Demon Lockwood

260 19 4
                                    

Anak panah itu melesat dengan cepat. Membelah sang angin yang berhembus disekitar. Satu lagi anak panah yang berhasil tertancap sempurna di batang pohon. Ayrin mengamati dengan kagum seseorang yang memegang panah itu. Seorang wanita dengan rambut tembaga yang panjang terurai. Ada yang berbeda dengan peri hutan satu ini, jika seorang peri biasanya mempunyai rambut yang lurus sempurna tidak dengan wanita satu ini. Rambutnya ikal berwarna merah tembaga yang menawan, sesekali ia ikat dengan sulur-sulur tanaman. Suara hantaman pelan kembali terdengar seiring dengan senyum dibibir Ayrin yang kembali terkembang. Wanita itu bangkit dari akar pohon yang ia duduki, berjalan pelan kearah sahabat terbaiknya.
"Kemampuan memanahmu semakin baik."

Tauriel menurunkan panahnya, menatap wanita berambut keperakan yang berdiri tak jauh darinya. Ia tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
"Benarkah ? Tapi itu belum ada apa-apanya dibanding dengan keahlian paman Dazt."

"Setidaknya kau lebih baik dari Tyler." Sahut Ayrin. Tauriel terkekeh pelan, ia kembali mengangkat anak panahnya setinggi wajahnya. Memfokuskan pandangannya pada bidikan, menarik nafas pelan dan melepas anak panah itu ke udara.

"Kemampuan memanahmu seperti seorang anak kecil." Suara yang dalam dan serak itu mengambil perhatian kedua wanita didepannya. Tauriel dan Ayrin cukup terkejut dengan kemunculan mendadak lelaki ini.
"Demon."

Lelaki itu menyerengai, "Aku kira otakmu tidak akan mengingatku."

Ayrin terdiam, perang akan kembali dimulai. Setelah perang mulut mereka di pesta Tyler kemarin malam. Wanita itu menggidik ngeri mengingat bagaimana tajamnya ucapan Tauriel setelah mengetahui Demon menyebarkan berita yang tidak benar kepada penghuni hutan Mangma.

"Aku rasa kau tuli. Bukannya aku sudah pernah memberitahumu untuk jangan muncul didepanku lagi ?" Ujar Tauriel tajam.

"Bagaimana bisa aku tak bertemu dengan kekasihku. Satu haripun aku tidak akan bisa."

Alis Tauriel mengerenyit, "Kekasihmu ?"

Demon mengangguk. Seringai di wajahnya terganti dengan senyuman yang manis. Namun tetap saja buruk dimata Tauriel.
"Kau, Baby. Kau kekasihku."

Tauriel dan Ayrin tersentak. Wanita berambut merah tembaga itu memandang Ayrin lalu menggeleng.
"Kau benar-benar sudah gila!"

"Gila ?" Ucap Demon. "Memang benar, gila karena dirimu."

Wajah wanita didepannya mengeras, telapak tangannya terkepal. "Sinting."

Tauriel menghela nafas lelah, mengambil busurnya dan berjalan pelan. Baru saja ia hendak berjalan, tiba-tiba langkahnya terhenti karena cekalan tangan dari seseorang. Wanita itu menatap tajam Demon yang sama sekali terlihat tak takut.

"Lepaskan, Demon!"

"Ayolah, Baby. Teruskan saja latihanmu, anggap saja aku tidak ada." Ucapnya tenang. Tauriel menatap lelaki itu semakin tajam.

"Lepaskan, Demon!"

"A-a. Lagipula tanganmu terasa begitu pas ditanganku."

Demon menarik Tauriel keras. Membuat wanita itu jatuh dipelukannya. Dalam sekejap Tauriel mendorong tubuh lelaki itu. Debaran jantung wanita itu sudah tidak karuan, lelaki ini dengan seenaknya memeluk tubuh Tauriel yang tidak pernah dipeluk lelaki lain. Tentu saja selain Thranduil, Tyler dan Dazt.

"Who-hoa. Kau kuat juga, Baby."

"Kau." Telunjuk Tauriel mengacung kewajah lelaki tampan itu. "Aku-----, argh!"

"Ayo, Ayrin. Sebelum aku benar-benar gila." Ayrin mengangguk dan ikut melangkah mengikut Tauriel yang sudah lebih dulu berjalan.

Seperti hembusan angin. Anak panah itu melesat, melewati dan sedikit memotong rambut merah tembaga itu sebelum akhirnya tertancap pada sebuah batang pohon didepannya. Tauriel terkesiap, ia menghembuskan nafas kasar dan berbalik ke arah lelaki yang memegang busur itu.

"Kau ingin membunuhku, heh ?" Teriak Tauriel. Ia melangkah kembali ke arah Demon. Mengambil busur milik-nya yang tadi terjatuh saat Demon tiba-tiba memeluknya. Tapi bukan Demon namanya jika tidak menyusahkan, lelaki itu mengangkat busur itu diatas kepalanya membuat Tauriel yang lebih pendek darinya kesusahan setengah mati.

"Busurku, Demon!" Ucap Tauriel ketika ia sudah berhenti melompat-lompat. Demon menyeringai, "Aku kira semua milikmu menjadi milikku juga."

"Sejak kapan ?"

"Sejak kita menjadi sepasang kekasih." Bisik lelaki itu tepat di telinga Tauriel. Hembusan nafas Demon menggelitik pipi Tauriel. Membuat wanita itu merinding, ia tak pernah seintim ini dengan seorang lelaki.

Tauriel mendorong tubuh lelaki itu keras, membuat Demon kembali terjungkal kebelakang. Saat Demon terjatuh dan busurnya tergeletak ditanah. Tauriel segera mengambil busurnya dan berlari pergi.

"Selamat tinggal, Cemon!" Ucap Tauriel tersenyum "Ah aku lupa namamu Demon." Lanjutnya lagi masih tetap berlari disusul Ayrin dibelakangnya. Tawa peri itu terdengar menenangkan membuat Demon tersenyum kecil.

"Cemon, ya ?" Lirihnya.

--------------

"Aku tak pernah mendengarmu tertawa selepas itu."

Ayrin menutup pintu kamar Tauriel dengan pelan. Tauriel yang sedang berusaha melepas sepatunya tiba-tiba terhenti. Matanya beralih menatap Ayrin yang berjalan mendekatinya.

"Apa maksudmu ?"

Ayrin duduk disamping Tauriel. Menselonjorkan kakinya dengan nyaman.

"Kau tentu tahu, Tauriel."

Tauriel kembali melepas tali sepatunya. "Tawaku terdengar biasa saja."

Ayrin menggidikkan bahunya, "Kau sudah berhenti tertawa semenjak kau tahu kebenaran tentang kematian ibumu."

Tauriel tertunduk mendengar penuturan Ayrin. Kenangan yang berusaha ia lupa kembali muncul kepermukaan. Sepenuhnya. Ayrin mengiggit bibirnya setelah sadar bahwa ia sudah salah ucap. "Tauriel." Panggil Ayrin lembut.

Wanita berambut merah tembaga itu mendongkak menatap Ayrin lembut. Ia tersenyum dan menggeleng pelan, "Jangan dipikirkan. Aku tidak apa-apa."

"Aku benar-benar-----"

"Bagaimana pendapatmu tentang Demon Lockwood ?" Ucap Tauriel cepat memotong ucapan Ayrin. Ia tak ingin suasana menjadi melowdramatis, apalagi Ayrin adalah wanita paling ter-melow yang pernah ia temui.

Wanita bermata hijau itu menyipit, memandang wajah Tauriel lamat-lamat. Wanita yang dipandangi menelan ludahnya kasar, sekarang ia yang salah ucap. "Kau tertarik pada lelaki itu ?"

Tauriel menggeleng tegas.

"Jangan berbohong, Tauriel." Senyum dibibir Ayrin mengembang. "Lagipula menurutku Demon dan kau itu benar-benar serasi."

"Aku dan Demon, apa ?"

"Serasi."

Tauriel memandang Ayrin tak percaya. Apakah sahabatnya itu baru saja terbentur batu keras ? Dari sisi yang mana Demon dan ia serasi ? Tauriel bahkan berharap Demon menghilang dari hutan Mangma untuk selamanya.

"Demon juga lelaki yang berhasil membuatmu kembali tertawa." Lanjut Ayrin.

Tauriel meringis bukan karena ia terluka tapi karena penuturan Ayrin yang sangat tidak masuk akal.

"Aku memang sudah waktunya tertawa kembali, Ayrin. Dan itu bukan karena si Cemon itu."

Senyum Ayrin terkembang kembali, "Kau bahkan sudah memiliki panggilan sayang untuknya. Manis sekali."

Tauriel menepuk jidatnya, semua yang dikatakannya sekarang menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Tapi benarkah yang Ayrin katakan ? Benarkah teorinya tentang Demon Lockwood yang membuatnya kembali tertawa ?
Wanita itu menggeleng. Pikirannya salah. Ia tertawa memang karena sudah waktunya ia tertawa. Bukan karena Demon atau siapapun itu.

~~~~~~

Haloha!!!

TaurielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang