Fokus

72.7K 5.6K 96
                                    

PART 20 FOKUS

 

Terkadang kita harus mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu.

***

Ada yang berbeda dengan Keira. Semua warga 11-4 dibuat heran olehnya.

Bagaimana tidak?

Cewek berkulit cokelat dan berkacamata bulat yang dikenal zero nerd itu tiba-tiba dalam waktu singkat menjadi seorang pintar yang selalu angkat tangan saat guru mata pelajaran melempar umpan pertanyaan kepada siswanya.

Bahkan guru-guru pun heran mengapa murid terbodoh seangkatan itu mendadak pintar. Semua memujinya. Melihat semangat Keira yang berapi-api spontan membuat warga 11-4 ikut meramaikan kelas bahkan mereka berbalap-balapan menjawab umpan dari guru mereka walaupun ujung-ujungnya Keira yang menjawab.

Bagaimana tidak lagi?

Keira adalah murid dengan nilai terendah, pasti guru-guru selalu mengutamakan murid yang mencoba memperbaiki nilainya. Dari sana senyum senang dan bangga selalu mengembang diberikan guru-guru setelah mengajar di kelas 11-4 kecuali dari Arya, wali kelas rangkap guru fisika mereka yang menyindir mereka habis-habisan sebab baru mulai serius dalam belajar namun tak urung ia menyemangati mereka untuk lebih giat lagi.

"Kesambet apa lo, La? Tiba-tiba pintar gini?" Elgar yang notabenenya bintang kelas 11-4 menghampiri Keira yang sedang merapikan buku-buku pelajarannya hendak pulang.

"Cuma mau jadi lebih baik aja." jawab Keira seadanya.

"Cuma mau jadi lebih baik belum tentu bisa lebih baik dan diterima dengan baik. Paling ujung-ujungnya sakit hati."

Spontan Elgar dan Keira menoleh ke bangku sebelah, di sana Vano sedang merapikan buku-bukunya juga.

"Apasih Van, ngikut aja kerjaannya."

"Coba aja nanti. Eh, bukannya elo udah pernah ngalamin ya?"

Pernyataan Vano sukses menikam Keira, membuatnya bungkam beberapa lama. "Nggak ada salahnya mencoba lagi. Lebih baik mencoba lagi dan lagi yang belum tentu gagal dari pada tidak pernah mencoba yang sudah pasti gagal." jawab Keira setajam matanya menusuk mata Vano yang juga menatapnya tak kalah tajam.

"Woiisss, santai bray nanti mata kalian copot lho. Gak baik kalau pacaran berantem mulu, cepet putus lho!" humor Elgar.

"Nggak pacaran!"

"Otewe pacaran!"

"Siapa juga yang mau pacaran sama lo? Gara-gara sikap lo yang easy going itu, gue yang kena imbasnya!"

"Lo kira lo aja? Gue juga kena!" sulut Vano. "Habisnya kenapa elo nggak bawa ponsel sih?! Gara-gara ponsel rese lo itu tiga jam berharga gue terbuang sia-sia hanya untuk mendengar ocehan bokap gue!"

"Apa? Lo nyalahin gue lagi? Kalau elo enggak mau ketemu bokap lo, seharusnya elo nggak usah repot-repot maksa gue buat lo anterin pulang!"

Elgar yang melihat mereka saling salah menyalahkan itu terpaksa ambil tindakan bersama teman-teman mereka yang masih di kelas.

"Pokoknya gue enggak mau bicara lagi sama lo dan gue enggak kenal lo, titik!" ucap Vano lalu berjalan ke luar kelas.

"Siapa juga yang mau bicara lagi sama lo? Gue juga enggak mau bicara lagi sama lo, apalagi kenal sama lo dasar All Zero!!!!!" Pekik Keira sebelum Vano menghilang di balik Pintu.

***

Sampai di rumah, Keira menghempaskan dirinya di ranjang. Berdiam menatapi langit-langit kamar beberapa menit lalu bergegas mengganti baju untuk berkutat dengan setumpuk buku-buku pelajaran.

Jam cepat berlalu dan sudah saatnya makan malam. Cenat-cenut jantung Keira setiap kakinya menuruni anak tangga menuju ruang makan. Bingung memikirkan bagaimana sebaiknya ia menyapa orang-orang di meja makan. Sungguh, ini membuatnya sangat canggung.

Menghirup udara sebanyak-banyaknya, Keira lalu menyapa mereka. "Malam, Ma, Pa, Jei."

"Malam Kei," Hanya Josh yang menyahut.

"Lisa mana?" tanya Keira sambil membalik piringnya.

"Itu dia," jawab Josh sambil menunjuk Lisa dengan dagunya.

Senyum tipis terbit di wajah Keira, menyambut kedatangan Lisa.

"Malam, Ma, Pa, Jei," sekilas Lisa melirik Keira yang tersenyum padanya namun dibalasnya dengan lirikan malas.

Keira hanya tersenyum, setidaknya usaha yang sebelumnya selalu gagal kini mulai berkembang ada peningkatan dan Josh balas menyapanya. Betapa bahagianya Keira malam ini. Semoga semakin hari semakin membaik.

Hari berganti hari lalu menjadi minggu dan ini adalah minggu terakhir di bulan ini. Semua berjalan bahagia hanya saja akhir-akhir ini Vano mulai mengganggunya lagi yang katanya tidak akan mau bicara dengan Keira lagi tapi sayangnya itu hanya sanggup dilakukan Vano selama tiga minggu. Sedangkan Keira? Dia sudah bertekad pada dirinya sendiri bahwa ia tidak mau berurusan dengan Vano lagi. Tidak! Tidak untuk sekarang. Dibanding cinta, keluarganyalah yang paling ia harapkan. Perjalanannya masih panjang dan ia masih menginginkan keluarga yang hangat seperti dulu lagi. Ini adalah kesempatan berharganya.

"La, tunggu! Lala!" panggil Vano. Saat Keira tidak berhenti dari jalannua menuju gerbang sekolah.

"La, please dengerin gue!" tangannya kini mencekal tangan Keira.

"Waktu itu gue enggak maksud bilang enggak mau ngomong lagi sama lo! Waktu itu gue lagi kalut banget. Tolong, jangan diamin gue!"

Keira menghela napasnya kasar lalu dengan perlahan melepaskan cekalan tangan Vano. "Vano cukup! Image gue di dikeluarga udah rusak Van. Tolong jangan ganggu gue lagi, hidup gue udah kacau jangan tambahin kacau lagi! Sekarang gue mau jadi gue yang dulu dan kesempatan itu cuma satu kali, bantu gue please, jangan buatin gue masalah lagi. Jangan dekatin gue lagi!"

"Tapi, La? Perasaan gue gimana? Masa lo tega sama perasaan gue?"

"Van," Keira menepuk pundak Vano pelan. "gue tau lo ngerti sama apa yang gue bilang. Terkadang kita harus mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu. Cukup sampai di sini Van. Masa SMA menurut gue adalah belajar dan menemukan siapa gue sebenarnya. Perjalanan kita masih panjang Van. Jadi cukup, okay?"

"Sorry, gue enggak akan buat penantian gue sia-sia. Apa yang menurut gue baik akan gue lakuin. Dua tahun gue nungguin lo dan gue bisa lebih lama nungguin lo." ucap Vano pelan. Matanya lekat menusuk manik cokelat Keira.

Entah mengapa organ di bawah tulang rusuk Keira tidak henti-hentinya berdebar abnormal. Ada rasa senang di sana tapi ... sesaklah yang paling dominan.

"Kalau elo bilang kayak gitu biar gue iba, sorry itu enggak mempan." ucapnya.

"Kalau gitu gue tunggu sampai lo iba, gue bisa nunggu lo sampai kapan pun, enggak peduli itu besok, lusa, satu tahun, dua tahun satu abad, bahkan 10.000 tahun gue bisa nunggu."

"Terserah mau lo. Yang jelas gue tetap pada keputusan gue. Gue harus bisa jadi yang terbaik dan meraih kembali bahagia gue yang hilang." ucap Keira.

Keira memilih berlari meninggalkan Vano. Air matanya menganak sungai. Paru-parunya seakan bocor. Sesak kian menyiksanya saat melihat bagaimana ekspresi Vano tadi. Please ... kenapa ada orang sebego Vano dan Keira?

Keira tidak mau tahu bagaimana ekspresi Vano setelah ia pergi, yang jelas ia harus jauh-jauh dari Vano dan fokus pada tujuannya. Ia tidak ingin mengecewakan ayahnya lagi. Orang yang selalu ia kagumi. Inilah yang terbaik. Iya, yang terbaik.

Hidden GeniusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang