"Fairusss!"
Aku mendengus mendengar jeritan mama yang sangat memekakanya telinga. Dengan santai, kulahap roti bakarku tanpa menggubris ceramahan mama yang di berikan untuk Fairuz. Adira fairuz. Itulah nama adik laki-lakiku. Yang selisih umur kita hanya tuju tahunan. Sedangkan papa menggeleng geli.
Kepalaku menolah, menatap dinding pembatas, lebih tepatnya menatap foto di sana, dan mendesah pasrah. Semuanya berubah.
Bukannya aku gak suka perubahan yang terjadi, tapi aku gak suka kalau dia berubah. Dia gak seperti dulu lagi, perhatiannya gak semuanya tercurah kearahku. Dia yang aku maksud di sini adalah om ku, yah... kalian pasti tau siapa omku itu. Pria yang paling tampan sejagad raya, pria yang mengambil hatiku secara Cuma, Cuma.
Kenapa? Kalian kaget? Gak usah kaget. Aku memang mencintaiku omku sejak kecil. Perhatiaanya yang membuatku luluh, meski perbedaan usia kita jelas terlihat jomplang.
"Om Andre, tumben ke sini,"
Kepalaku menoleh kearah samping. Mendengar nama orang yang baru saja aku pikirin di sebut Fachri, nama adikku ke dua. -Alby Luthfi Fachry-. Dan benar saja, di sana ada om yang masih melekat di hatiku bersama anaknya dan tentu saja istrinya.
Tanpa sadar aku mendengus. Cepat-cepat aku berdiri dari dudukku di meja makan, mengambil paper bag yang harus kuserahkan pada dosen dan menyalimi tangan papaku.
"Ita berangkat ya, pa. assalamu'alaikum."pamitku dan pergi begitu saja, gak peduli teriakan mama yang menyuruhku membawa bekel. Sedangkan om Andre hanya melengos ketika mataku melirik kearahnya. Seolah aku adalah kuman menjijikan yang gak patut dia pandang. Rasanya tuh. Jleb.
"Gak perlu Ma, Ita udah sehat kok."teriakku balik dan mengeratkan jaket yang kukenakan. "Hatchi."
Kalian pasti bingung sama apa yang terjadi sama aku dan om Andre, sedangkan dulu om Andre sangat menyayangiku. Ini semua bermula tadi malam, saat aku akan menginap di rumahnya seperti minggu-minggu sebelumnya. Karena memang jadwalku, satu minggu sekali nginap di rumah Andre.
Helan nafas lelah keluar dari bibirku. Kakiku terus melangkah kedepan. Pikiranku melayang.
Tanganku saling melilit satu sama lain, jantungku berpacu dengan cepat, gugup yang begitu nyata menderaku saat ini.
Ayo Ita, loe bisa. Loe pasti bisa. Kalo gak sekarang mau kapan lagi? ayolah. Sekarang atau gak selamanya. Batinku menjerit frustasi.
"Om,"cicitku yang entah untuk kesekian kali.
Om Andre mendongak dari tumpukan berkas di hadapannya. Menatapku dengan alis terangkat satu. "Ada apa Ta? Dari tadi manggil tapi nggak bicara-bicara. Ada masalah di kampus?"tanyanya perhatian.
Kepalaku menggeleng lemah mendengar perkataan om Andre. Apa aku yakin mau bilang ini? Kalau om Andre marah terus gak perhatian lagi sama aku gimana? Oh ayolah Ta, gak usah ragu untuk sesuatu hal yang belum pasti. Ayo, ayo, ayo, kalaupun om Andre bakalan berubah, seenggaknya loe udah bilang isi hati loe kek gimana, atau bisa jadi om Andre malah mengurangi intensitaf kemesraannya dengan kak Nadia. Ayolah Ta, ayo!. Batinku kembali menjerit-jerit.
Sekali lagi kuhembuskan nafas berat. Mataku tertutup untuk menyakinkan diriku sendiri, kalau ini pilihan yang tepat. Come on Ita. You can do it!
"Ita cinta sama om, bukan cinta sebagai ponakan dan om, tapi sebagai wanita yang jatuh cinta sama pria."kataku lirih.
Hening di ruangan bernuansa biru langit malah mencekamku. Dadaku bukannya berdetak dengan normal, malah makin jadi. Mungkin ini keputusan yang salah dalam hidupku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajarkan Aku Mencintaimu
Teen Fictionmencintai seseorang bukanlah hal yang sulit, yang paling sulit itu membenci orang yang kita cintai sepenuh hati, mencoba melupakannya meski kenyataanya kita masih dan terus mengingatnya, membayangkannya, mengharapkannya untuk selalu di sisi kita. T...