Sudah beberapa menit Leta berdiri didepan pintu bungalow kamar Glevon, bingung memutuskan masuk atau tidak. Ini masih jam 2 pagi, masa Glevon sudah bangun?Tapi kalau dia tidak bertemu Glevon, buat apa dia menyimpan 1 jam lebih menganggur sebelum dia pergi ke airport? Tapi kalaupun bertemu dengan Glevon, dia mau bicara apa? Perpisahan? Yang benar saja.
Leta mengetuk-ngetukan jarinya di handler kopernya sebelum akhirnya dia mengengamnya dan membawanya menjauh dari pintu Glevon. Leta tidak memberitau Glevon kalau dia akan ke bungalownya jam segini, pasti Glevon masih tidur.
Tapi jantungnua hampir copot saat dia melihat Glevon beridiri di depannya dengan straight face. "Glevon!" Katanya kaget, kakinya lompat beberapa centi.
"Ngapain apa kamu kesini malam-malam?" Mata tajam Glevon berpindah ke koper Leta. "Dan apa koper itu? Kamu mau kemana?"
"Kamu juga ngapain diluar jam segini!" Tanya Leta balik.
"Habis minum, sama temen." Jawab Glevon, masih kaku. "Kamu mau balik Indonesia?"
Leta tersenyum sayu dan mengangguk. Dia menaikan pandangannya perlahan, ingin melihat ekpresi Glevon. Leta tidak bisa mendiskripsikan perasaannya ketika Glevon masih sama seperti sebelumnya, kaku. Apa yang Leta harapkan? Tangisan? Yang benar saja.
"Mau ke airport? Flight jam berapa?"
Leta mengangguk lagi. "Jam 6."
Glevon mengangkat tangan kanannya, melihat jam. "Berarti kamu masih punya 2 jam-an sebelum check in ya?"
"Ya. Tapi aku mau berangkat, buat jaga-jaga."
"Mau aku anterin? Nanti aku pinjemin mobil temenku, dia asli sini."
** **
Saat Leta bersama Glevon, dia hampir tidak pernah diam. Mereka selalu bicara, cerita, mencoba untuk impress satu lainnya; kalaupun mereka diam, itu mungkin karena mereka mendengar musik dari earphone. Tapi saat ini mereka hanya diliputi keheningan. Mereka bahkan tidak mengucapkan sepata kata sejak mereka naik mobil.
Leta ingin mengajak Glevon bicara. Astaga, ini jam-jam terakhirnya bersama dia! Tapi apa? Dia kehilangan topic. Leta tidak bisa apa-apa selain mendengarkan lagu dari tape mobil. Diluar juga masih gelap, hanya dihiasi oleh beberapa lampu jalan dan cahaya bintang.
"Kamu ga bilang kalo kamu pulang hari ini."
Kata Glevon barusan mengagetkannya. Letapun menoleh ke arah Glevon dan mendapati matannya tajam di jalan, tangan kanannya ditaruhnya di jendela yang terbuka sedangkan tangan satunya di setir. He looks so cool. She's not ready to leave.
"Kamu ga pernah nanya kapan aku pulang."
Tiba-tiba Glevon tertawa pelan, tawa seolah dia melakukan kesalahan. Membuat Leta bingung.
"Kenapa kamu ketawa?"
"No, it's just that, I know why you didn't tell me. Because there's bliss in knowing that somebody is waiting for you."
Kata Glevon barusan membuat Leta tersenyum. Benar juga. Leta tidak memberitau Glevon karena dia ingin Glevon merindukannya, dia ingin Glevon mencarinya, dia ingin pikiran Glevon hanya diisi oleh namanya. Apakah ini terlalu berlebihan?
"How could you know and be so sure?" Tanya Leta kembali sambil tersenyum.
Glevon menoleh ke Leta lalu berkata, "Flight pulangku juga hari ini, jam 6 malam nanti."
Saat itu juga tiba-tiba mereka tertawa terbahak-bahak. Tidak ada yang lucu, tapi mereka tertawa. Mereka tertawa sebebas-bebasnya sebelum akhirnya perlahan mendiam. Kembali menatap jalanan sepi yang mereka lalui.
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Escape, I Fell
Historia CortaUntuk ulang tahun ke-16-nya, Leta memilih untuk liburan sendirian ke pulau eksotis yang terpencil daripada pesta atau sekedar makan-makan. Di pulau itu, di bertemu dengan seorang pria dan berdua mereka menemukan lebih dari keindahan pulau dan suara...