Chapter 18.

465 32 0
                                    

Kyuhyun’s POV

Aku kembali ke tempat dudukku untuk makan sebentar. Akhirnya satu masalah bisa dibereskan dengan lancar. Sudah dipastikan drama yang kujalankan tadi terlihat mengharukan sekali. Menjadi pihak yang dicurangi, lalu merelakan pasangannya pergi demi kebahagiaan bersama. Astaga, menggelikan sekali. Aku sudah tidak sabar dengan apa yang mereka tulis di artikel nanti. Lapar ini sudah tidak bisa ditahan, tanganku terangkat untuk meminta seorang pelayan datang ke mejaku.

Mataku terus menatap ke celah yang menunjukkan isi dapur. Terlihat beberapa orang sedang berkasak-kusuk lalu saling menunjuk. Aku berani menjamin mereka sedang berebut untuk melayaniku. Kkkk. Susah sekali menjadi CEO muda yang tampan dan lajang. Namun aku harus tetap menunjukkan wajah seperti habis tersakiti karena masih ada orang yang memperhatikanku dan menatapku dengan iba. Untuk kali ini, aku biarkan mereka mengira Cho Kyuhyun dikhianati dan merasa terpuruk. Dengan begini, appa akan semakin mudah mengertiku karena banyak saksi yang melihat.

Lamunanku buyar saat melihat seorang gadis berjalan menuju mejaku. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Aku tidak usah bersusah payah mencarinya karena dia datang sendiri kepadaku. Kkkk.

“Maaf menunggu lama. Silahkan, mau pesan apa?” Ramah seperti biasanya. Aku sempat tertegun beberapa saat memandangnya namun buru-buru mengalihkan perhatian pada buku menu yang diberikannya. Gadis itu sudah siap dengan tablet PC di tangannya untuk mencata pesananku.

“Oh, hmm.. aku pesan cream waffle dan cappuchino latte.” Dengan sigap gadis itu mencatat pesananku lalu menatapku, kenapa aku senang saat ditatap olehnya?

“Baik, ada pesanan lain?” tanyanya ramah. Pantas saja orang-orang mau berkunjung ke sini kalau pelayannya ramah seperti ini.

“Namamu.” Apa? Aku barusan mengatakannya! Kyuhyun baboya!

“Maaf, tadi apa yang anda bilang barusan?” Gadis itu mengerutkan keningnya. Sial, aku benar-benar kelepasan! Sudah terlanjur, lebih baik kulanjutkan saja.

“Ehem. Aku bertanya siapa namamu?” Bodoh, Cho Kyuhyun bodoh! Tidak ada katanya yang lebih keren dari itu? Aish.. aku benar-benar menyesali keadaan.

“Oh. Namaku? Ada apa dengan namaku?” Gadis itu memang polos atau bodoh, ya?

“Aish, iya. Namamu siapa? Aku hanya ingin tahu, apa itu salah?” Tidak tahan akhirnya aku jadi sedikit geram juga. Aku sudah memutus urat malu demi menanyakan nama seorang yeoja biasa di antara kerumunan orang. Lalu gadis itu malah berputar-putar mengulur waktu. Aku jadi malu, kan!

“Oci. Panggil saja aku Oci.”

“Oci?’

“Ne. Pesanan anda akan tiba dalam sepuluh menit, mohon menunggu sebentar.” Setelah itu gadis yang ternyata bernama Oci itu pergi menjauhi mejaku dan memasukki dapur.

Oci. Oci. Oci. Oci. Kalau disebutkan cukup unik juga. Seumur hidupku, baru kali ini aku mendengar nama seperti ini. Apa itu nama asli? Kalau hanya nama panggilan, lalu nama aslinya siapa? Kenapa tadi tidak sekalian bertanya, ya? Mungkin lain kali aku harus menanyakannya sekali lagi. Hari ini cukup mengetahui nama panggilannya saja. Dengan begitu aku ada alasan untuk kemari lagi.

“Pesanan anda. Selamat menikmati. Panggil kami kalau ada sesuatu.” Oci datang dengan nampan berisi pesananku. Tanpa dikomando, ia membungkuk sopan lalu meninggalkan mejaku lagi. Cepat sekali? Atau aku yang terlalu lama memikirkan gadis itu?

***

Author’s POV

Hari yang melelahkan bagi Cho Kyuhyun. Malam ini sesampainya di rumah, ia ingin langsung mandi air hangat dan pergi tidur. Badan pria itu hampir remuk. Meeting sore tadi benar-benar menguras tenaga CEO Cho Group yang baru saja mendapati kembali status lajangnya. Setelah kejadian di cafe, Hwa Lee Young belum menghubungi pria itu sama sekali. Sepertinya tidak ada alasan lagi untuk mereka mempertahankan hubungan yang sama sekali tidak wajar itu.

“Sial, kenapa harus pakai macet segala, sih?!” Kyuhyun memukul pelan kemudinya hingga membunyikan klaksonnya. Padahal pria itu sudah benar-benar lelah. Mungkin lewat jalan tikus bisa lebih cepat, pikirnya. Seketika pria itu membanting setirnya dan masuk ke dalam gang yang sepi.

Di tengah jalan yang lapang dan sunyi itu, pria itu melihat ada segerombolan lelaki sedang mendekati seorang perempuan, tepatnya menggoda seorang gadis. Kyuhyun menyipitkan matanya, seperti ia mengenal gadis itu.

Kyuhyun’s POV

Siapa yang sedang mengganggu seorang gadis di jalan yang sepi ini? Tepatnya siapa gadis yang diganggu itu? Kenapa aku tidak asing dengan gadis itu, ya? Mungkin aku pernah bertemu dengannya. Tunggu, bukankah itu... Mereka cari mati rupanya!

Segera kuhentikan mobilnya di pinggir jalan lalu meninggalkannya dalam keadaan mobil yang masih menyala, lampunya juga masih menyorot. Tapi ia tidak peduli, ada yang lebih penting saat ini. Di bawah temaram cahaya rembulan dan dibantu dengan sedikit penerangan lampu jalan, sungguh aku tidak memperhitungkan betapa gelapnya jalanan ini. Gadis bodoh! Kenapa berjalan sendirian di jalanan segelap dan sesepi ini, sih?!

“Hai, cantik. Ingin bermain bersama kami?” Kudengar salah satu dari mereka sudah mulai beraksi.

“Jangan sentuh aku!” Pekik gadis itu sambil menangkis tangan salah satu pria bejat yang hendak memeluknya. Dilihat dari gerakannya mereka semua pasti sedang mabuk. Kalau hanya menghadapi empat pria yang sedang mabuk, tidak akan mejadi sebuah masalah bagi pemegang sabuk hitam karate sepertiku ini.

“Hahaha, galak sekali.. kami ini pria baik-baik. Ayolah bermain sebentar. Pasti kau tidak akan dapat melupakannya.” Satu orang lagi yang bertubuh gempal ikut menggoda sambil berusaha mencekal tangan gadis itu.

“Pergi kalian! Sudah kubilan jangan sentuh aku! Kyaaaaa!” Gadis itu berteriak saat ada yang berhasil memegang lengannya.

“LEPASKAN DIA!” Setengah berlari aku menghampiri mereka.

“Aiish.. lihat siapa pahlawan kesiangan yang hendak mencari mati ini? Memangnya kau ini siapa, hah?” Pria kurus itu menenggak minumannya sambil mengoceh tidak jelas.

“Hai, bung! Tidak usah ikut campur urusan kami. Oh, kau ingin bergabung dengan kami? Baik, kuberi kesempatan untuk memulainya terlebih dahulu.” Selesai berbicara mereka semua tertawa. Sepertinya sudah benar-benar mabuk. Baik, ini saatnya.

“Aku bukan pahlawan kesiangan dan aku ini adalah kekasihnya. Kalian berani?” Aku mengabaikan gadis yang sedang melotot kepadaku tetapi tetap menantang segerombolan sampah masyarakat ini.

“Apa tadi katanya? Kekasih? Wahh, kau berani sekali melepas gadis secantik ini. Kenapa kau tidak membiarkan kami mencobanya juga? Kau pasti sudah...”

BUKK!


To be continue...

My Name is OciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang