Conscience

1.6K 87 0
                                    

Hari beranjak semakin senja. Jalan setapak yang semula sepi kini telah ramai. Ada segerombolan siswa berseragam menengah atas yang berjalan sambil berbincang tertawa lepas seolah tak memiliki beban apapun dipundaknya, yang mereka tau hanya menikmati masa muda.

Ada beberapa pekerja kantor yang tampak terburu dengan langkahnya, seolah tak ingin melewatkan janji makan malam bersama dengan keluarga tercinta. Ada juga seorang anak yang tak henti merengek namun tak dipedulikan oleh ibunya yang asik bercengkrama ria dengan telepon genggamnya.

Dan juga sepasang kekasih yang terlihat begitu damai menikmati sendu suasana senja sambil bergandengan mesra. Menikmati moment kemesraan bersama seolah tak ada siapapun disekitarnya.

Tapi jangan lupakan seorang wanita cantik yang tengah duduk sendiri disebuah kursi. Bibirnya terlihat pucat, pandangan kosongnya menandakan jika hanya raganya yang berada di bagian sisi jalan ini, jiwa dan pikiranya entah berada dimana.

Namun wanita itu masih mampu mendengar derap langkah bersahutan dari para manusia yang berada disekitarnya. Derap kaki mereka laksana musik pengiring jatuhnya daun yang terhempas lembut oleh terpaan angin dingin akhir musim gugur.

Hiruk pikuk atau bahkan dinginnya cuaca sama sekali tak mengusik dirinya. Jika kau ingin tau dimana sebenarnya dia berada saat ini, jangan tanyakan kepadanya, karena dia sendiripun tak tau ada dimana.

Sejak putusan cerainya diresmikan pengadilan beberapa jam lalu, wanita ini hanya berjalan tak tentu arah. Dia hanya mengikuti langkah kaki yang membawanya, hingga ketika dia merasa lelah, dia memutuskan untuk duduk terdiam ditempatnya saat ini.

Airmata yang sejak awal mengiringi langkahnya sudah benar-benar mengering. Wajahnya pucat, hanya menisakan rona merah di hidung menandakan sudah cukup lama dia terpapar angin dingin membekukan di akhir musim gugur. Daun telinganya pun sudah mati rasa.

Saat ini dia terlihat seperti orang yang membiarkan dirinya terkena hipotermia. Menunggu serangan dingin menghentikan aliran darah ke otak atau bahkan mematikan fungsi jantungnya. Karena dengan begitu dia berharap rasa sakit yang membunuhnya akan ikut mati bersama kematian seluruh inderanya.

Tak ada kata yang bisa menggambarkan seluruh perasaan sakit yang ditanggung olehnya saat ini. Jika kau pernah merasakan sakit dan hancurnya patah hati, penggambaran itu bahkan tak akan cukup. Mungkin kau perlu mengalikan rasa sakitnya ratusan kali lipat agar bisa menemukan penggambaran luka yang sepadan.

Terdengar berlebihan memang, tapi begitulah kenyataannya. Akupun mulai kehabisan kata untuk menjabarkan kondisi hatinya.

Aku akan membuatnya mudah, bagaimana jika kau bayangkan kau yang ada diposisinya. Bagaimana perasaan sakit yang kau rasakan ketika kau harus rela melepaskan suami yang sangat kau cintai untuk bersama dengan wanita lain. Ku jamin, rasanya bahkan lebih sakit dari pada kau ditinggal mati oleh suamimu sendiri.

Kau mungkin menyalahkan tindakan bodohnya yang terkesan terlalu pasrah dan tak memperjuangkan apa yang sudah menjadi miliknya. Menyayangkan sikapnya yang hanya mampu diam menerima semua hal yang sudah terlanjur terjadi.

Atau mungkin kau bersumpah serapah dan mengutuknya, enggan ikut merasakan empati atas luka yang dimiliknya, 'itu salahnya sendiri! Dia bertindak lemah dan tak berusaha mempertahankan suaminya, dan sekarang dia bagai orang bodoh menangisi lukanya! Dia yang dengan bodohnya menyerahkan suaminya pada wanita lain!'

Hei! Hei! Hei! bisakah kau tak ikut menghakiminya disini?! Dia sudah cukup terluka tanpa kau tambah lukanya!

Maaf karena aku mulai kesal. Kau tau, saat ini aku juga sedang mencoba memahami dirinya.

'siapa?'

Tentu saja wanita yang sejak tadi kita bicarakan, Kim Raya, wanita yang beberapa jam lalu bercerai dengan suaminya Choi Siwon karena ada seorang wanita bernama Jung Jaehyun yang tengah mengandung anak pria itu! sudah ingat sekarang?

FarewellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang