dengan Mas Raffi"
"Bukan Din, bukan Mbak yang berjasa disini. Tapi Allah akan menjodohkan wanita baik dengan pria yang baik pula"
Aku langsung memeluk Mbak Mayang erat, aku merasa memiliki seorang kakak perempuan.
"Doain aku sama Mas Raffi ya Mbak, semoga pernikahan kami lancar dan selalu di berkahi Allah"
"Pasti Din, pasti" jawab Mbak Mayang di antara isak tangis nya yang dapat ku dengar.
*
SD Cita Bangsa
"Ibu guru...Ibu guru..itu si Tasya jatuh bu! Berdarah kepalanya bedarah!" Aku menoleh pada Ken-muridku yg sedang menarik kemeja ku dan juga rokku.
"Bu Dinda Tasya jatoh dan kepala nya bedarah! Ken takut bu, Ken gak mau Tasya kenapa napa" aku berjongkok dan mengelus rambut Ken yang berwarna hitam ke coklatan.
"Tasya gak akan kenapa napa Ken, ayo kita bawa dia ke Rumah Sakit"
"Kenapa harus ke Rumah Sakit Bu?" Aku hanya tersenyum kecil.
"Ya biar Tasya bisa diobatin dokter. Emang tadi jatuh nya gimana? Kok bisa jatuh?"
"Semua gara gara Ken Bu, Ken lagi manjat pohon terus Tasya mau ikut ikutan. Dia kan pake rok, jadi keserimpet roknya terus jatoh"
"Yauda, Ken jangan merasa bersalah ya. Bukan salah Ken sepenuhnya kok" lalu aku menggiring Ken keluar dari ruang Guru. Aku dan Ken menuju taman dimana orang orang berkerumun.
"Gimana ini bu?" Tanya Jennet, seorang muridku juga yg merupakan sahabat Tasya.
"Kita bawa ke Rumah Sakit sekarang! Yang lain tolong panggil Pak Dodi suruh siapin mobil sekolah ya!" Anak anak lucu itu pun menuruti ku dan bekerja sama membantuku mempersiapkan Tasya untuk segera dibawa ke RS terdekat.