Jangan Sekarang

302 13 0
                                    

Hari ini dengan wajah muram, bibir mengerucut dan dahi mengerut, ku naiki satu demi satu anak tangga menuju lantai tiga perpustakaan lama.
Cucian yang menumpuk di kost, ditambah lagi percikan becek di rok ku dari sepeda motor yang melintas sewaktu aku beranjak dari kost membuat mood ku berada di level paling rendah.
"Kenapa kau woy?"
Halim malayangkan tarikan pada jilbab ku di bagian belakang.
"Aku lagi gak mau becanda, stop doing it."
"PMS kau? Udah macam mamak-mamak pagi-pagi merepet"
"Shut up!"
Tanpa berpanjang lebar aku meninggalkan halim yang masih berada di depan pintu kelas. Elisabeth tampak serius dengan laptopnya, sementara Hardi sibuk dengan HP dan headsetnya. Dan aku belum melihat batang hidung Nita. Sudah wajib rasanya setiap Senin ada ritual terlambat bagi Nita.
"Ehhh mem masuk.... Cepetan...."
Segerombol mahasiswa lainnya berlomba masuk ke kelas, terlihat Ma'am Owi tidak membawa tas laptop yang biasa digunakan untuk mata kuliah Listening. Dan Nita berjalan sambil menahan tawa dibelakang Ma'am Owi.
"Good morning class..."
"Good morning Ma'am"
"Ma'am minta maaf, hari ini kita gak masuk. Saya ada urusan di Biro rektor. Kalian langsung ke fakultas yaa. Ada acara disana."
"Iya Ma'am."
Ku lihat sekeliling, mereka tampak bersemangat. Menyandang kembali tas mereka, dan beranjak meninggalkan kelas.
"Kita kemana yak? Makan yuk"
"Tak, jangan bilang kau belum sarapan yaa"
"Iya Yak. Ya Allah pinternya kau Yak. Ayok lah yok."
"Kebiasaan...."
Ini bukan pertama kalinya Nita terlambat dan belum sarapan sama sekali. Dan sudah menjadi kelaziman menemani Nita menyantap sarapan sekaligus makan siang.
Nita memesan nasi goreng dan jus kuini, sementara aku dan Elisabeth hanya memesan sebotol air mineral.
"Eh, tadi kata Ma'am kan ada acara di fakultas. Acara apa? Kok aku gatau?" Kali ini aku memulai percakapan sambil menunggu pesanan Nita datang.
"Entah, akupun gak tau. Kau tau bet?"
"Oalah Tak, samanya kita tiga. Gak ada yang tau."
"Opp, makan gak ngajak-ngajak yaa"
Halim datang dan langsung menyambar makanan yang ku pegang.
"Eh lim, kau tau acara apa di fakultas?"
"Tadi katanya sih, ada SBB"
"SBB? Apa itu?"
"Semarak Bulan Bahasa loh, Aulia."
"Acaranya anak Bahasa ya?"
"Ya gak mungkin kan acaranya anak seni tari?!"
"Ehh liat yuk."
"Udahlah makan dulu kenapa sih?!"
Memang rasa lapar ku itu terpaksa menyuruh ku untuk menyantap bekal yang ku bawa. Tapi rasa penasaran ku naik ke level selanjutnya. Menurut ku, di acara ini, aku bisa bertemu dengannya. Atau mungkin bertegur sapa.

***
"Tau gini tadi gausah makan lah."
Cetus Elisabeth melihat sisi kanan panggung yang sudah berjejer rapi penjual makanan. Ada martabak, siomay, rujak ulek bahkan ada stand yang menjual jilbab dan sepatu.
"Bet, cobain martabaknya yuk. Pengen yang manis-manis nih"
"Yak, please lah yaa. Baru makan."
"Aaa tapi aku belum kenyang."
"Yauda pesanlah sendiri. Aku mau pinjam laptop ke hmj."
Aku yang kini hanya seorang diri, memesan martabak rasa keju dan coklat. Namun mata ku masih saja berkelana, mencari akhwan yang bisa jadi panitia pada acara ini.
Nasib baik berpihak pada ku. Aku menemukannya duduk di meja panitia. Mengenakan jas hitam, membuatnya makin terlihat gagah.
"Dek, ini pesanannya."
"Oh iya. Makasih, Kak."
Duh kenapa pesannya cepat selesai. Ketika aku hendak berbalik melihatnya, dia lenyap. Ntah kapan dia beranjak, yang ku lihat saat ini hanyalah rekan-rekannya yang lain.
Kerumunan kini semakin ramai. Aku langsung menyusul Elisabeth dan yang lain ke ruang Himpunan Mahasiswa Jurusan dan menghabiskan martabak ku.

***
SBB berlangsung selama 3 hari. Acaranya sangat menarik. Ini hari kedua, aku bahkan belum bisa menemukan waktu tepat untuk berkomunikasi dengannya. Yang aku lihat, Fikri memang sibuk.
Hari ini, teman satu kost ku sengaja datang untuk mencicipi martabak yang aku beli semalam. Mustahil rasanya bagi Amira tidak tergiur dengan martabak keju, walau aku hanya menceritakannya, bukan membelikannya.
"Yak, aku udah di fakultasmu. Mana kau?"
"Aku disebelah kiri panggung, Mir. Datang sini"
"Ohh oke aku lihat."
Mira tak datang sendiri. Ada 2 orang pengikut setianya, Rena dan Putri.
Aku dan Mira bergerak menuju stand martabak. Sementara Rena dan Putri menunggu. Keberuntungan juga masih memihak ku.
"Mir, liat deh abang itu."
"Yang mana yak?."
"Itu yang pake kemeja orens."
"Ohh itu, cakep. Gebetan baru?."
"Eh bukan. Aku suka lihat wajahnya, adem gitu."
"Udah kenalan?."
"Belum Mir. Gak berani."
"Kenapa? Yuk aku yang panggil."
"Enggak ah. Aku malu."
"Kebanyakan malu ya, Yak."
"Ehh martabaknya selesai. Yuk kesana."
Tanpa basa-basi lagi, aku menarik Amira, bergabung lagi dengan Putri dan Rena. Ada hasrat untuk menemuinya. Tapi aku tahan untuk sekarang. Mungkin lain kali.

***
Jam sudah menunjukkan pukul 4. Aku ada janji dengan Amira, menemaninya ke rumah sakit, menjenguk tantenya.
"Yak, udah jam 4. Yuk gerak."
"Yauda yuk."
Baru saja hendak bergerak meninggalkan kampus, mata ku tertuju pada sisi kanan panggung.
"Mir, lihat deh. Itu bang Fikri kan?"
"Iya. Yaudah kesana yuk. Pura-pura lihat foto."
"Eh jangan, aku malu."
"Kenapa malu sih? Kali aja bisa kenalan."
Aku mengikuti kemauan Amira, terlebih karna terpaksa.
"Duh Yak, alisnya kenapa tebel kaya sinchan gitu?"
"Hus, ngawur. Eh itu pake pinsil alis gak sih?"
"Eh iya pake. Ya Allah...."
Amira sontak tertawa mengingat Fikri seorang cowok, tapi menggunakan pinsil alis.
"Mir, jangan kekeh. Kalik aja dia mau nampil kabaret juga."
"Iya juga ya. Yaudah kita tanya yuk."
"Enggak ah. Aku gamau nekat. Malu sumfah."
"Aku yang tanyain."
"Yaudah yuk."
Belum lagi Amira berhasil melontarkan pertanyaannya, aku refleks menarik tangan Amira dan berhenti tepat di sebelah Fikri dan teman-temannya.
Kali ini, aku berdiri di posisi yang sangat dekat, begitu dekat, sampai aku tidak bisa mengontrol detak jantung ku. Semakin bergetar, saat dia malayangkan senyum manisnya. Andai saat ini aku berhasil mengenalnya. Mungkin aku lah yang berada disitu, walaupun hanya memberikan semangat.
Mungkin lain kali...

Ku Dekap Kau Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang