Sepupu Jauh

457 28 3
                                    

Titik air membasahi bumi, membuat rumput dan pohon terlihat mengkilap karenanya. Tauriel menghela nafas lelah, hujan dan segala tetek-bengeknya merupakan salah satu hal yang tidak disukai wanita itu. Sebagai seorang peri wanita yang sekarang sudah menginjak dua puluh dua tahun, berdiam diri dirumah adalah hal yang paling sulit. Tauriel mempunyai segudang kegiatan disetiap harinya dan semua kegiatan itu tidak akan bisa dilakukan jika hujan.

Saat pintu kamarnya berdecit, Tauriel segera mengalihkan pandangannya. Menatap ambang pintu yang sekarang berdiri peri wanita yang sebaya dengannya.

"Ayrin."

Ayrin tersenyum dan beranjak mendekati Tauriel yang berdiri didepan jendela besar kamar wanita itu.

"Hujan membuatmu tak bisa latihan memanah rupanya."

Wanita berambut merah tembaga itu mengangguk, "Hujan membuat hariku begitu membosankan."

Terdengar kekehan kecil dari bibir Ayrin. Wanita itu ikut bergabung bersama Tauriel, menikmati harmoni tak beraturan dari titik hujan yang membentur kaca jendela.

"Kau sudah dengar berita tentang sepupu Reven ?"

Tauriel mengangguk, "Ya. Sepupu jauhnya yang datang dari hutan Pneus ?"

"Kau sudah lihat orangnya ?" Tanya Ayrin antusias. Tauriel mengeleng, bola matanya ia putar jengah. Dia sudah tahu apa yang akan sahabatnya ini katakan dan kemana percakapan ini berlangsung.

"Ayolah, Tauriel."

Wanita itu mendengus, ia sudah bosan dan muak jika Ayrin sudah bertingkah seperti ini.
"Berhentilah menjodohkanku dengan siapapun Ayrin." Tauriel menyentuh permukaan kaca jendela. "Lagipula semua lelaki yang kau sodorkan itu semuanya pengecut!"

"Hei! Kau saja wanita yang terlalu tangguh." Protes Ayrin tak terima.

"Kita tak boleh jadi wanita lemah Ayrin. Kau tahu manusia di luar sana berkeliaran mencari kita, membunuh lalu menjadikan setiap bagian tubuh kita objek penilitian. Jika suatu ketika kau bertemu manusia dan kau hanya sendiri, apakah kau akan menjerit minta tolong berharap belas kasihan dari makhluk yang bahkan tak punya hati ?"

Mata Ayrin terbelalak, ucapan wanita didepannya ini berhasil memukul kesadarannya. "Kau benar."

Tauriel memandang Ayrin khawatir. Seharusnya ia tak berkata sekasar itu, hati Ayrin terlalu lembut untuk perkataan sekejam itu.
"Maafkan aku."

Ayrin tak bergeming. Saat satu tangan bergerak ke pelupuk matanya disitulah Tauriel semakin merasa bersalah. Dengan cepat ia peluk tubuh mungil didepannya itu.
"Maaf."

Ayrin menghela nafas lelah. Menganggukan kepalanya didalam pelukan Tauriel yang lebih tinggi darinya. "Seharusnya aku tidak menjodohkanmu terus-menerus."

"Tidak apa-apa. Lagipula mungkin sepupu jauh Reven bisa diberi kesempatan."

Mata Ayrin berbinar, "Benarkah ?"

"Tentu tidak. Lagipula aku akan baik-baik saja tanpa lelaki."

Ayrin tertawa dalam hati, Tauriel mungkin memang benar ia akan baik-baik saja tanpa lelaki. Tapi takdir Tuhan siapa yang tahu ?

----------

"Ini semua demi Tyler!"

Tauriel memutar bola matanya jengah saat kalimat itu terlontar kembali dari bibir sahabatnya. Entah sudah berapa kali Ayrin menyebutkan nama lelaki itu. Hujan sudah berhenti beberapa saat yang lalu, menghasilkan tanah yang lembab dan dahan pohon yang licin. Sesekali dikala angin menerpa, air hujan itu kembali turun. Bukan dari langit tetapi dari pepohonan yang setia menampung.

"Aku tahu kau peri yang sedang kasmaran." ucap Tauriel "Tapi bisakah lelaki itu bukan Tyler ? Aku bahkan ragu, lelaki itu masih punya hati."

Ayrin mendengus. Tangannya masih sibuk mencari suatu benda yang menurutnya cocok untuk hadiah ulang tahun Tyler yang ke-23 tahun.
"Apakah ini cocok ?" tanyanya seraya menunjukkan sebuah belati yang berukir naga pada gagangnya.

Satu alis Tauriel terangkat, "Ayolah, Ayrin. Tyler sudah mempunyai satu ruangan penuh untuk koleksi belatinya."

"Bagus. Aku akan membelinya."

"Hei! Aku bahkan tak------" Tauriel menghela nafas lelah ketika tubuh Ayrin mendadak menjauh, melangkah ke arah meja kasir. Sahabatnya itu memang tak bisa diberi nasihat, terlalu dimanja oleh lingkungannya.

Satu persatu rak yang ada ditoko ini ia jelajahi. Bibirnya tak berhenti tersenyum saat melihat ribuan buku dan barang-barang antik lainnya tersusun rapi. Langkahnya terhenti. Ada keganjilan pada salah satu rak, buku yang bersampul hitam polos tanpa judul itu menarik perhatiannya. Tauriel terkejut saat tangan lain menindih tangannya pada sampul buku, ia mendongkak dilihatnya orang asing yang tak pernah ia jumpai. Lelaki tinggi berkulit putih dengan rambut hitam panjang yang lurus sempurna. Manik matanya hijau dengan telinga panjang yang membuat dirinya semakin menawan.

"Halo ?" Suara yang dalam dan serak itu menarik Tauriel kembali ke bumi. Matanya mengerjap beberapa kali hingga akhirnya ia memperoleh kesadarannya secara sempurna. Sontak ia segera menjauhkan tangannya dari buku dan tangan lelaki itu.

"Aku yang mengambil buku ini duluan." Lelaki itu beranjak menjauhi Tauriel yang masih terpaku. Menatap punggung lelaki itu tanpa berkedip.

"Sepupu Reven dari hutan Pneus." Ucap Ayrin "Pengecut itu yang membuatmu tak berkedip, putri Tauriel yang terhormat."

Tauriel menelan ludah kasar saat mendengar pernyataan mengejutkan Ayrin. Jadi lelaki itu sepupu Reven ?

"Sangat tidak terhomat." Tauriel menatap Ayrin yang berdiri disampingnya. Di tangan wanita itu terdapat sebuah tas belanja.

"Siapa ?"

Satu sudut bibir Tauriel terangkat membentuk seringai diwajahnya, "Orang Pneus itu."

Alis Ayrin mengerenyit, "Hah ?"

Tauriel mengangguk mengiyakan, berbalik dan beranjak pergi dari toko itu.

"Tauriel!" Panggil Ayrin. "Ada apa dengannya ?"

Wanita itu berhenti melangkah. Membalikkan tubuhnya ke arah Ayrin yang masih tak beranjak.
"Seharusnya ia mengerti makna kata dari 'ladies first' bukan ? Di balik wajahnya yang tampan ternyata jiwa pengecutnya masih ada."

Kerutan didahi Ayrin semakin banyak. Tapi seringaian diwajah Tauriel sudah meyakinkannya bahwa orang Pneus itu mungkin sudah mengibarkan bendera perang dengan putri kerajaan Bands.

~~~~~~

TaurielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang