Dinda POV
Setelah makan malam, aku dan Mas Raffi kembali ke kamar. Aku melihat jam dinding ternyata udah jam 9 malam.
"Kamu mau langsung tidur?" Suara itu mengagetkanku, kurasakan tangannya melingkar di pinggangku, gak begitu erat tapi nyaman.
"Kamu mau nya ngapain dulu?" Kataku balik bertanya. Ku tatap mata suamiku ini, wajahnya lucu. Wajah ini yang akan aku lihat nanti setiap harinya."Main TOD?" Tawarnya.
"Kayak ABG," kataku sedikit menahan tawa.
"Biarin. Tapi ga boleh curang ya. Gak ada penolakan kalau dare atau pun ga ada ngelak untuk truth"
"Yaa tapi jangan yang aneh aneh juga"
"Ga aneh aneh ko. Janji" seringai nya muncul.Sebelumnya aku dan Mas Raffi ganti baju tidur dulu. Aku pakai piyama hello kitty (meski agak kekanakan). Suami ku itu cuma pake celana bahan panjang dan kaos tipis putih polos.
"Kamu dulu" seru kami bareng. Kami main di atas kasur. Berhadapan. Hening, hanya asa aku dan suamiku.
"Oke aku dulu. Aku mau truth" akhirnya Mas Raffi ngalah sama aku. Yes!
"Hmm...truth ya? Oke, pertanyaan buat kamu. Kenapa mau nikah sama aku? Padahal kita baru kenal kan Mas. Apa kamu gak ragu?" Jujur. Aku masih belum tau kenapa Mas Raffi begitu yakin memilih aku.
"Itu saja? Susah dikit dong pertanyaannya"
"Yauda jawab aja dulu"kataku tersenyum kecil.
"Baik kalau itu mau kamu. Gini ya, aku yakin banget setiap lelaki yang melihat kamu pandangan pertama dia hanya lelaki bodoh yang gak bisa melihat kecantikanmu. Bukan hanya kecantikan, tapi ke sholehan kamu. Saat pertama kali aku melihat kamu yang aku rasakan hanya aku ingin memiliki kamu. Seutuhnya. Bukan karena nafsu lelaki ku, tapi juga menjalankan sunnah rasul yaitu menikah"
"Udah gausah mellow dong,Sekarang giliran kamu. Truth or dare"
"Aku gak mellow Mas," belaku."Oke aku mau Dare." jawabku. Kayaknya aku salah deh, aduhh....kira kira Mas Raffi ngasih dare aku apaan ya?
"Izinin aku cium kamu" jedyeeerrr! Yaa itu mah kenapa harus pake izin segala. Tapi aku gak siap..yallah aku gak siap suami ku nyium aku sendiri. Itu kan hak nya karena kami udah sah.
"Hei. Kamu gugup ya? Kalau kamu belum siap aku gak masalah kok kan bisa lain kali"
"Enggak kok Mas, bener deh. Itu kan hak kamu, aku gak mau ngecewain suami aku sendiri lah" aku menunduk malu. Pasti pipiku udah merah. Ku remas remas ujung piyama hello kitty ku.
"Aku gak akan maksa Dinda..kalau kamu percaya sama aku aku gak akan nyakitin kamu aku baru akan menciummu" suaranya terdengar lembut di telingaku. Dia mendekat. Tersenyum kecil. Ah, dia imut. Suami ku imut banget."Aku percaya kok" kataku akhirnya.
"Aku becanda kok gaserius. Udah malem. Tidur yuk" tangannya membelai kepalaku yang masih terbalut kerudung.
"Mas kamu marah ya? Beneran kamu mau cium yang mananya si?" Kataku menahan tangannya.
"Kamu mau banget dicium ya?" Godanya dengan senyum jahil.
"Yaa kan aku cuma gamau ngecewain kamu"
"Udah udah tidur, gaboleh tidur malem malem" Mas Raffi menarik tanganku hingga aku jatuh ke kasur, dengan posisi tiduran.
"Sini katanya mau dicium"
Cup.
Sesuatu yang kenyal dan lembut menyapu keningku. Cukup lama dan penuh ketulusan.
"Ko nyium juga? Katanya gajadi" kataku dengan segenap kebranian yg masih ada di diriku."Kan biar ceper tidur kamunya" kini gantian punggung tangannya menjelajahi pipiku. Gelenyar aneh kurasakan berkali kali memekarkan bunga bunga hatiku.
"Yauda kamu juga tidur" ujarku malu. Dia menatapku terus bukannya terpejam.
"I didn't sleepy, I will wait you close your eyes,"
"Hug me" itu mulut siapa yang ngomong? Itu bukan mulutku, serius itu bukan mulut kuuuuuuu.....
"Kamu mau di peluk? Yauda sini.." bisiknya. Aku benar benar ada di pelukannya sekarang. Hangat, bikin semua organ tubuhku berasa mati rasa. Jadi ini rasanya di peluk sama orang yang kamu cintai. Aku mencintai Mas Raffi? Benar atau tidak? Aku tidak tau sekarang, tapi aku akan memastikannya nanti. Mungkin besok pagi. Atau beberapa jam lagi. Mas Raffi udah bener bener buat aku merasakan cinta yang benar benar cinta. Aku gak perlu ungkapan i love you dari nya, aku gak perlu itu semua. Lebih dari cukup senyumnya yang membuat aku berdesir hebat. Lebih dari cukup pembuktiannya untuk berani melamarku dan menikahiku.
Yaaallah makasih udah ngirimin lelaki ini buatku. Makasih udah ngizinin kami bertemu dan mengukir rumah tangga bersama. Aku bersyukur dan aku janji akan menghormartinya dan membahagiakannya sebagai suamiku.
Di depan mataku kini ada dada bidangnya. Aku membenamkan wajahku disana. Ngantuk mulai menyerangku.
"Seminggu lagi kita berangkat ke Aceh Din. Gimana? Atau kamu masih lama lama dulu di Jakarta?"
"Yaa sebenernya kalau bisa juga aku mau nya kita tinggal di Jakarta. Aku kasian sama Ibu Mas. Tapi kan takdirnya juga udah gabisa, aku sebagai istri udah kodratnya ngikutin kata suami. Aku setuju apapun keputusan kamu kok,"
"Kita bakal sering sering ke Jakarta. Oke?"
"He-em..."
Posisi kami sekarang sangat dekat. Dia memelukku erat melupakan guling yang entah hilang kemana. Aku terasa kecil di dekapannya, tapi aku merasa hangat dan nyaman. Sepertinya pagi akan datang dengan cepat.
Zzzzzzz......zzzzzz......
TBC