Keira Willa Adee, tengah bersolek di depan cermin. Tangannya sibuk memoles-moleskan bedak ke wajah, sedangkan ponselnya sibuk menghubungi seseorang."Halo." Sapa seseorang dari seberang sana.
"Pak, tolong bawa mobil saya ke kediaman saya. Saya tunggu di depan rumah."
"Baik, Non."
Tut. Tut. Tut. Bunyi ponsel Keira pertanda sambungan diputus sepihak.
Tak perlu mempedulikan hal tersebut, Keira dengan lihai merias wajahnya. Sehingga tampak berbeda dari biasanya.
"Finish." Ucapnya saat melihat pantulan dirinya di cermin.
"Masih ada waktu 45 menit lagi." Ucapnya lagi setelah melirik jam model terbaru di tangan kirinya.
Dengan slow motion ia berjalan menuju gudang yang ada di sebelah kamarnya melalui pintu koneksi. Dinyalakannya lampu, dan terpaparlah berbagai barang tak terpakai disisi kanan dan kirinya yang disusun rapi olehnya beberapa tahun terakhir.
Lurus dengan pintu koneksi terlihat jelas kain putih yang menutupi bagian belakangnya. Ia berjalan menuju ujung kain itu, menyeretnya menuju ujungnya yang lain, hingga terlihatlah isinya, paling kanan berisi sebuah rak sepatu dan heels yang terpajang rapi, selanjutnya rak tas cantik berbagai merek, selanjutnya lagi rak buku tempatnya menyimpan buku bacaannya dan yang terakhir sebuah kulkas tempat menyimpan makanan siap sajinya, termasuk juga beberapa obat dan cat kukunya.
Keira menuju rak sepatunya. Telunjuknya sibuk menunjuk deretan sepatu dan heels yang berjejer rapi di rak itu. Hingga akhirnya ia memilih sepasang heels cantik berwarna hitam dengan tinggi lima belas centimeter.
Heels telah dikenakannya, dan swing bag telah tersampir cantik di pundak kiri, yang dipilihnya setelah memilih heels.
Setelah semuanya selesai, dengan santai ia turun ke lantai satu, tanpa takut ada yang menegurnya . Sampai di depan rumah ferrari merah sudah terparkir cantik menunggunya.
"Ini Non, kuncinya."
"Makasi ya, Pak. Nanti saya aja yang bawa ke garasi. Bapak pulang aja, dan ini ongkosnya." Keira memberikan beberapa lembar uang kepada pekerjanya di H'Key.
"Terima kasih, Non. Saya permisi."
Keira pun masuk ke mobilnya, menyalakannya dan melaju membelah jalanan di malam hari.
***
Remang-remang, bising, ramai, begitulah yang menggambarkan suasana tempat ini.
"Woi, Richard," Seseorang menepuk bahu laki-laki yang tengah bersender di pintu mobilnya. "Lo enggak tanding?" Tegur orang itu lagi.
"Enggak, males. Salsa enggak kesini? Lon?" Tanyanya pada laki-laki itu.
"Nah itu dia. Nanti ada pendatang baru yang nantangin orang yang sering menang dengan hadiah yang lumayan, dan orang yang sering menang itu Salsa, tapi kita-kita enggak ada yang tahu nomornya, apalagi id-nya."
"Hubungannya sama gue?"
"Ya, kali aja lo punya nomor ataupun sosmednya dia. Dia itukan gebetan enggak kesampaian lo, jadi kalau lo punya kontaknya, lo hubungin dia. Suruh kesini kalau bisa."
"Sialan lo. Ngatain gue! Liat aja nanti, gue bakalan jadian sama dia. Bentar. Gue telepon dulu." Laki-laki yang bernama Richard itu pun mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Wuih, pede gila lo! Serius lo punya kontaknya?"
"Sst." Richard yang tak lain tak bukan adalah Vano memberi isyarat untuk diam bahwa ia sedang tersambung dengan seseorang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Genius
Teen FictionYang Keira inginkan adalah merasakan kembali hangatnya kekeluargaan yang sudah membeku sejak usianya 9 Tahun. Jatuh bangun ia menanti kembalinya kehangatan itu. Dalam penantiannya ada Vano, dan teman-teman serta gurunya yang memberikan setitik kehan...