Sorry......

935 30 0
                                    

Jakarta, 17 Juni 2013

Aku melihatnya dari kejauhan. Aku menatap botol air mineral yang siap aku bagikan untuk dia dan teman-temannya. Karena, ia termasuk tim inti yang mewakili kelasku di pertandingan class meeting sekolah. Seusai pertandingan teman-temanku datang menghampirinya. Aku tidak bermaksud memberikan air minum untuknya. Hanya saja jika ia memintanya dariku ya sudah aku berikan.

Aku juga tahu jika aku memberikannya padanya temanku yang juga menyukainya akan marah padaku. Karena ia juga memegang 1 botol dan aku memegang 3 botol. Aku berjalan ke arah dia dan teman-temannya bersama ke dua orang temanku. Termasuk temanku yang menyukainya.

Tepat di depannya aku menawarkan air minum. Awalnya hening. Dan aku hanya diam mematung di depannya. Saat aku ingin pergi dia langsung bilang "Eh gue mau." ujarnya. Aku menyodorkan 1 botol untuknya. Dan 2 botol lainnya untuk temanku yang lain. Senang rasanya. Namun, tersimpan penyesalan dan ketakutan dalam diriku. Karena, tepat saat aku berbalik aku melihat temanku dengan wajah murungnya melihat ke arahku. Seolah berkata "Kenapa harus lo?" aku buru-buru pergi dari tempat itu sebelum perang dunia ke 4 pecah saat itu juga hanya karena meributkan hal sepele yang sudah pasti tidak dapat diterima akal sehat.

Namun, salah dugaanku. Dia sama sekali tidak marah. Berkata "Lo gimana sih? Seharusnya yang ngasih itu gue bukan lo." Aku bisa mengelus dada tenang. Namun, disisi lain rasa bersalah datang tanpa permisi. Penyesalan yang tiada artinya. Sungguh, aku ingin berkata "Sorry nggak maksud, lain kali lo aja yang ngasih." namun rasanya lidahku kelu untuk berkata seperti itu.

--------------------------------------------------

Bukan salahku jika aku memberikan padanya LAGI dan lagi-lagi membuat kecewa temanku. Karena, niatku ingin memberi botol minum ini ke temanku yang lain. Namun, kenapa lagi-lagi dia yang menerimanya? Dan kenapa temanku harus ada di belakangku dengan wajah muram dan membuatku menyesal?

-------------------------------------------------

Jakarta, 18 Juni 2013

Aku berjalan dibelakang temanku. Temanku itu membawa 2 botol air minum dan aku hanya membawa 1 botol air minum diikuti temanku yang menyukainya di belakangku. Oh mungkin Tuhan sudah menyusun rencana lain untukku. Sekarang hanya tersisa dia dan temanku. Aku tidak menyodorkan padanya. Atau bahkan memberikannya lalu ia menerimanya.

Memang, aku berharap dia yang menerimanya namun aku tidak ingin membuat kesalahan untuk kedua kalinya. Aku berdiri diantara dia dan temanku. Menggoyang-goyangkan botol yang aku pegang ke kanan dan kiri. Temanku sama sekali tidak merespon dan betapa kagetnya aku saat ia meminta botol itu dariku. Mau tak mau aku tidak bisa menolak. Awalnya aku hanya ingin temanku itu yang menerimanya bukan dia.

Mungkin, Tuhan berkehendak lain. Aku menyodorkan botol itu dan dia menerimanya. Aku berbalik ke belakang. Dan......

DEG!!

Aku melihat temanku. Di belakangku. Memegang botol itu dengan erat. Wajahnya pucat pasi. "Lagi-lagi." Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Aku berusaha untuk mengabaikan rasa bersalah yang datang itu. Namun, sepertinya aku tidak ahli dalam bidang mengabaikan. Mungkin hatiku terlalu gampang untuk merasa bersalah. Bertubi-tubi aku menyalahkan diriku. Uh, betapa bodohnya aku ini.

Mungkin, jika yang lain menjadi aku merasa senang karena bisa memanas-manasi saingan yang melihatnya dengan mata kepala sendiri. Namun, tidak untukku. Justru, aku merasa sangat-sangat bersalah. Ya Tuhan, bisakah kau menghapus sedikit saja sikap rasa bersalahku agar aku bisa tenang? Namun, Tuhan sepertinya menjawab tidak. Mungkin ya mungkin.

Bertubi-tubi aku menyalahkan diriku. "Seharusnya gue nggak ngasih ke dia. Aduh bodoh banget sih." aku terus menyalahkan diriku.

--------------------------------------------------

Pertandingan kedua usai. Dan aku tidak memberikan air minum padanya. Malah, justru aku memberikan pada temanku yang sudah berjasa mati-matian menjaga pertahanan gawang kelasku yang akhirnya harus kalah telak 5-2. Sekedar untuk mengucapkan terima kasih tidak lebih. Lalu, aku menyusul temanku yang lain yang berjalan menuju ruang kesehatan.

Aku melihat temanku yang menyukainya sudah di dalam ruang kesehatan. Aku melihat air mineral sisa yang aku genggam. Terbesit ide di pikiranku. "Kasih ini ke doi lo." ujarku sambil menyodorkan botol itu. "Udah tadi dia nggak mau." ujarnya lesu. Aku bisa mendengar jelas dari nadanya. "Seharusnya waktu tadi lo kasih itu gue." tapi aku berusaha untuk menghilangkan perasaan itu.

Ku pikir saat ini Tuhan berpihak padaku. Rasa bersalah itu tidak datang tanpa permisi. Aku sama sekali tidak merasa bersalah. Mungkin, hanya 20%? Apa salah jika sikapku seperti ini?

ImpossibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang