Part 2

166 13 2
                                    

Sudah dua hari dia tidak masuk sekolah. Ada apa sebenarnya? Kenapa dia jarang masuk begini?
Kan gak ada pemandangan buat diliatin.

Hari ini Megi sedang tidak bersamaku. Katanya sedang ada urusan. Jadilah aku seorang diri duduk di bawah pohon Akasia taman sekolah. Disinilah tempat dia biasa menghabiskan waktunya di sekolah.
Kupasang earphone dan kunyalakan daftar putar lagu favorit ku.

Tidak ada salahnya bolos di jam pelajaran ke 7-8. Lagi pula males juga ketemu pelajaran sejarah. Enakan disini, dengerin musik sambil duduk sandaran di bawah pohon. Pantas saja dia betah. Enak gini tempatnya. Rindang.

Karena angin yang silir-silir menyentuh kulitku, ditambah nyamannya tempat ini. Mataku mulai terkatup perlahan. Tak kuasa menahan kantuk yang menyergap. Seketika suara yang entah datang darimana muncul.
"Sorry, disini tempat gue." suara itu. Sepertinya aku tau suara siapa ini. Mataku kubuka selebar-lebarnya. Kembali mengerjapkan mata. Kulihat dia yang berlutut di depanku mencoba membangunkanku untuk pindah dari tempat sakralnya ini. Masih tidak percaya terhadap apa yang ada di depanku ini, aku menampar pipiku memastikan bahwa ini bukanlah mimpi. "Aww!!" Sena bego.
Ini bukan mimpi.
Dia hanya menatapku kebingungan, tapi tak sampai 5 detik ekspresinya kembali seperti semula.

"Kalo lo gak mau pindah lo boleh temenin gue disini." tuturnya yang membuat jantung ku menjadi tak karuan. Tiba-tiba dia duduk di sebelahku, menarik salah satu earphone ku dan menempelkannya ke telinga.

Diam.

Kami sama-sama diam. Bingung ingin bicara apa, akhirnya kuputuskan untuk diam disebelahnya. Menunggu dia yang memulai pembicaraan. Namun, setelah lama dia tak kunjung memulai pembicaraan. Perasaan canggung mulai timbul padaku. Jujur saja aku tak nyaman dengan perasaan awkward jika sudah seperti ini. Oh, haruskah aku yang memulai?

"Uhm, Reka. Lo udah 2 hari gak masuk sekolah." Sumpah ingin rasanya ku tarik kembali ucapanku itu. Apa itu sebuah pertanyaan atau sebuah pernyataan? Gak jelas banget apa yang aku omongin.
"Jadi?" dia menoleh kepadaku.
Pasti pikirnya aku mau tau banget urusan orang lain.
"Lo kepo banget ya jadi cewe." kata-katanya ngiris banget, sih.

"Tapi kan gue gak tanya alasannya." bela ku. Aku tak mau dia ke geeran yang mengira dua hari itu aku mencarinya.
"Trus buat apa lo ngomong kayak gitu kalo gak ingin tau alasannya?"
Skak!
Aku kalah.
Aku hanya diam menunduk. Dia benar, dia tau aku mencarinya dua hari ini.
Dia tau aku menunggunya di sini.
Dia tau aku merindukannya.
Bahkan dia tau aku mencintainya.

¢ΠΠΠΠΠΠΠΠ¢

Flashback~

3 tahun yang lalu disaat usiaku 14 tahun.
Brak!! Tiba-tiba saja Reka menggebrak meja kelas saat waktu istirahat.
"Siapa yang nulis surat beginian di setiap minggunya?!" bentaknya yang membuat seisi kelas terkejut melihatnya.
"Gue bilang, siapa yang nulis surat ini dan naruh ke dalam tas gue?!" kali ini suaranya meninggi satu oktaf.
"Gue, yang nulis surat itu." kuberanikan diri berdiri di hadapannya tanpa menatap matanya. Dia menghampiriku, memajukan tubuhnya lebih dekat dan membisikkan sesuatu di samping telingaku.
"Lo pikir dengan lo kasih surat-surat lo itu bakal gue terima?" ujarnya yang membuat tubuhku panas sekaligus merinding mendengarnya. Seakan dihantam ribuan pisau di telinga dan hati. "Jangan buang waktu lo cuman buat hal-hal yang gak penting kayak gini lagi." lanjutnya yang kemudian memundurkan tubuhnya dan keluar dari kelas.

Tak terasa tiba-tiba ada tetesan air yang meluncur begitu saja di pipiku. Cepat-cepat kuusap kasar dan melesat menuju kamar mandi. Berbagai pertanyaan terlihat dari raut muka teman-teman kelasku.
Secara tidak langsung dia menolakku.

Dan sejak saat itu, di kelas bahkan di sekolah. Tak pernah sedikit pun dia mengobrol, menyapa, atau hanya sekedar melihatku. Hanya karena sebuah surat. Hanya karena sebuah surat, hubunganku dengan dirinya bagai dipisahkan oleh sebuah tembok besar yang tak dapat dihancurkan.

¢ΠΠΠΠΠΠΠΠ¢

Lagu Semua Tentangmu-Vierratale terputar tanpa disengaja. Mengingat kejadian semasa SMP dulu membuatku sadar bahwa dia hanya tidak suka dengan sebuah pengakuan cinta. Tidak suka dengan kata-kata romantis penuh makna. Dia tidak suka padaku.

Aku menoleh pada sosok yang selalu memenuhi pikiranku akhir-akhir ini. Dia tertidur. Berada disampingnya ketika tidur adalah hal pertama mungkin terakhir kalinya dalam hidupku.

Biarkan seperti ini
Aku berharap akan terus begini
Selalu disampingmu
Aku berharap waktu berhenti

¢ΠΠΠΠΠΠΠΠ¢

4 Desember 2015

Harap comment nya kawan-kawan karna kritik dan saran kalian sangat membantu.
Terima kasih

InsensibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang