Gue mau bilang dulu kalo gue bakal hiatus alias pergi dari wattpad selamanya kalo gue gak dapet vote dan comment yg memuaskan (ini berlaku di semua part selanjutnya). Gue gak bakal ngasih tau comment yg memuaskan versi gue itu gimana, kalo tiba2 gue ngilang itu artinya gue gak puas, itu doang.
Tapi tenang, gue bakal ngepos ending dari cerita ini, kok, sebelum gue bener2 hiatus dari wattpad, tapi secara garis besarnya aja sih.
Gue capek, cuy, liat viewers bertambah tapi comment sama vote gitu2 aja. Lo tau gak? Pasti gak, ya? Gue sering (banget) ngiri sama penulis lain yg comment sama votenya bejibun, kapan gue begitu woyyyyy.
Gue tau
GUE TAU
Semua penulis itu harus mulai dari awal, dari nol, tapi kapan gue beranjak dari nol, sih? Kapan? Karena dari dulu v+c gue gini2 aja.
Gini, gue liat pemberitahuan ada yg masukin cerita gue ke daftar bacaannya, dalam hati gue ngomong gini, 'Wih, vote baru, nih, comment baru juga, asseek.' tapi ternyata ... gue dibuat kecewa, lagi-lagi.
Terima kasih.
Gue sering mikir gini, tulisan gue gak sebagus mereka, ya, sampe gue gak pernah dapetin apa yang mereka dapet?
Apa kurang gue dibanding mereka? Tell me, please, I need that. I want to change, to be better than I am now!
Udahlah, thanks udah baca bacotan gue, semoga ini bisa jadi bahan renungan untuk gue dan kalian.
Terima kasih *bungkukin badan*
[]
Kelas terakhir sudah bubar, Vernon memutar kursinya menghadap Reiri dan Jessica.
"Gue mau ketemu kalian di McD besok jam 3!" kata Vernon sambil cengar-cengir. "Lo berdua boleh pesen apa aja, gue vevasin, gue yang traktir!"
"Gue boleh bawa Uji, kan?" tanya Jessica penuh harap.
"Terserah lo, asal jangan keluarga besar-nya aja lo bawa."
"Yes!!" Jessica memekik kegirangan.
Di tengah kegirangan Jessica, Reiri malah menatap Vernon dengan tatapan bertanya-tanya. Vernon yang sadar akan itu balas menatap Reiri sambil bertanya 'kenapa' tanpa suara.
Reiri menggeleng.
[]
"Mah, aku berangkat ya."
"Berangkat kuliah? Tumben kamu kuliah hari sabtu?"
"Bukan, aku mau ke McD, udah janjian sama Vernon, sama Jessica juga."
"Oh ya? Kalo gitu mama bungkusin satu, ya!"
"Sip, Bos! Bye, ma!"
"Tace care!"
Reiri keluar dari rumahnya, lalu masuk ke mobil Woozi yang sudah menunggu dari tadi di halaman rumah Reiri.
"Jalan!" suruh Reiri, Woozi menjalankan mobilnya tanpa bicara.
"Eh, emang beneran gue boleh ikut, nih?" tanya Woozi.
"Boleh, kok, yank," jawab Reiri sambil menirukan nada suara genit Jessica.
Jessica mendelik ke arahnya.
"Dia pacar gue, Pe'a!"
Reiri memutar bola matanya. "Terus?"
"Mau lu apa'in pacar gue?! Dia cuma milik gue!"
"Mau gue dung-in."
"Dia gak mau hamil anak lu, Pe'a!"
"Lu yang Pe'a! Dia mau!"
Woozi memutar bola matanya. Cewek, dasar.
"Udah hampir sampe, nih," kata Woozi.
"Hampir, kan, bukan nyampe," sahut Reiri.
"Gak usah pake urat sama pacar gue, Pe'a!" kata Jessica.
"Udah sampe," kata Woozi.
"Diem lu, Pe'a!" kata Jessica.
"Ini beneran, Pe'a!"
"Pe'a! Jangan ngatain gue Pe'a!"
"Cepetan turun, Pe'a!" kata Reiri sambil turun mendahului mereka berdua.
Jessica dan Woozi ikut turun.
"Pe'a, Vernon nya belom dateng!" teriak Jessica. "Dia yang ngajak dia yang telat!"
"Gak usah teriak-teriak, Pe'a!" kata Reiri sambil duduk di kursi.
Sementara Woozi memesan makanan, Jessica duduk sambil merengut di depan Reiri.
"Gue telat, sorry, punya gue udah dipesenin, belum?" tanya Vernon yang baru datang, ia lalu duduk di samping Reiri, karena kursi di sebelah Jessica sudah pasti milik pacarnya.
Reiri mengangkat bahu. "Tuh, Uji lagi mesen."
"Yang boleh manggil pake nama Uji cuma gue!" sahut Jessica tidak terima.
Sementara pemilik nama baru saja kembali dan bergabung dengan mereka.
"Semuanya gue pesenin sama."
"Apa?" tanya Jessica.
"Pasta, gak masalah, kan?"
"Gue, sih, kalo gratisan gak banyak protes," jawab Reiri.
"Gue suka-suka aja, sih, sama pasta," sambung Vernon.
"Cuman pasta?" tanya Jessica.
"Sama kentang goreng juga," jawab Woozi.
Limabelas menit kemudian pasta mereka datang, kalo kentang udah lebih dulu datang.
"Guys," Vernon membuka suara di tengah makan mereka.
Semua menoleh menatap Vernon.
"Ji, setelah ini, tolongin jaga'in Jessica, ya, sepupu gue ini kalo gak dijagain kayak macan baru keluar dari kandang. Kalo Reiri, gue yakin dia bisa jaga diri sendiri." Vernon menoleh pada Reiri, lalu tersenyum. Senyum yang tidak pernah didapati Reiri dari Vernon selembut ini.
"Kata-kata lo kayak mau meninggal aja," kata Jessica.
"Gue dapet undangan pertukaran mahasiswa ke Singapur."
"Secepet ini?!" pekik Reiri. "Kita, kan, baru jadi mahasiswa?"
Vernon mengangkat bahunya. "Selama satu semester gue di sana."
"Kapan lo berangkatnya?" tanya Jessica.
Makanan mereka jadi tidak dihiraukan lagi karena cerita Vernon, kecuali Woozi yang memang tidak ada hubungan apa-apa dengan Vernon, tetap melanjutkan makannya, tapi sambil mendengarkan juga, sih.
"Besok."
"Huhuhuuu gue bakal kangen elo," rengek Jessica sambil memeluk Vernon. Dia serius.
"Iya, Wel, gue juga," kata Vernon sambil membalas pelukan Jessica.
Reiri menepuk lengan mereka berdua, lalu mereka bertiga berpelukan erat.
Reiri menitikkan air matanya di pundak Vernon. "Gue sayang elo, Ver, baik-baik, ya, di sana."
[]
Besoknya,
Pesawat sudah lepas landas.
"Huweeeee Reiriiiiii," tangis Jessica pecah, Reiri segera memeluknya.
"Vernon pergi, Ri."
"Iya, Jes."
"Hiks hiks slurrpp."
"Sabar ya." Reiri menepuk-nepuk punggung Jessica untuk menenangkannya.
Mereka pun larut dalam tangis mereka.
Tanpa menyadari seseorang yang sedang duduk tidak jauh dari mereka dan memakan burger, sedang memperhatikan mereka.
Lalu saat lelaki itu mengalihkan pandangan, seorang pemuda juga sedang menatap lurus ke arah Reiri dan Jessica.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Angel
RomantizmAku adalah orang suruhan ayahnya untuk menjaganya dari jauh -Jun