Second Chapter

20.2K 1.1K 122
                                    

Kalau gambar yang ini adalah Jordan Dirga.

***

It's deadly! Menit-menit menjelang kedatangan calon bapak tiri gue, gue pengen muntah. Gue pengen kabur. Gue tadi, sehabs lari sore bareng Drea, gue masuk ke akun alter gue di twitter. Curhat ngalor-ngidul, dan apa yang gue dapat? Some advice. Ada yang menyarankan gue, supaya gue ikut seneng. I already did. Bahkan beberapa ngasih wejangan ngawur semacam gue dan gebetan gue enggak lama lagi bakalan berada di bawah atap yang sama, jadi kesempatan buat pendekatan lebih terbuka. Well, berada dibawah atap yang sama dan dia bermesraan dengan orang yang gue sayang sama besarnya, nyokap gue.

Gue log out dari akun alter twitter gue. Menarik nafas panjang, sebelum akhirnya menegaskan kepada diri gue sendiri, bahwa gue akan sembuh seiring berjalannya waktu. Time, always healing, right?

Gue keluar dari kamar, dan mendapati Andrea yang sudah dandan habis-habisan. Shit, dia pikir kita mau makan diluar?

"Well, lo gak berlebihan dandannya?"

Andrea, akting pura-pura kaget. Padahal gue yakin dia mendengar pintu kamar gue terbuka dan tertutup lagi. "Kata Mama, anaknya om Ruli dua cowok dan satu cewek. Kalau bapaknya aja ganteng, siapa tahu anaknya lebih ganteng? Ya kan?"

"Jangan bilang kalau lo mau . . ." Belum sempat gue selesai ngomong, kakak cewek gue satu-satunya itu menyentuh dagu gue, "Namanya juga usaha Abe, enggak ada yang salah." Bisiknya sambil berjalan kearah pintu.

Tamu kehormatan sudah tiba.

Mama, lari-lari kecil dari dapur. Kenapa cuman gue yang enggak excited sama ini semua? Mama kembali dengan memeluk pinggang om Ruli. Nafas gue terkesiap, seakan gue dipaksa untuk bernafas, seakan gue belum terbiasa bernafas selama ini. Selalu begitu, setiap kali gue melihat om Ruli. Kali ini om Ruli memakai kemeja warna biru dengan corak garis hitam. Pas badan, dan membuatnya terlhat gagah. Dan potongan rambutnya baru. Model agak kekinian. Gue agak kurang menyukai potongan rambutnya, namun biarlah. Dia tetap menawan.

Pandangan gue terpaku pada lelaki dibelakang om Ruli. Tingginya diatas om Ruli, mungkin 180an senti. Dan tampan luar biasa. Apakah mama mereka orang bule? Kulitnya putih, sama seperti om Ruli, namun rambut ikalnya berwarna kecoklatan. Dan seperti yang gue bilang, dia tampan luar biasa. Maksud gue, om Ruli juga tampan, namun masih bisa kalian jumpai di mall-mall ataupun dimana saja. Nah, jenis yang ini hanya akan kalian jumpai di televisi, cover majalah, kalian tahu maksud gue kan?

Dan perempuan berkulit coklat, cantik dan setinggi om Ruli menggandeng pria yang amat sangat tampan tadi.

Di belakangnya ada foto copiannya om Ruli, versi muda.

"Abe, sini kenalan sama Daniel, Andien dan Jordan." Gue dengan masih menenangkan diri gue sendiri melangkah mendekat. Bersalaman dengan om Ruli yang langsung mengelus-elus rambut gue gemas. Hati gue mencelos. Pria ini sebentar lagi akan jadi ayah tiri gue, officially.

"Gimana kabarnya jagoan Papa ini?" Bahkan sekarang om Ruli mulai menyebut dirinya sendiri dengan sebutan Papa.

"Abe baik om."

"Abe, dibiasain manggil papa dong." Mama menegur dengan bercanda yang gue jawab dengan senyuman singkat.

"Abe." Gue mengulurkan tangan, namun diabaikan oleh pria rupawan ini. Baru saja gue mau mengira kalau dia sombong, sebelum akhirnya si tampan luar biasa ini menarik tubuh gue dan merangkul gue.

"Gue Daniel," Dia diam sebentar, mengamati wajah gue yang membuat pipi gue panas. Kalian juga bakalan bernasib sama kayak gue kalau ditatap Daniel.

"Mom, you never told me, you have adorable son." Sepertinya Daniel sudah akrab dengan nyokap gue.

"Daniel." Om Ruli berkata pelan, seperti mengingatkan anaknya yang baru saja bandel.

PROBLEMATIC (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang