Airplane Thoughts: Hers

279 10 1
                                    

"Almost" is the worst way to love someone. Dan itu adalah hal yang aku rasakan ke Glevon—atau Luca—atau apalah namanya. Orang-orang bilang kalau kamu suka seseorang lebih dari 3 bulan berarti kamu cinta. Aku sama Glevon belum tiga bulan. Belum satu bulan, malah. Tapi rasa yang aku rasakan ke dia lebih dari semua rasa yang dulu pernah aku rasakan ke cowo manapun.

AC pesawat mulai mendinginkanku. Sigh, aku ga pernah suka naik pesawat. Baunya, dinginnya, suaranya. Aku pernah membaca bahwa normal kalau kita ga comfy di pesawat. Ini karena kadar O2 di pesawat lebih sedikit. Ada beberapa saat waktu aku suka pesawat, sih. Seperti saat menemukan lagu favorite baru dari pilihan lagu di monitor pesawat. Aku juga cukup senang waktu boarding ke pulau ini. Tapi sekarang? No. Pesawat memang yang dulu membawa aku ke Luca, dan sekarang pesawat juga yang membawaku meninggalkannya. 

He give me a goldfish. In the airport. Aku masih bisa mengingat dengan jelas. Saat setelah dia meninggalkanku untuk masuk ke dalam, tiba-tiba dia mengengam tanganku.

"Take this with you."

Saat itu aku melihat tangannya yang sedang menggengam sebuah plastik berisi seekor ikan mas kecil. Gila sekali kan orang itu. "Aku ga mungkin bisa bawa ini ke Surabaya, Glevon. Bisa kena charge aku."

"Benar juga ya." Dia berkata sambil mendengus pelan. I want to see him smile somehow.

Lalu tiba-tiba dia menarikku ke pelukannya lalu menempelkan bibirnya ke bibirku. 

Beda.

Ciuman kali ini beda.

This kiss was slow and painful, but it was also sweet and gentle. Memang ciuman ini bukan ciuman terhebat yang kita lakukan, mungkin ciuman terhebat itu waktu di hari kedua kita bersama, tapi ini beda and I like it. Dan pada saat itu kita ga peduli kita lagi di mana. Lagipula, this is airport. People say goodbye this way. But somehow I don't want to say goodbye yet.

Waktu pertama kali aku ketemu Glev—Luca, aku sudah mengantisipasi ini. Aku sudah mengantisipasi perpisahan. I want him but I know I'm gonna leave him. Dan mungkin aku sudah tau kalau mungkin aku akan merasakan perasaan-perasaan ini ke dia, mungkin aku sudah tau kalau aku pasti akan jatuh, mungkin aku sudah tau kalau aku pasti akan sedih waktu kita berpisah. Mungkin aku sudah tau kita tidak mungkin bersama. But, I don't regret it. I don't. You see, the pain was worth it. 

It lasted too short though. Gle—Luca, allowed me to exaggerate a memory or two, when Summer lasted longer than we do. 

Lalu dia bilang, "I wanted to say enjoy your life and forget my name, but damn, Leta, am I wrong if I want you to remember me?"

Aku tidak membalas apa-apa saat itu. Aku tidak tau mau balas apa. 

Lalu dia lanjut mengatakan, "Ikan mas ini ga bisa kamu bawa ya? I'm so stupid. Aku tadi keburu beli barang apapun yang aku lihat. Seharusnya aku beli gelang atau semacamnya gitu, kan? Tapi gapapa. Leta, I want you to promise me. Waktu kamu tiba di Surabaya nanti, kamu harus langsung beli ikan mas. Lalu beri dia nama Glevon. Damn, Leta, am I wrong if I want you to remember me?" Dia bertanya lagi.

Aku tersenyum. He's cute sometimes. Aku lalu mencium pipinya dan perlahan ke bibirnya lalu berkata, "Aku akan mengingatmu."

And this is how I will remember him. Aku akan mengingat di satu December saat aku berumur 16 tahun, aku bertemu dengan seorang pria yang lebih dari mempesona. Pertamanya kita ciuman tampa perasaan lalu kita tidak ciuman sama sekali karena kita mulai sadar kita punya perasaan ke satu sama lain. 

This is how I will remember him. Orang minum alkohol untuk melupakan masalah mereka sesaat. Dan bagiku, Glevon adalah alkohol. Dia membuatku lupa akan masalahku dan jatuh ke dream-like reality. Tapi, alkohol hanya bertahan semalam. Orang tidak minum saat matahari bersinar. Semalam, sebentar sekali. Dan aku dan Glevon pun seperti itu. Hanya sebentar.

This is how I will remember him. Bahwa dulu suatu hari aku bertemu seorang dengan rambut dan mata sehitam langit malam bernama Glevon. Ya, aku akan mengingatnya dengan nama Glevon. Karena, Luca seakan mengingatkanku kalau kita harus berpisah. Glevon dan aku punya terlalu banyak memori sedangkan Luca hanyalah nama yang dia tulis di disc berisi lagu yang dia kasih ke aku. Dan perpisahan. Luca ingin aku menamai ikan mas Glevon tetapi ikan mas lebih mengigatkan aku ke Luca. Karena perpisahan, ikan mas mengigatkanku ke perpisahan. 

This how I will remember how we end. Him standing still watching over me. We kissed but we didn't cry. And as I left I didn't feel the pain yet. I guess the pain will come when I depart. I guess the pain will come when I missed him. I guess the pain will come when I stare at the sky wishing he was next to me. I guess the tear will fall when I realized how great we could have been.

Dan aku tau mungkin suatu hari nanti aku akan melupakan semua ini. Aku akan melupakan Glevon dan aku akan melupakan ciumannya. Karena ini semua terlalu indah. Terlalu indah untuk jadi kenyataan. Aku takut suatu hari aku hanya akan menganggapnya sebagai imijinasi semata. Tapi aku tau ini bukan imijinasi, aku masih bisa meraskan sentuhannya di kulitku.

Goodness, is this the kind of thoughts people think in airplane?

Sebagian diriku berharap Luca bakalan kesini, atau menungguku di gerbang kedatangan di Surabaya nanti. Atau menemuiku di Surabaya kapan-kapan. Aku tau ini mustahil. Tapi sebagian dari diriku masih mengharapkan hal-hal klise itu. Dan sebagian diriku yang lain mau dia tetap disini. Sebagian diriku yang lain berharap aku tidak akan bertemu Luca lagi. Karena aku takut. No relationship last forever. Aku takut kalau dia mengejarku nanti dan kita bersama lalu aku mendapatkan Luca tidak se perfect yang aku bayangkan. Aku takut aku akan bosan dengannya dan perlahan melihat cinta kita mati. This is better. Lebih baik kita berpisah saat perasaanku dengan dia masih kuat daripada saat kita tidak ada perasaan sama sekali. This is better. With pain I will remember him more. 

Dan aku tau dia punya pikiran yang sama. We just exchanged our first name, not our last name. Aku tidak mungkin bisa menemukan instagramnya atau twitternya begini. Kita juga tidak tukar nomer telfon. Aku rasa kami berdua sadar bahwa kami hanya mau mengingat satu dan lainnya sebagai a fantasy. I don't want to ruin this fantasy by putting it in my daily reality.

Did I just mention love previously? 

But you know what, maybe I am. 

Maybe I already fall in love with him. 

In less than one month.

Untung waktu itu Glevon menyuruhku untuk mengambil fotonya yang banyak.

Because it's all I have now.


__________________________________________________________________________________

Next chap will be Glevon's point of view! Posting in 11 Des! Wait for it! The last chapter<3


In My Escape, I FellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang