Fifth Chapter

14.8K 942 109
                                    

Denny Prayoga.

***

Semalam gue enggak bisa tidur, mikirin omongannya Denny. Yang secara officiall mengumumkan bahwa dia akan mendekati gue. Ini pertama kalinya, ada laki-laki yang mau berhubungan dekat sama gue, lebih dari teman. Bukan gue enggak laku, karena yang lain hanya berani memberi kode.

Seperti abang-abang kernet metromini yang kadang suka colek pinggang dan gue bisa enggak bayar kalau naik. Atau mamang tukang ojek muda yang suka banget ngasih diskon. Katanya karena gue masih anak sekolah. Atau ibu-ibu tukang sayur keliling komplek, yang setiap ada gue, pas hari Minggu biasanya, Mbak Walmi kalau belanja harganya dikasih murah. Alasannya karena ada gue. Jangan tanya kenapa gue ikutan mbak Walmi belanja sayur ya, enggak bakalan gue jawab.

Itu kan semua kode ya. Enggak mirip si Denny yang langsung main tembak ingin melakukan pendekatan.

Belum lagi pernikahan mama dan om Ruli yang makin dekat. Bahkan mama udah mulai mewanti-wanti gue agar mengepak barang-barang yang nanti akan gue bawa ke rumah baru gue. Rumahnya om Ruli. Gue enggak excited, lha orang koh Daniel enggak tinggal disana. Malah nanti gue bakal ketemu si ganjen manja Jordan tiap hari. Males gue.

Rumah mama tidak dijual. Yah, itung-itung sebagai investasi begitulah. Mbak Walmi juga bakalan masih mengurus rumah kok. Biar rumahnya tetap bersih, jadi sewaktu-waktu gue atau Andrea pengen balik karena kangen, rumahnya masih terawat.

"Be, ajarin yang ini dong. Ini rumusnya gimana ya?" Ale, yang dari tadi sibuk menyalin PR Matematika gue, kini beringsut mendekat. Gue bisa mencium bau Axe coklat di tubuhnya. Buat pelajar menegah kayak kita nih ya, parfum Axe itu udah lumayan kalau kita beli pakai uang saku kita sendiri.

Gue melihat Ale menunjuk soal nomor tiga. Gue suka Ale enggak asal contek. Kalau dia paham, dia akan langsung salin. Kalau dia kurang mengerti, dia akan bertanya sama gue, kenapa jawabannya bisa begitu. Takut nanti dia disuruh maju dan menjelaskan jawabannya.

Gue menjelaskan dengan pelan, tentang Aljabar Fungsi. Kita memang baru sampai bab ini. Gue enggak akan menjelaskan ke kalian, (f+5) .(x)=f bla bla bla. Nanti kalian bete bacanya. Ale manggut-manggut, tanpa sadar tangan kanannya merangkul pundak gue. Gue kerasa kok, tapi diem aja. Kalau gue salting, entar Ale-nya juga ikutan salting. Cowok sama cowok rangkulan kan biasa saja. Cowok homo sama fujoshi saja yang kadang terlalu berlebihan menanggapinya. Bukan berarti gue bukan homo, gue hanya tipe homo langka.

"Paham enggak lo?"

Ale menganggukkan kepalanya, "Ngerti gue, Be." Dia menoleh kearah gue. Jarak kita deket banget, gue tinggal maju dikit kita bisa cipokan. "Thanks ya." Dan Ale tersenyum. Gue deg-degan. Gue homo, disenyumin sama cowok ganteng dengan jarak kurang lebih tiga senti, jelas gue deg-degan. Even, gue enggak jatuh cinta sama Ale. Ini reaksi normal. Kalau Tukul yang berada di posisi Ale sekarang, mungkin gue enggak deg-degan, tapi pingsan.

Ale lalu menjauh, kembali menyalin PR Matematika gue. Inilah salah satu tingkah cowok straight yang menyebalkan, terkadang mereka enggak sadar kalau baru saja ngasih senam jantung ke teman gay-nya. Plus, mereka kembali beraktifitas biasa, seolah-olah hal yang baru saja mereka lakukan itu, bukanlah hal besar. Bagi Ale ini biasa, bagi gue itu bikin sedikit ereksi. Sialan.

Timo baru saja datang, tersenyum sebentar kearah gue yang gue bales dengan senyuman lebar. Namun hanya itu, karena Andini berada di belakangnya. Dan Timo langsung menutup senyumannya lagi. Kayaknya sudah ketebak Timo bakalan lebih condong ke Andini. Ya sudahlah, toh gue bukan tipe yang suka berteman dengan banyak orang ini.

Smartphone gue bergetar, ada Line masuk dari Denny. Dia ngajak gue buat nonton di Artha Gading sepulang sekolah. Gue langsung mengiyakan. Males gue mau pulang cepet juga. Sedangkan gue tahu, gue enggak bakalan diajak lagi jalan sama Andini dan Timo.

PROBLEMATIC (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang