Minggu Pertama

204 7 0
                                    

Aku memang sudah memiliki kontak bbmnya, tapi untuk memulai percakapan atau bahkan hanya untuk bertegur sapa melalu chat, aku terbilang tak punya nyali. Karna yang ku tau, Fikri adalah anggota dari organisasi Islam di kampus ku. Aku bahkan sudah membayangkan konsekuensi yang akan ku terima jika nanti, muncul rasa yang tak bertuan. Aku harus bisa menguburnya.

Minggu ini, jadwal kuliah memang tidak tepat. Terlebih karena memasuki bulan terakhir perkuliahan. Dengan segudang tugas yang mengisi pikiran ku, ditambah beban mata kuliah yang harus diganti pada satu minggu tambahan setelah libur tiga minggu ke depan, juga dengan kondisi otak yang terbilang hampir tidak sehat perkara kebanyakan makan ucapan komting yang terus memberitahu deadline.

Aku mengaktifkan blackberry messenger ku, berniat untuk sekedar mengetahui aktivitas kicauan teman – temanku di grup. Ku lihat recent updates pada bbm ku, Muhammad Fikri Azizi changed display picture, dia mengganti dengan fotonya bersama teman – temannya dengan posisi dia berada di tengah dan memegang piala. Aku rasa, itu adalah piala yang berhasil mereka dapatkan pada lomba kabaret di acara SBB kemarin.

Sejenak aku berfikir, ini bisa saja jadi kesempatan aku untuk mulai menyapanya, meskipun modus awal hanya bertanya perihal foto utama akun bbmnya. Baiklah, aku melayangkan satu pertanyaan yang terbilang cukup basi, sangat basi bahkan.

"Itu, SBB kemarin ya bang?"

Meskipun tak langsung dibalas, tertera di bbmku tanda biru dengan huruf D ditengahnya. Tinggal menunggu tanda hijau dengan huruf R ditengah, lalu replied.

"Iya dek."
"Menang lomba apa bang?"
"kabaret."
"wah, selamat ya bang."
"Iya. Makasih ya."

Oke, cukup untuk pagi ini. Hanya itu yang bisa ku pertanyakan. Meskipun chat antara aku dan dia hanya berlangsung beberapa kali balas, tapi tidak apa, yang terpenting adalah aku berhasil menyiutkan ketidakberanianku untuk menyapanya, yaa meskipun hanya melalui bbm.

***

"yeileeee Yaaaak, tumben banget pake pink."
Halim langsung mencibir ku, meskipun aku masih belum berada tepat di depannya.
"Lagi pengen aja."
"Kau tu gaada cocok – cocoknya pake pink."
"Bodo ahh, serah kau aja mau nyerocos apa."

Ku dapati disisi kiri aku duduk, Fikri sedang menyapa rekan satu organisasinya. Aku yang-dalam-kondisi-bermood bagus, sontak menceritakan ini pada Halim.

"Lim, aku udah dapat pinnya Fikri. Tadi pagi aku chat lo sama dia."
"Serius kau? Kau minta langsung sama dia?"
"Heehh gila, aku gak segila itu minta pinnya."
"Terus?"
"Ada deehh, ehh liat deh, itu dia bang Fikri."

Halim menoleh ke kiri, bergegas beranjak dari bangkunya, berpindah kesisi lain bangku. Aku fikir dia sengaja memberiku bangku agar aku duduk, ternyata usut punya usut, dia menjadikan ku bahan lawakan.

"Aulia, baru dapat kenalan anak Bahasa Indonesia yaa? Siapa namanya, Yaak? Fikri yaa?"

Seketika pandangan mahasiswa di lorong itu berpusat pada Halim. Halim benar – benar berhasil membuat ku beku karna menahan malu. Aku berpura – pura tidak terjadi apapun, membalik – balik buku, entah apa yang ku baca bahkan akupun tak tahu. Aku melihat Fikri langsung melangkah pergi meninggalkan lorong dan berjalan menuju gedung C lalu hilang di lapangan parkir.

***

Malam ini, aku berusaha untuk mengubur rasa penasaran ku dengan tidak mengechatnya. Namun yang ku dapati adalah, aku semakin ingin menyapanya.

"Bang, abang prodi apa ya, Bang?"

Kalimat itu dengan mulus terkirim pada chat ku malam ini. Tak lama kemudian, pesan ku berbalas.

"Sastra Indonesia, dek."
"Oh, stambuk berapa, Bang?"
"Stambuk 13. Adek prodi apa? Dapat apa kemarin SBB?"
"Aulia prodi sastra Inggris bang hehe."
"Oh, abang fikir anak Bahasa Indonesia juga."
"Enggak Bang."

Dan pesan ku hanya berujung tanda hijau berlambang huruf R.

Entahlah, terlalu sulit mempertahankan agar chat berlangsung lama.

***

Selepas hari itu, selama tiga hari aku tidak pernah berchattingan dengannya lagi. Yaa, aku takut kalau aku dinilai sebagai cewek genit yang gak punya malu memulai percakapan lebih awal. Untuk berharap dia ngechat duluan, rasa – rasanya seperti menunggu hujan di tengah gurun pasir.

Dan, tak terasa seminggu sudah kontaknya berada di kontak ku. Dan baru sekali itu aku melihatnya beraksi di bbm. Itupun hanya mengganti display picturenya. Yang ku yakini saat ini adalah, Fikri tergolong manusia cuek yang anti dengan wanita frontal seperti ku. Baiklah, akan aku ikuti aturan mainnya. 

Ku Dekap Kau Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang