25 Keputusan

72K 5.8K 381
                                    

Senyap. Begitulah keadaan yang menggambarkan bagaimana keadaan rumah keluarga Adee sore ini.

Keira berpikir bahwa saat dia pulang, rumah akan ramai dan terjadi sidang. Tapi kenyataannya tidak ada seorang maupun tanda-tanda kehidupan lain seperti suara nyamuk ataupun jangkrik. Padahal jam sudah menunjukkan pukul enam sore.

Keira berjalan menuju ruang ruang keluarga yang sama sepinya dengan ruang tamu yang baru saja ia lewati. Awalnya Keira ingin duduk dulu di sofa, tapi keinginannya langsung ketika ingatan lalu menyambarnya.

Buru-buru Keira naik menuju kamarnya. Lebih baik dia istirahat di tempatnya daripada tempat orang lain. Bisa panjang urusannya.

Napas Keira tercekat saat melihat kamarnya lebih buruk dari kapal pecah. Sembrawut. "Apa yang lo lakukan?" tanya Keira pada Josh yang berdiri diantara benda-benda di kamar Keira yang sangat berantakan..

Josh tidak menjawab. Tetap berdiri dengan tangan dimasukkan ke saku celana.

Dari ruang sebelah tampak Lisa datang dengan menenteng heels merah darahnya. Membuat Keira refleks berjalan menuju ruang sebelah.

Ternyata tidak lebih baik dari kamarnya. Tirai yang digunakan menutup barang-barang Keira rusak parah, menampilkan kulkas yang habis isinya dikeluarkan dan dirusak. Lemari sepatu serta tasnya sama kondisinya dengan dengan kulkas malangnya. Apalagi... di sana ada sesuatu yang familiar. Aira berdiri mengenakan pashmina yang sangat familiar menurut Keira.
Pasmina itu... ja-jadi yang tadi siang Mama? Berarti...

"Mana surat-suratnya, Keira?"

Belum sempat Keira mengatakan apa yang dipikirannya, Aira sudah meminta sesuatu darinya. "Su-surat? Surat-surat apa, Ma?" tanya Keira tak mengerti.

"Surat-surat kepemilikan H'Key."

Rasanya darah Keira disedot vampir saat mendengar permintaan Aira. Jadi benar, wanita pashmina itu Aira....

"Un-untuk apa, Ma? Kei tidak punya." elaknya.

"Jangan berpura-pura tidak mengerti Keira. Di mana surat-surat kepemilikan H'Key? Biar saya yang membawa dan mengurusnya. Kamu fokus saja memperbaiki nilaimu yang buruk. Ck. Kenapa kamu buat usaha, sih? Merepotkan saja! Ayo, cepat berikan! Modalnya pasti menggunakan uang dari Ben, bukan? Berarti itu milik saya!"

Wow. Keira berpikir akan mendapatkan pujian bila suatu saat nanti kenyataan terungkap bahwa Keira berhasil mengembangkan usahanya sendiri. Tapi nyatanya? Mamanya malah menginginkan usahanya. Lebih lagi usaha yang dibuatnya dengan upaya sendiri tanpa campur modal dari orang lain kecuali Alan dan Alenka malah seenaknya di klaim oleh Aira. Apa ini? Kenapa semua buta dengan posisi?

Manik mata Keira menjerat manik mata Aira. Menjeratnya dengan tatapan sendu.

Keira sudah bersedia mengundurkan diri dari dunia modelling. Haruskah sekarang ia juga mudur dari dunia bisnis? Kenapa Aira selalu mempersulit jalannya? Bukankah tugas seorang ibu melancarkan perjalanan anak-anaknya?

"Maaf, Ma. Kei tidak bisa." Tak peduli Keira akan diapakan oleh Aira, biarlah saja. Keira tidak akan memberikannya begitu saja. Apalagi di sana tertanam saham Alan, Alenka dan Vano serta beberapa orang lagi. Biarlah Keira egois kali ini.

"Kenapa kamu mencari jalan rumit? Disaat ada jalan mudah?"

Keira mengernyit bingung. Namun tak urung mengembalikan tatapannya sendu.

"Saya beri kamu waktu tiga bulan untuk berpikir dan memindah namakan. Ah bukan. Harus dipindah tangankan." ucap Aira lalu melangkah pergi meninggalkan Keira, Lisa dan Josh.

Ingin Keira menangis sejadi-jadinya. Ingin juga Keira berteriak sekeras-kerasnya. Tapi tidak jadi setelah Josh mendekatinya dengan tangan masih di saku celana. Menatap Keira dingin. "Lo enggak punya pilihan lain selain memindah tangankan kepemilikan H'Key. Paling lambat tiga bulan atau lo terima akibatnya. H'Key gue bakar satu persatu."

Setelah mengatakannya, Josh melangkah pergi meninggalkan gudang dan kamar Keira yang amat berantakan itu.

Dari pintu koneksi tampak Lisa yang menatap Keira sambil menunjukkan benda-benda di tangannya. "Heels merah ini, I-phone 6 ini, buat gue." ucapnya. Lalu pergi meninggalkan Keira.

Dalam sedetik tas yang berada di punggung Keira melayang memecahkan pintu kaca lemari koleksi sepatu dan tasnya.

Tubuhnya limbung ke lantai. Tangannya kuat mengepal. Air matanya pun merembes menganak sungai. Membanjiri pipinya, mengalir ke dagu hingga jatuh ke lantai.

Apa sukses itu harus sendiri? Apa sukses itu tidak boleh bersama? Apa sukses tidak bisa diraih dengan muda walau punya bakat? Apa sukses harus banyak menderita? Membiarkan semua mengalir sesuai jalannya?

Tidak cukup lama aku menjadi model. Tapi aku sudah mengundurkan diri demi Lisa. Aku yang dulu disayang Papa dan dicanangkan untuk mewarisi perusahaan, sudah mudut teratur untuk Josh lalu bersama Mama yang baru memelukku sekali setelah bertahun-tahun membuatku sendiri. Dengan mudahnya meminta H'Key seolah itu bukanlah hal yang besar.

Kenapa kalian seperti ini? Tidakkah kalian pernah berpikir, bagaimana sedihnya menjalani semua sendiri? Bagaimana rasanya berada di jurang keputusasaan yang gelap dan sepi?

Atau mungkin aku yang terlalu naif? Terlalu berharap hal yang pasti tidak akan berubah? Benar-benar bodoh! Benar-benar tidak berguna!

"Dasar bodoh! Dasar naif!" pekik Keira. Sembari melempar asal beling kaca yang ada di dekatnya yang lalu memantul mengenai pipi kirinya. Nyeri. Senyeri hatinya yang teriris-iris oleh harapan palsu.

Air mata lagi dan lagi mengalir tanpa henti. Seolah air mata itu tidak akan pernah habis seperti tangannya yang memukul-mukul lantai hingga lantai itu rusak oleh pukulannya.

"Sudah cukup." ucapnya penuh tekad. Keira menghapus air matanya kasar lalu bangkit dan mulai merapikan semua kekacauan dua ruangan.

Dentingan barang pecah belah yang telah hancur memenuhi dua ruangan di lantai tiga. Tanpa peduli dirinya yang sudah lelah dan bahkan terluka akibat ulahnya sendiri, Keira tetap merapikan kedua ruangan itu. Hingga waktu menunjukkan pukul sebelas malam, barulah semuanya selesai. Bersih dan rapi walau tidak lengkap seperti semula.

Keira melangkah gontai menuju balkon. Tampak pemandangan kota di malam hari. Kemerlap merkuri serta sorot lampu kendaraan tampak indah dari balkon lantai tiga.

Bunyi klarkson mengalihkan pemandangan Keira. Papa baru pulang dari luar kota, batinnya. Keira terus memperhatikan mobil yang baru memasuki pekarangan rumah. Satu atau dua menit kemudian Aira, Josh, dan Lisa datang berbondong-bondong menghampiri Ben.

Tampak dari pengelihatan Keira, Aira mengambil tas kerja Ben. Josh mengambil koper Ben. Lisa bergelayut manja di lengan Ben. Tak jarang tawa merundungi mereka. Mereka terlihat cocok bersama. Bahkan tiga diantara mereka seolah lupa dengan apa yang telah terjadi sepanjang hari ini.

Ah... keluarga yang bahagia. Empat orang saja cukup membuat ramai dan hangat. Tidak perlu sampai lima orang bukan? Hah. Betapa naifnya kamu, Kei, mengharapkan ruang yang jelas-jelas tidak ada untukmu. pikir Keira.

Keira mengusap punggung tangan kanannya. Membiru. Rasa nyeri mulai mendera tangan Keira. Hooh. Rasanya Keira berputar-putar di tempat yang sama seperti dulu. Dia selalu menyemangati diri pasti akan berhasil, tapi nyatanya dia berakhir sesuai perkataan Vano. Ujung-ujungnya sakit. Sia-sia. Jika hanya berjuang sendiri.

Mulai hari ini... aku ingin beristirahat atau mungkin akan berhenti mendekati. Kenapa aku harus mendekat jika mereka terus saja menjauh? Yang tersisa hanya... dengan berat hati aku akan ikut menjauh, lagi. Untuk kesekian kalinya. Hingga kalian semakin lupa bahwa ada aku yang pernah hadir di antara kalian.

Hidden GeniusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang