AAM 10 || Aku mencintainya, sangat!

107 7 0
                                    

Sejak hari dimana aku di permalukan sama saudara kembar kempret itu, hubunganku dengan Rudolf semakin hari semakin penuh warna. Sifat jailnya semakin menjadi-jadi, tapi aku merasa baik-baik saja akan hal itu, kalau boleh jujur, aku sangat menyukai moment itu. Tapi ada satu lagi sifat Rudolf yang tidak berubah, tingkah playboy-nya membuat mataku sakit berkali-kali.

Kuhela nafas kasar, mencoba bersabar. Mengayunkan kaki kearah Rudolf berada yang sedang tersenyum sok kecakepan di depan cewek-cewek kecentilan yang kurang kerjaan.

"Ehem!" Rudolf menoleh, menatapku dengan senyuman yang semakin berkembang. "Ada kerjaan lain ya mbak-mbaknya ini selain nongkrongin cowok orang?" mataku mendelik jengkel.

Mereka mencibir dan bubar sendiri-sendiri tanpa harus di suruh. Mataku mengerling kearah Rudolf yang masih setia dengan senyumannya.

Kuayunkan kakiku mendekat kearah Rudolf yang sedang duduk nyaman di jok motornya.

"Gak usah senyum-senyum. Jijik!"

Dia terbahak, tangannya mencubit pipiku gemes. "Cuman ngobrol doang tadi, Ta."

Kuputar kedua bolamataku malas. "Iya, ngobrolnya tiap hari pas gak ada aku." Aku mencibir. Dia kembali terbahak.

"Oke, besok aku ngobrol sama mereka kalo ada kamu,"

Aku menggeram jengkel. Melengos tidak perduli. "Terserah kamulah."

Dia tersenyum geli, tangannya menangkup kedua pipiku, membawanya untuk kembali menatap wajah yang sok kecakepan.

"Kalau kamu lagi ngambek gini, pengennya langsung bawa ke KUA."

Aku mencibir, "KUA? Gak salah? Tiap hari kerjaanya tebar pesona sama cewek, mau bawa ke KUA, yang ada ke rumah sakit duluan."

Dia terbahak kencang. Aku berdecak. Apa dia ini tidak bisa serius?.

"Sejak kapan kamu jadi kayak gini, sih?" dia berkata dengan geli.

Aku mendengus tidak perduli. "Gak mungkin kamu gak tau,"

Dan dia kembali tertawa. Apanya yang lucu dari omonganku?.

"Ada yang salah selera humor kamu,"

Tawanya makin kencang. Aku geram! Sejak tadi aku berkata sadis tapi tanggapannya malah terlampau santai seperti ini! Ini menyebalkan, sungguh!.

"Maaf, maaf. Habis aku seneng lihat kamu marah-marah kayak gini."

Aku menghela nafas lesu. Percuma, bicara pakai otot sama Rudolf hanya akan membuang energy, pada akhirnya dia akan kembali tertawa dan akan terus tertawa.

"Gimana dosen kamu? Masih nolak?" tanyaku mengalihkan topic dari pembicaraan tidak penting tadi.

Wajahnya terlihat murung, kalau benar menebak, pasti judul skripsinya di tolak lagi. Tidak tega sebenernya, mau bantu juga percuma, kita beda fakultas.

"Nyerah?" tanyaku iseng, menatapnya meremehkan.

"Gak lah, masak masalah judul aja nyerah," dia berkata sombong.

Aku mencibir. "Kalo nyerah keterlaluan, ngejar cewek-cewek aja gak ada lelahnya, masak yang ini nyerah."

Dia menatapku sejenak sebelum kembali terbahak. Apa aku baru saja salah bicara?.

"Mau sampaikapan kamu ngungkit-ngungkit hal itu, It? Aku kan udah bilang berkali-kali, mereka yang nembak duluan, bukan aku."

Aku masih mencibir. "Tetep aja kamu terima, murahan!"

Dia kembali terbahak. "Kamu kalo cemburu itu lucu ya? Jadi pengen ngawetin."

Kugeplak lengannya kesal. "Emangnya aku apaan di awatin?!"

Ajarkan Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang