Kata banyak orang, cinta itu anugrah, ada sedih ada bahagia. Komplit seperti rujak cingur makanan khas Surabaya yang menjadi makanan favorit Fairuz. Kata banyak orang juga cinta tidak harus selalu bersama. Kali ini aku setuju, cinta memang tidak harus bersama yang bermaksud, cinta tidak selamanya menyatukan orang-orang, apalagi jika orang itu hanya mencintai sepihak.
Sinta pernah berfilosofi cinta sepihak itu ibaratnya makan nasi tanpa ada lauk, memang mengenyangkan tapi terasa hambar dan menyakitkan. Jeana juga pernah bercerita cinta bertepuk sebelah tangan sama saja seperti kita ingin menepuk nyamuk, berharap nyamuk itu mati, tapi nyatanya kosong, nyamuk itu masih hidup, karena hanya satu tangan yang menepuk, sama dengan cinta, jika hanya satu tangan tidak akan ada kisah yang sangat mengharukan atau menyenangkan, yang ada hanya menyakitkan.
Entah dari mana mereka mendapat kata-kata yang nyeleneh tapi ngena itu. Tapi menurutku, cinta sepihak seperti ginjal yang ada di tubuh kita. Jika ginjal kita satu maka kita akan mudah terkena darah tinggi, karena ginjal memiliki fungsi yang terkait aliran darah dan juga produksi sel darah merah. Dan akan sangat membosankan jika aku masih membahas tentang hidup hanya satu ginjal. Akan menjadi pelajaran Biologi yang sangat membosankan. Intinya, hidup dengan satu ginjal akan mudah terserang penyakit. Sama seperti cinta sepihak, akan mudah terkena penyakit, penyakit yang tidak akan pernah ada obatnya. Patah hati berkali-kali.
Dan aku sudah sering merasakannya, sudah hapal betul bagaimana bentuknya. Abstrak tapi menyakitkan, dan aku hanya bisa tersenyum di balik kesakitan hatiku yang paling dalam.
Sama seperti saat ini, saat mama dengan semena-mena memanggil dia dan istrinya untuk datang berkunjung, memang bukan hal yang baru lagi, sudah sering seperti ini dan aku terlalu kenyang untuk merasakan sakit secara bertubi-tubi.
"Gimana, Nad? Suka gak kuenya?"
Orang di ajak bicara tersenyum manis dan elegant, sangat elegant, jauh di banding aku. Dia terlihat sangat dewasa dan cantik, di bagian manapun aku kalah pamor. Pantas saja Om Andre tergila-gila dengan-nya.
"Ini enak banget, May." Katanya sopan. Dan aku terlalu malas untuk memuji seseorang sekarang. Sungguh! Aku hanya ingin berkata pedas dan menghujat.
Mereka terus mengobrol dan sesekali tertawa di dapur, khas mama-mama yang ingin berekplorasi di dapur untuk menciptakan menu baru. Sedangkan para bapak-bapak atau adik-kakak sedang bicara serius di teras belakang. Ini menyebalkan. Memang sampai saat ini belum ada tanda-tanda untuk mereka bermesraan seperti sebelum-sebelumnya, dan itu sudah membuat ku kesal setengah hidup.
"Kak, It. Bantuin Albi ngerjain soal matematik dong,"
"Mana bisa dia, orang dia oon kok,"
Mataku melirik Fairuz sinis, tapi tidak ada kata bantahan yang ku keluarkan. Lebih baik di bilang Oon daripada harus berpusing-pusing ria.
"Kerjain diri, kakak dulu selalu ngerjain sendiri kok kalo ada PR." Kataku acuh.
Albi mencibir. "Kakak kan gak punya kakak, mangkanya ngerjain sendiri."
Aku tersenyum kalem mendengar perkataan Albi. Sama sekali tidak terganggu dengan wajah cemberut adik kedua ku.
"Minta sama mas, aja. Kan katanya dia pinter."
"Gak-gak-gak, ogah. Gua ada perlu sebentar lagi. Enak aja loe kalo ngomong."
Aku tersenyum sinis. "Ada perlu apa gak bisa?" tanyaku lengkap dengan senyuman meremehkan.
Si Albi hanya terkikik mendengar perkataanku.
"Gua males ngajarin anak bebal kayak dia."
"Aku gak bebal, cuman susah aja." Albi ngeles.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ajarkan Aku Mencintaimu
Teen Fictionmencintai seseorang bukanlah hal yang sulit, yang paling sulit itu membenci orang yang kita cintai sepenuh hati, mencoba melupakannya meski kenyataanya kita masih dan terus mengingatnya, membayangkannya, mengharapkannya untuk selalu di sisi kita. T...