Seminggu berlalu, sejak kejadian di perpustakaan minggu lalu, aku berhenti mencari sosok Fikri yang biasanya selalu jadi topic hangat untuk aku fikirkan. Mungkin karena aku enggan untuk mengeluarkan air mata ku lagi hanya karena terbakar dengan kebahagian mereka-Fikri-dan-wanitanya.
Minggu ini Aku, Elisabeth dan Halim sengaja pergi ke Mall tak jauh dari kampus ku.
"Eh, nyadar gak kalo tugas udah ngebabuin kita sebulan terakhir ini?"
"Lim...Lim. Dasar kau aja yang nunda – nunda tugas."
"Ehhh tapi emang tugas lagi banyak – banyaknya loh."Aku masih terdiam, sesekali tersenyum untuk memberikan cerminan bahwa aku menghargai dan mendengarkan celotehan mereka. Otak ku masih saja bertumpu pada kejadian – kejadian yang ku alami akhir – akhir ini. Seolah me-review semuanya, membayangkan dengan detail kondisi saat itu.
"Ehh Lim, Bet kita lihat baju yuk."
"Kau yakin, Yaak?"
"Yahhh diyakin-yakinkan ajalah ya. Window Shopping gak masalah kan?"***
Aku dan kedua teman gila ku ini kini berada di toko buku. Tak afdol rasanya jika ke mall tidak mengunjungin toko buku. Walaupun tidak membeli, setidaknya hanya melihat novel – novel yang baru saja meluncur di pemasaran.
Ku lihat, seorang pria memakai kaos abu – abu, bersama dengan wanita berjilbab, bergamis hijau tosca. Lagi-lagi, ku dapati Fikri bersama wanita itu. Dunia serasa sempit, dimana aku ingin bersenang – senang, sejenak melupakan kisah cinta ku. Mereka selalu muncul, menghancurkan mood ku dengan bebasnya.
Kali ini, aku tak mau terbakar cemburu, aku memilih beralih, bergabung bersama Elisabeth dan Halim yang makin membatu dengan novel merekaa masing – masing.
***
Hari ini hari sabtu, tepat pukul 07.30 pagi. Aku sengaja datang lebih cepat ke kampus, untuk mengikuti senam zumba bersama senior ku. Lalu siangnya mengikuti debate club, dan dilanjut dengan latihan nari.
"Enak ni cuacanya untuk Zumba."
"Iya bener Lim."
"Ehh siang nanti temenin aku makan ya, Yak."
"Siip."***
Selepas dzuhur, aku dan Halim bergabung dengan senior ku di kantin Pasca Sarjana.
"Eh, kemarin yang menang Semaf siapa, Ra?"
"Oh si Nuel yang pertama, kedua si Fikri, Din."Fikri? Oiya, aku bahkan sudah tidak memperdulikan apakah dia terpilih atau tidak di Semaf. Baguslah kalau dia terpilih. Suasana di meja bundar itu terasa sangat hangat. Seperti tak ada perbedaan bagi stambuk baru dan senior dalam bercengkrama. Terasa sangat akrab.
Lalu datang seorang wanita, wajahnya familiar. Dan aku benar, meskipun minus mata yang membuat pandangan ku tak begitu jelas, aku tanda dengan bentuk wajahnya bahkan penampilannya, itu adalah wanita yang pertama dan terakhir kulihat bersama Fikri.
Kak Zahra menyapanya, terkesan seperti meledeknya.
"Ehhh Yuni.... sendiri aja? Sini gabung."
"Eh kak Zahra."
"Mana Fikri? Biasanya berdua terus. Udah berapa lama kalian pacaran?"
"Kita gak pacaran kak, tapi ya gitu. Dekat aja."
"Saling sayang kan? Saling tau juga, yakan?"
"Heheheh, ya gitulah."Halim yang kali ini faham dengan arah pembicaraan mereka, menginjak kaki ku. Membuat aku berteriak, memecahkan konsentrasi mereka bercerita.
"Kambiiiing. Kaki ku kau injak. Sakit begooo."
Kak Zahra dan wanita yang ternyata bernama Yuni itu sontak tertawa lepas.
***
Semenjak pertemuan tidak disengaja itu, aku tahu namanya, nama wanita itu. Yuni. Dan aku juga sempat bertanya tentang jurusannya. Jurusan yang sama dengan Fikri, tapi stambuk berbeda.
O СC
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Dekap Kau Dalam Doa
RomanceProlog Menjaga mata tak semudah mengunci pintu rumah. Begitupun menjaga hati yang lebih memiliki hasrat untuk jatuh dan mencinta. Pandangan ku sekejap terpusat pada seorang Akhwan berwajah lembut nan cerah yang menuntun ku dan teman-temanku untuk s...