The Way for ours

500 4 0
                                    


Dinda POV

Aku melihat jam di dinding kamarku. Pukul 24.00. Aku segera mengambil wudhu untuk shalat malam. Aku akan shalat istikharah. Belum ada yg tau berita bahwa Mas Raffi akan melamarku. Hanya aku dan Mas Raffi yang tahu. Bukannya aku ragu pada keyakinannya, aku melihat ada keseriusan di matanya, tapi aku ingin beristikharah kepada Allah. Allah akan menunjukkan kepadaku. Allah akan memudahkan jalanku dan Mas Raffi apabila kita memang berjodoh. Semoga.

Selesai sholat, aku berdoa kepada Allah dengan khusyuk dan lama.

Yallah...hamba adalah hamba mu yang lemah, hamba memohon kepadamu...tunjukkan jalan kepadaku apakah Mas Raffi pria yang engkau utus untuk jadi imamku kelak. Apa kah aku wanita yang pantas untuknya? apakah aku tercipta dari tulang rusuknya? Jika engkau mengizinkan, aku akan menerima Mas Raffi menjadi suami ku, imamku, pelindungku. Jadikanlah aku istri dan makmum yang baik untuknya, dengan segala kekuranganku. Amin....

Aku melepas mukena biru ku dan memakai hijab persegi warna rainbow. Entah kenapa aku tidak bsia tidur, aku memikirkan banyak hal. Sampai aku tidak bisa menjalaskan apa saja hal itu. Tapi yg terpenting aku sudah beristikharah kepada-Nya. Insyallah Allah mendengar doaku dan memberi aku petunjuk secepatnya.

Aku mengecheck smarthphone ku karena ada pesan masuk.

1 new message....

Assalamu'alaikum Dinda. Nice dream ya, sleep tight. Night.

Aku membaca pesan itu berkali kali. Itu dari Mas Raffi. Dia masih terjaga jam segini? Apa dia shalat malam juga. Aku mengetik balasan untuknya.

Wa'alaikumsalam Mas. Kamu belum tidur?

Belum nih Din. Kepikiran kamu. Aku habis shalat istikharah. Apa kamu shalat juga?

Iya ini baru selesai.

Din besok pagi insyallah aku ke rumah. Ayah sama Ibu ada dirumah?

Kayaknya ada Mas, datang saja.

Yasudah...udah malam Din, sebaiknya kamu tidur. Aku juga tidur.

Yasudah. Assalamu'alaikum Mas :)

Wa'alaikumsalam Dinda :) :)

Aku benar benar harus tidur. Tapi kenapa mataku gak bisa di ajak merem yah? Ayolah mata, kita harus bekerja sama. Kutarik selimut dan menutup mata secara paksa. Selanjutnya aku sudah terbang ke alam mimpi.

*

Pagi ini rumah sepi. Sepi dalam artian dirumah hanya ada aku, Ibu sama Ayah. Mas Valdo sedang pergi acara ulang tahun kantornya di Bali. Ayah libur kerja hari ini, karena wirausaha jadi Ayah si bisa kapan aja libur dan kerja. Ibu sendiri lagi asik masak di dapur. Dari aromanya sih Ibu kayaknya masak enak.

"Bu, masak apa ? Perlu Dinda bantuin?"

"Enggak usah Din, ini dikit lagi selesai"

"Ko banyak banget si Bu masaknya, kan kita cuma bertiga dirumah"

"Ya gapapa tho Din, Ibu lagi pengen masak aja. Ntar kalo ada tamu gitu kan jadi gak sibuk lagi. Kamu gak ngajar tho nduk?" Kata Ibu dengan logat Jawa nya yang kental.

"Dinda izin bu, agak kecapean aja, tapi paling sehari pulih kok,"

"Ohhgitu.." selanjutnya aku membantu Ibu menaruh masakannya ke piring dan menyajikan di meja makan. Ayah yang baru datang dari teras pun langsung duduk di meja makan. Ibu dengan tersenyum mengambilkan Ayah nasi dan lauk serta sayurnya lengkap. Begitu penuh cinta dari pandangan mereka. Aku jadi terenyuh melihatnya. 20 tahun lebih Ayah dan Ibu bersama. Ayah ku bukan orang Indonesia, Ayah tinggal di Pakistan dan pindah menetap di Indonesia setelah menikahi Ibu. Ayah inginnya membawa Ibu ke tanah kelahirannya, tapi apa boleh buat. Ibu gak bisa meninggalkan pulau Jawa yg sudah di tinggali nya selama kurang lebih 20 tahun. Tapi akhirnya Ayah mengalah dan karena cintanya pada Ibu, Ayah memutuskan untuk menetap di Indonesia, mengurus kewarganegaraannya menjadi WNI yg tadinya WNA.

Happy WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang