Chapter 8.

428 41 1
                                    

Seluruh staff maupun pelayan berkumpul di dapur, Sungmin oppa memulai pidatonya. Bukan pidato sih, tapi... ah entahlah mereka anggap ini apa.

“Terima kasih, maaf saya mengganggu pekerjaan kalian. Ada yang ingin sayang sampaikan kepada kalian semua. Mohon dengarkan baik-baik. Ch.. Shin Chan Hwa yang baru bekerja beberapa bulan disini adalah adik kelas saya semasa SMA. Saya sangat menyayanginya dan sudah menganggap dirinya seperti adik saya sendiri. Jadi saya mohon maaf jika selama ini perlakuan saya kepadanya lebih terlihat seperti memanjakannya atau diluar etika seorang atasan dengan bawahan. Karena saya memang tidak menganggap Chan Hwa sebagai pelayan di sini, namun sebagai adik saya. Sudah lama sekali saya ingin menyampaikan hal ini kepada kalian, namun Chan Hwa sendiri yang melarang saya karena tidak ingin membuat kalian kecewa dan merasa iri hati. Tetapi saya rasa sudah waktunya kalian semua tahu. Tolong jaga baik-baik sikap kalian di depan dia, buat dirinya senyaman mungkin bekerja disini. Dan saya juga tidak ingin ada yang menyakiti baik secara fisik maupun perasaannya. Jika itu semua terjadi dan saya tahu siapa orangnya, saya akan memberinya peringatan. Kepada siapapun, termasuk Chan Hwa, jika melakukan kesalahan tetap akan saya tegur. Saya cuma ingin kalian tahu bahwa Chan Hwa sahabat sekaligus adik untuk saya, oleh karena itu mohon bantuannya untuk menjaganya. Laporkan jika dia berbuat sesuatu yang kurang menyenangkan, saya akan menghukumnya dengan cara sendiri nanti.”

Sebagian pekerja ada yang tersenyum mengangguk-angguk mendengar pidato singkat Sungmin oppa. Sebagian lagi ada yang memandangku dengan tatapan sinis dan iri, namun aku tahu mereka tidak akan berani melakukan apapun kepadaku mengingat Sungmin oppa sudah memperingatinya. Hahahaha. Sebenarnya aku merasa tidak enak, sih. Tetapi mau bagaimana lagi? Memang begitu seharusnya, para provokator dan penyebar gosip itu harus diringkus secepat mungkin sebelum gosip bohong lainnya menyebar di seluruh kalangan pekerja. Maaf, ya kawan. Memang beginilah cara membalas secara diplomatik. Kkkkk.

Aku berani yakin 1000000% dua yeoja pelayan yang sedang memandangku dengan sinis itulah yang membicarakanku semalam. Kkkk, rasakan! Makanya jangan suka membicarakan orang tanpa mengetahui faktanya terlebih dulu. Biarkan ia menjadi kesal, memang sepantasnya begitu. Tak apalah sekali-kali menikmati status sebagai “Adik Pemilik Cafe” agar mereka tidak macam-macam. Segala resiko nanti sudah siap kujalani, toh Sungmin oppa pasti selalu ada di sebelahku. Bahkan ia ingat untuk tidak menyebut nama marga asliku. Sungguh, aku sangat menyayangimu oppa! Kkkkk.

“Baiklah, saya rasa cukup informasinya. Lima menit lagi sudah waktunya untuk membuka cafe, kembalilah kepada pekerjaan masing-masing. Bekerja dengan baik dan bersikap ramah kepada seluruh tamu. Terima kasih.” Sungmin oppa tersenyum kepada seluruh karyawannya. Sebenarnya ada rasa bangga yang terselip saat ini melihat oppa dengan seluruh wibawanya mengatur para staff. Coba seandainya, Sungmin lah yang menjadi kakak  kandungnya. Bukan orang itu yang hanya mementingkan status, harta, dan tahta. Orang itu yang suka seenaknya kepada bawahan dan menganggap semuanya selesai dengan uang. Orang itu yang tidak pernah memerhatikanku. Aku benci orang itu. Orang itu mestinya berlaku seperti Sungmin oppa. Yang selalu memerhatikan, menyayangi, melindungi, dan mengerti apa saja yang aku butuhkan. Mengapa Tuhan menakdirkanku menjadi adiknya? Bukan menjadi adik Sungmin saja. Aish, hal ini membuat mood ku buruk seketika.

“Hei, apa lagi yang kau lamunkan kali ini? Aku sudah meyelesaikannya tadi. Bagaimana? Keren, kan?” Sungmin oppa memerhatikanku sejak tadi rupanya. Aaah, inilah yang membuatku sangat menyayanginya lebih dari oppa kandungku sendiri. Sungmin lebih pantas sepertinya ketimbang orang itu.

Aku tersenyum menatapnya kedua bola mata yang selalu membuatku tenang lalu tertawa sekilas. “Ne, oppa. Kau sangat keren tadi! Sekarang pasti tidak akan ada lagi orang yang menggosipkan kita di belakang seperti kemarin.” Merasa keceplosan aku langsung diam dan pura-pura sibuk mengelap cangkir-cangkir yang masih basah. Sungmin oppa kelihatannya curiga langsung bertanya dengan tatapan tajam. Sudah kubilang ia tidak suka dengan orang yang bertindak buruk kepadaku, kemarahannya akan langsung memuncak biasanya. Neomu babo-ya! Bagaimana mungkin aku bisa kelepasan seperti tadi?!

“Chan Hwa, apa dan siapa yang kau maksud tadi?” Bahkan namja itu sudah menyebut namaku, bukan nama panggilan yang biasa dia pakai untuk memanggilku. Dia pasti serius dengan ucapannya.

“Ah, ani, oppa. Aku hanya berasumsi kemarin mereka membicarakan kita karena oppa selalu menunjukkan perlakuan istimewa kepadaku. Hehehe. Tenang saja, tidak terjadi apa-apa. I’m fine oppa..”

“Aigoo.... Yasudah, pengunjung sudah berdatangan. Sebaiknya kau bergegas melayani mereka.” Aku mengangguk sambil tersenyum ketika Sungmin oppa berbisik dengan suara kecil di dekat telingaku, “Sepertinya para tamu menyukaimu. Kkkk.”

“Oppa, itu geli tahu. sudah pasti mereka menyukaiku. Aku kan sangat ramah melayani mereka. Hahahaha..” terangku dengan bangga sambil tertawa sombong.

“Tapi, oppa masih berharap kalau kau mau bekerja sebagai asistenku, bukan sebagai pelayan...” Sungmin oppa terdengar lemas mengatakannya. Aku kan sudah bilang ingin menjadi pelayan saja.

“Shireo. Aku akan tetap menjadi pelayan. Oppa tahu sendiri kan, aku sudah lelah menjadi ‘tuan putri’ yang tidak tahu apa-apa. Jika aku menjadi asistenmu, sama saja dong.. Aku ingin melayani orang lain sekarang karena aku sudah sangat bosan dilayani. Cukup sudah selama dua puluh tahun mereka melayaniku tepatnya membuatku menjadi seorang pemalas. Jadi, kau bisa mengerti kan, oppa?”

Sungmin oppa hanya menghela napas panjang. Sepertinya dia tahu kalau aku sudah berkata seperti ini artinya tidak ingin dibantah lagi. Memang benar kok. Aku sudah sangat bosan dilayani dengan puluhan maid. Kalau aku mendapat keistimewaan lagi disini, untuk apa aku sampai memutuskan hidup sendiri? Hidup tanpa fasilitas kartu kredit unlimited, tanpa mobil dan supir, tanpa pakaian branded, dan yang pasti tanpa keluarga yang selalu sibuk dengan urusannya sendiri tanpa memerdulikan keadaanku. Buktinya sampai saat ini aku masih bisa bertahan hidup. Aku masih bisa membiayai dan mengurus diriku sendiri. Aku tidak  butuh itu semua. Aku tidak butuh...

 

To be continue...

My Name is OciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang