Pov Upi
Hari ini, 17 Januari tanggal dimana aku mengenang kakak ku. Almarhum kakak ku tepatnya. Benar. Ia hanya 1 tahun lebih tua dariku. Ketika melihat wajah papa, tidak pernah ku sekalipun tak terbayang akan wajahnya.
Leonny Canna.
Ayahku yang memberi namanya. Aku bahkan sangat iri pada namanya. Apalagi wajahnya.
Aku..
Membunuhnya.Tidak sengaja.
Tapi ayahku selalu bilang kalau itu bukan salah ku, itu adalah kecelakaan.
Malam itu, hujan. Jalan tol sangat licin. Aku yang masih dibawah umur, menyetir mobil. Aku mendengar gemuruh. Sangat kencang. Mengagetkanku. Hujan sangat deras. Jarak pandang hanya sekitar 3-5 meter. Aku sangat takut.
"Kita akan baik baik saja." Kata Leonny sambil menggenggam tanganku.
Aku menyetir dengan satu tangan, tanganku yang satu lagi digenggam Leonny sangat kencang. Sedangkan tangan Leonny yang lain menelepon papa.
Dan papa tidak mengangkat teleponnya. Bahkan ia tak tau kalau itu telepon terakhir dari kami.
Maksudku, telepon terakhir dari Leonny.
Umurnya masih 17 tahun. Dan, aku sangat ceroboh.
Aku salah menginjak pedal. Harusnya pedal rem yang ku injak, tapi aku menginjak pedal gas. Seharusnya aku tidak menyetir.
Dan kami terpental di jalan licin tersebut. Menabrak sebuah pembatas jalan. Dan masuk ke sisi luar jalan. Mobil kami terbalik. Dan hujan masih deras. Kecelakaan terjadi. Secara beruntun.
17 Januari.
17 orang tewas. Termasuk kami.Tidak, termasuk Leonny.
Aku menjerit ketakutan. Bukan takut dipenjara. Tapi takut kehilangan. Kehilangan lagi. Satu lagi sosok penting dalam hatiku. Adikku.
Mama & Leonny.
Tepatnya, alm. Mama dan alm. Leonny.
17 Januari.
Hari yang menyiksaku. Setiap tahun, di 17 Januari. Aku mengunjungi tol tersebut sendiri. Menepi. Dan menunggu bangkai mobil yang tak kunjung dipindahkan. Sudah 2 tahun kecelakaan itu berlalu. Masih terasa pahit dihatiku. Tak ada yang pernah mengerti diriku. Bahkan papa.Aku merasa sangat tidak lengkap tanpa Leonny. Biasanya ia selalu bawel padaku. Akan sikapku yang cuek dan jutek pada orang. Kini, tidak lagi.
Sejak saat itulah, aku menutup diriku. Menutup kepribadian asli ku.
Aku menjadi orang yang tertutup.
Yang hidup tapi tidak berasa hidup.
Yang bernafas tapi tidak bisa merasakan udara.
Aku menjadi seorang kutu buku.
Dan disitulah mulainya.Aku menjadi takut.
Untuk menjadi diriku yang sesungguhnya.
Dan Key datang mengubah diriku.
Aku berubah... seperti dulu.
Kemudian aku sadar, dan aku kembali menjadi kutu buku. Kenapa?
Aku merasa tidak lengkap tanpa Leonny. Asal kalian tau. Kacamata yang ku pakai setelah kacamata ku patah waktu itu, ialah kacamata leonny. Aku merasa beruntung memilikinya.
Karena dengan itu, aku merasa Leonny selalu ada. Di mataku.
Aku sangat mengerti kepergian Leonny itu hanya kecelakaan. Tapi aku merasa sangat bodoh mengajaknya pergi. Yang ku tanyakan adalah.
Kenapa tidak aku saja yang mati? Kenapa harus leonny?
Satu satunya saudaraku.
Bahkan namaku tidak sebagus leonny.
Mey Upi Canna.
Ibuku yang memberi nama. Ia kurang pandai memberi nama. Tapi aku terima.
Aku bicarakan keluarga. Keluarga minim ku. Yang anggotanya tinggal aku dan ayahku. Hidup di istana, rumah besar yang amat sepi. Bahkan nenek kakek ku tidak ku kenal.
Rumah yang sepi, benar. Keluarga sepi.
Sekarang papa akan menambahkan anggota keluarga. Bu Trisyah. Wali kelas ku sendiri.
Papa bilang Bu Trisyah memiliki anak perempuan yang lebih muda dariku. Yang artinya aku punya adik tiri nanti.
Aku ingin tapi tidak mau. Aku tidak ingin posisi adikku diganti dengan adik lain.
Bahkan papa tidak mengerti perasaan ku. Masa aku harus menyetujuinya?
Akhirnya aku bilang,
"Aku bahagia bila papa bahagia."Tapi sebenarnya tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nerd Loves
Teen Fiction"Aku tau rasanya bagaimana menjadi seorang kutu buku yang jatuh cinta dengan seseorang yang tidak mungkin. Aku... Pernah merasakannya, dan aku masih merasa sakit dengan hal itu. Jadi..., jangan kau pertanyakan." kata Mey Upi Canni yang akrab disapa...