↑Sena Dwivona Widyatmaja in mulmed↑
----++----
"Reka?!"
Mataku membulat melihatnya berada di depanku.
"Mau sampe kapan lo berdiri disitu terus?"
"Lo.. Lo ngapain ada disini?"
"Gak penting ngapain gue disini. Yang penting sekarang lo mau pulang atau enggak, karna ini udah gelap."
Apa ini sebuah kebetulan? Seperti di sebuah sinetron-sinetron yang biasa Mama tonton dirumah.
Oh, Sena. Jangan kau bandingkan reality life mu dengan cerita-cerita sinetron itu.
"Gue pergi kalo lo emang gak mau bareng." Reka men-gas sepeda motornya.
"Eh, iya.. Iyaa.. Gue bareng elo."
Lumayan dapet goncengan.
Aku segera naik ke motornya. Aku bersusah payah naik karena tinggi motornya membuatku sedikit mengangkat rokku. Dan membuatku harus berpegangan pada pundaknya.
Betapa beruntungnya dirimu, Sena.
"Pegangan tas gue, lo bisa jatuh nanti."
Barusan dia bilang apa? Aku disuruh berpegangan padanya. Bukan. Lebih tepatnya pada tasnya.
Dan yang terakhir tadi apa katanya?
Oh, pendengaranku benar, bukan? Aku masih mencerna kata-katanya barusan.Kalau dia mencemaskanku, berarti dia akan...
Segera ia lajukan sepeda motornya. Jalanan yang sepi membuatnya melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Demi Tuhan aku belum mau mati bersamanya.
"Reka, gue takut. Lo pelan-pelan aja bisa gak?" Aku meneriakinya dari belakang.
"Tapi bentar lagi ujan."
"Ujan juga ujan air kan, bukan ujan meteor. Keselamatan lebih penting, Ka."
Tanpa mendapat balasan darinya, ia menurunkan kecepatan motornya, sehingga membuatku bernafas lega.Namun belum sampai setengah dari perjalanan hujan turun dengan derasnya, sehingga membuatku dan Reka mau tak mau menepi untuk berteduh.
Kami berteduh di sebuah minimarket di sebelah kiri jalan. Tanpa mengatakan apa-apa, Reka masuk kedalam minimarket tersebut.
Aku hanya diam di tempat sambil berharap hujan segera mereda.
Tiba-tiba handphone ku berbunyi, ternyata Mama yang menelpon.
Oh, iya. Gue lupa ngabarin kalo gue pulang telat. Gawat. Siap-siap telinga gue lubang ini. Udah lubang, ding.
"Ha.. Halo, Ma. Iya ini Sena la.." belum sempat aku menyelesaikan kalimatku.
"Kamu itu kemana aja?!! Kok gak pulang-pulang!? Gak ngabarin Mama kalo pulang telat!! CEPET PULAANG!!"
Seketika suara petir dari langit terdengar selepas teriakan Mama dari telepon.
Kutarik nafas dalam-dalam.
"Iya, Ma. Sena lagi nunggu ujannya reda. Kalo Sena trabas ujannya ntar Sena sakit. Trus kalo Sena sakit ntar Mama yang ngomel-ngomel, lagi."Tak ada jawaban dari seberang.
"Halo.. Ma.. Mama masih disitu?"
Kulihat handphoneku dan yang terjadi adalah lowbat.
Mama bisa ngamuk nih, kalo gue gak pulang-pulang.
Dari arah belakang, seseorang memegang pundakku.
"Nih, minum dulu sambil nunggu ujannya reda." Reka memberikanku sekaleng minuman yang lumayan hangat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Insensible
Teen FictionDia yang lupa akan kehadiranku dihidupnya Dia yang seakan menutup matanya tak pernah melihatku Dia yang selalu saja menjadi orang asing bagiku Dia yang ku kira menjadikanku tempat terakhir di hatinya Dan untuk dia yang saat ini berada di tempat lain...