Museum Elves

222 24 0
                                    

"Apa sekarang giliranku ?"

Demon mengangguk, bibirnya tersenyum. Wanita didepannya itu memandangnya sebentar, bibirnya terbuka lalu terkatup lagi.

"Ada apa, Baby ?"

"Baiklah. Kita bertemu satu jam lagi disini." Sahut Tauriel dan mulai beranjak pergi.

"Apa-apaan! Kau pergi kemana?"

Langkah wanita itu terhenti, ia berbalik kearah Demon yang memandangnya geram.

"Aku tentu tak ingin berjalan hanya berdua denganmu," Ucap Tauriel "Aku akan memanggil Ayrin dan Tyler."

"Aku tak setuju."

Tauriel menyeringai, wanita itu berbalik dan mulai kembali berjalan menjauhi lelaki itu.
"Ini jamku. Jadi ikuti aturanku." Ucap Tauriel tenang tanpa berhenti ataupun berbalik sedikitpun.

-------

Ribuan peri berlalu lalang. Sesekali mereka memandang ke arah keempat peri itu berdiri, memandang dengan tatapan curiga dan tak percaya. Ingatan para peri masih kuat, mereka tentu masih ingat bagaimana pertengkaran yang terjadi antara putri kerajaan mereka dengan orang Pneus itu dan sekarang mereka terlihat berjalan berdua seakan menyiratkan kedua orang itu adalah sepasang kekasih yang sedang berbahagia.

"Mereka melihat mu lagi, Baby." Kata Demon melalui sela-sela giginya.

Tauriel melirik lelaki itu tajam, "Ini semua karenamu." Sahut Tauriel.

Sudut-sudut bibir Demon terangkat, membentuk senyuman manis di wajahnya yang rupawan. Tauriel menggeleng, lelaki ini terus saja mengenggam tangannya seperti memberitahu bahwa pemilik jemari-jemari ini adalah miliknya. Demon sesekali memandang remeh para lelaki yang menatap Tauriel memuja.

"Sainganku begitu banyak rupanya."

Tauriel mendengus, "Lepaskan, Demon!"

Demon tertawa kecil, alih-alih terlepas genggaman itu malah semakin erat.

"Aku curiga. Setelah empat hari bersama, kalian menjalani hubungan dibelakang kami." Ucap Ayrin menyelidik. Wanita itu menatap kedua peri yang berada didepannya. Tauriel dan Demom berbalik.

"Kami bahkan sudah berhubungan jauh-jauh hari sebelumnya, Ayrin." Demon menyahut.

Tauriel memukul perut Demon cukup keras hingga membuat lelaki itu meringis. "Kami hanya latihan memanah. Tak ada hubungan. Hanya sebatas murid dan guru." Tegas wanita itu.

"Aku rasa kalian cukup serasi." Timpal lelaki berambut coklat keemasan yang berada di samping Ayrin.

Putri kerajaan Bands itu mendengus, "Ya Tuhan. Dengan lelaki ini ?" Tauriel melirik Demon sekejap "Aku rasa tidak, Tyler."

"Hati-hati dengan ucapanmu, Baby."

"Ya, mungkin saja nanti kau benar-benar jatuh cinta dengan Demon." Ujar Ayrin. "Cinta siapa yang tahu."

Tyler dan Demon mengangguk sementara Ayrin terkikik. Tauriel memutar bola matanya jengah dan kembali berjalan. Menganggumi keindahan yang diberikan museum Elves. Museum Elves bukanlah sebuah gedung yang berisi barang-barang kuno. Para peri mempunyai pola pikir yang berbeda dengan manusia tentang museum, mereka  membangunnya dari alam. Dinding bahkan atap yang menaungi adalah daun-daun kekuningan yang cukup memawan. Disini semua hal unik hutan Mangma ditampilkan ; unicorn, singa pelangi, bahkan cacing gum.

"Kau suka sekali unicorn, ya ?"

Tauriel menatap Demon yang tersenyum tulus sekilas lalu kembali menatap unicorn bewarna ungu soft.

"Kemarin kita masih baik-baik saja, lalu kenapa hari ini kau kembali ketus Baby ?"
Demon menatap Tauriel yang masih saja tak memandangnya. Tangan wanita itu mengelus rambut unicorn yang mengkilat, kelembutan yang jarang sekali di tampilkan wanita itu.

Wanita itu beralih memandang Demon lalu menghela nafas lelah, "Aku hanya tak suka kau bersikap begitu, Demon."

"Bersikap bagaimana ?"

"Seperti ini." Tauriel mengangkat tangannya yang digenggam Demon. Lelaki itu tersenyum lebar, tangannya menurunkan tangan mereka kembali. Demon mendekati wanita itu, memandangnya begitu serius. Menatap manik mata hijau wanita itu begitu dalam. Degup jantung Tauriel berdetak tak karuan, pipinya merona, hembusan nafas lelaki itu menggelitik kulit wajah Tauriel.

"Dem----" panggil Tauriel gugup, melihat tubuh wanita itu membeku Demon tersenyum. Lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya, "Dem----" panggilnya lagi sebelum akhirnya menutup mata.

"Hahahaha." Tawa lelaki itu pecah. Tauriel segera membuka matanya, Demon tertawa puas seraya memegang perutnya.

Tauriel mendengus, menghentakkan kakinya kesal dan beranjak menjauhi lelaki itu. Tapi wanita itu lupa bahwa tangan mereka masih terpaut, satu kali tarik dan wanita itu jatuh tepat dipelukan Demon.

"Ah, percintaan telenovela."

Tauriel tersentak, mendorong lelaki itu pelan dengan lengannya. Wanita itu menatap Ayrin dan Tyler yang berdiri di depan mereka. Kedua peri itu menatapnya dengan tatapan menggoda, Tauriel kikuk sementara Demon malah tersenyum lebar.

"Em--" ucap Tauriel "Ayo kita kesana." Wanita itu segera beranjak, sedikit menarik tubuh Demon karena tangan mereka belum terlepas.

Mereka berjalan mengelilingi museum Elves. Tyler dan Ayrin terlihat begitu menikmati perjalanan ini, terkadang mereka tertawa dan saling merangkul berbanding terbalik dengan Demon dan Tauriel yang diam membisu walau tangan mereka masih terpaut. Tauriel mengiggit bawah bibirnya, ia tak mengerti kenapa degup jantungnya masih tidak karuan.

---------

Suara gesekan aspal dan sandal mereka terdengar begitu kentara. Matahari sudah hampir tenggelam, semburat ungu muncul dilangit senja. Sesekali terdengar kicauan burung yang terbang pulang. Demon dan Tauriel masih diselubung keheningan, tidak ada yang berbicara mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Tyler dan Ayrin sudah tidak lagi bersama mereka, berhubung rumah mereka yang memang berbeda arah.

"Demon." panggil Tauriel.

Lelaki itu menatap Tauriel, "Hmm ?"

"Aku kira rumahmu bukan diarah sini."

Demon mengangguk, "memang."

Alis Tauriel mengerenyit, "Lalu kenapa kau ke arah sini ?"

"Mengantarmu."

"Heh ?"

Demon menyerengai, "Kenapa kau selalu mendadak tuli, Baby." Ejek lelaki itu. "Aku ingin mengantarmu."

"Tapi----"

"Kita sudah sampai." Potong Demon cepat. Wanita itu menyusuri pandangannya ke sekeliling dan benar ini rumahnya. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga ia tak menyadari bahwa mereka sudah sampai.

"Oh," Tauriel mengangguk "Kau mau masuk ?"

Lelaki berambut hitam panjang itu tersenyum, "Tidak. Terimakasih."

Tauriel mengangguk.

"Dah!" Demon mulai beranjak dari tempat itu.

Tauriel menatap punggung lelaki itu, degup jantungnya mulai kembali normal tapi ada sesuatu yang salah pada dirinya. Seperti sesuatu yang memaksa masuk kehatinya, apakah ini ?

Tauriel menggeleng, "Tidak mungkin." Tepisnya dan berjalan pelan memasuki rumahnya.

~~~~~~

Berhubung munculnya mirror web yang banyak menakuti para penulis di wattpad, saya akan mengambil keputusan bahwa tidak akan memprivasi semua cerita yang saya buat. Karena saya mengerti enaknya menjadi silent reader :)

Xoxo -L-


TaurielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang