Part 9

106 7 7
                                    

Malam ini merupakan malam yang panjang untuk Sena. Menatap langit-langit kamar sambil membayangkan kejadian tadi di dekat danau. Dengan Reka, yang selalu bisa memporak-porandakan perasaannya.

Begitu pula malam ini, hingga membuatnya sulit untuk memejamkan matanya barang sedetik pun.

Di lain tempat, di atas ranjang seorang laki-laki tengah berbaring menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya bermain kesana kemari memikirkan suatu hal.

Sepertinya malam ini adalah malam yang panjang untuk Sena maupun Reka.
¢ΠΠΠΠΠΠΠΠΠ¢

Saat melewati koridor utama sekolah, Sena tak sengaja berpapasan dengan Reka yang juga baru saja datang dengan arah yang berbeda. Sepertinya ia dari parkiran.

Ada hal yang berbeda dari yang biasa Sena lihat. Reka tersenyum tipis padanya. Sena pastikan itu. Ia yakin baru saja Reka menarik sedikit bibirnya keatas sehingga terulas senyum yang membuat jantungnya berdegup cepat.

Sedetik kemudian Biro yang datang dari arah berlawanan memanggilnya ketika melihat Sena yang sedang senyum-senyum sendiri.

"Oii, Sen!! Pagi-pagi udah seneng, nih."
Ujar Biro yang langsung merangkul pundak Sena.

Mendengar ucapan Biro, Reka menoleh kearah suara yang terdengar memanggil nama 'Sen' yang berarti Sena. Entah, akhir-akhir ini Reka begitu tertarik dengan sesuatu yang bersangkutan dengan wanita itu.

Sena hanya membalas dengan sebuah senyum lebar yang justru membuat Biro makin penasaran.

Melepas rangkulannya pada pundak Sena, "lo masih sehat kan, Sen?" tanyanya dengan wajah yang dibuat dramatis.

"Apa sih, Bi. Gue cuman lagi seneng aja,"
Jawab Sena diselingi senyuman lagi.

Biro merangkul lagi pundak Sena dengan tangan kanannya. Kali ini ia lebih menekannya sehingga membuat Sena sedikit membungkuk akibat perlakuannya.

Mereka pun berjalan ke kelas dengan saling melempar canda. Bahkan sorotan setiap pasang mata tak membuat mereka risih akan saling berdekatan sebagai sahabat.

¢ΠΠΠΠΠΠΠΠ¢

Aku menepikan sepeda motorku ke bahu jalan merasa ada yang aneh saat mengemudikannya. Dan ternyata dugaanku benar. Ban depan sepeda motorku bocor disaat-saat aku harus pergi ke sekolah.

Aku menoleh kanan kiri untuk mencari orang untuk dimintai bantuan. Namun sepertinya sangat tak mungkin dapat menemukan orang di jalan yang sangat ramai ini. Maklum, pagi-pagi begini banyak orang yang berangkat bekerja atau memulai aktivitas mereka masing-masing. Jadi, untuk memintai mereka tolong pun agaknya sedikit sulit.

Namun beberapa detik kemudian sebuah mobil menepi dan berhenti di depanku. Seorang pria dengan kemeja flannel kotak-kotaknya turun dari kemudi dan menghampiriku.

"Kenapa dek sepeda motornya?" tanyanya.

"Ini.. Bocor ban depannya." jelasku.

"Ini sih harus dibawa ke tukang tambal ban." pria itu berjongkok untuk memeriksa ban sepedaku yang bocor.
"Tukang tambal bannya jauh, deh. Kayaknya. Kamu mau berangkat sekolah, kan?" tanya pria yang kukira berumur 20-an itu.

"Bang! Buruan kali, gue telat!!" terdengar teriakan dari arah mobil pria itu. Dan terlihat seorang yang sepertinya tak asing untukku. Seorang itu mengeluarkan kepalanya dari jendela.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

InsensibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang