Rinai Dandelion's POV
"Ooo. Pantas saja kau sangat mahir. Kapan-kapan ajari aku ya! Aku kan pelanggan setia toko kelontong tempat kau bekerja."kataku panjang tinggi.
Aku senang sekali akhirnya, ia mau menjawab pertanyaannya. Namun, pertanyaan yang mengenai namanya terus ia hiraukan. Sekitar 2-3 kali, aku sudah mengulang pertanyaan yang sama.
Kruyuk!
Dia menatapku. "Wha? Kau lapar, ya!"
"Tidak!"kataku berbohong.
Kulihat ia tengah menyembunyikan senyumnya. "Sudah kubilang jika kau ingin berbohong lihatlah kondisi kau dahulu."
Huh! Ketahuan lagi. "Iya, iya. Ngaku, deh. Kali ini kau menang, ya! Mampir bentar ke cafe lain, yuk!"
"Nggak! Aku harus kembali ke kos-kosan ku."tolaknya. "Ya sudah, aku ikut saja. Ada bahan makanan, kan? Aku bisa masak, kok!"tawarku. Sebenarnya, sih aku nggak terlalu pintar dalam memasak. Namun, karena perutku terus meraung kelaparan, aku menawarkan diri untuk memasak.
"Ya sudahlah! Dasar pemaksa!"ucapnya. Terlihat jelas mimik wajahnya yang kurang sedap. Biarkanlah!
Aku mengikuti kakinya berjalan. Berhenti di depan bangunan kecil. Berwarna hitam dengan garis-garis perak. Dia mempersilahkanku masuk. Aku melepaskan sepatuku serta jaket tebal yang sedari tadi menempel di tubuhku. Di dalam kos-kosannya sangat kontras dengan di luar. Di dalam warna dindingnya masih berwarna hitam. Tapi kali ini bukan garis-garis yang menghiasinya, melainkan ukiran berwarna perak. Ada ukiran yang berbentuk spiral, ada yang polkadot, dan ada juga yang terukir seperti sayatan pisau.
Aku menggidik saat melihat ukiran yang terakhir itu. Juduga ukiran yang terakhir itu ditambah dengan fosfor yang tak pernah kuketahui. Fosfor itu menbuat ukuran sayatannya menjadi 3 dimensi (3D).
Lega sekalu ketika sayatan itu berwarna perak. Mungkin, aku akan menjerit kalau saja itu berwarna merah. Membuat rumah itu bagaikan Kerajaan Zeus dan dihuni oleh Medusa.
Bangunan ini kesannya kecil jika kita lihat dari luar. Namun, di dalamnya, sangatlah menakjubkan. Saat ini, aku sedang membayangkan tenda ajaib yang ada di Harry Potter.
"Mana dapurnya? Kita langsung aja masak!"ajakku, mencari ruangannya. "Nah, ini dia!"
"Aku buka kulkas, ya! Bantuiin, dong!" Kalimat itu kuucapkan diikuti oleh hembusan keras dari lelaki itu. Dia memang terpaksa menerima tamu seperti diriku ini. Hanya terdapat 3 telur, 1 sosis ayam, 2 tahu, juga 4 sawi. Aku keluarkan 2 telur, 1 sosis ayam, dan 1 tahu. Aku lihat ada lemari makanan di samping kulkas itu. Kubuka dan kulihat isinya ada bumbu-bumbu penyedap rasa. Aku ambil salah satu dari antara mereka.
Aku mulai memasak secepatnya. Karena, perutku sedari tadi sudah galak seperti singa ataupun harimau. (Di level yang sekarang aku derita, sepertinya aku mendapati yang cheetah, deh)
Bulu kudukku tiba-tiba berdiri semuanya. Seperti dikomando olek kapten yang sangat amat galak. Entah apa alasannya. Tetapi, beruntung aku mempunyai sifat cuek. Karena hal itu, aku dapat memciptakan hidangan makan malam yang super mantap. "Sang Barista! Dimana kau? Cepat datang kesini! Sebelum makanan ini kusikat sendiri."
Meja ruang tamu yang tadinya kosong melompong sekarang terisi hidangan sederhana. Makanan didepanku ini pernah diajarkan ibuku dulu. Makanya aku tahu cara memasaknya. 2 telur yang tadi mentah kuubah menjadi 2 telur dadar yang sekarang sudah menyatu dengan potongan-potongan sosis ayam. Tahunya hanya ku goreng ditambah dengan kecap manis serta penyedap rasa. Mulutku segera menyantapnya.
Kehadiran sosok laki-laki barista itu belum muncul juga. Sekali lagi kupanggil dia. Belum ada jawaban darinya.
***
Vote and comment ya!
Terima kasih~
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Barista
FantasíaAku melihatnya sepanjang hari disana. Bekerja bersama kopi hangat. Tiba-tiba saja dia sudah menjadi temanku seorang. Aku mulai mencari cerita mengesankanku dari pengalaman asliku. Tak lupa juga aku mencari penyemangat. Sepatah kalimat penyemangat ta...